Literasi Keuangan dan Digital: Menjadikan Pemuda sebagai Job Creator atau Tumbal Kapitalis?

TintaSiyasi.com -- Pemuda memang memiliki banyak kelebihan dalam kehidupan. Jiwa muda identik dengan semangat membara dan pantang menyerah. Potensi dalam dirinya harus banyak di asah agar terampil dan berdaya guna. Salah satunya adalah literasi keuangan digital (fintech) sebagaimana visi negara. 

Pemuda jaman now memang banyak peluang via gadget. Sebut aja trend saat pandemi istilah generasi rebahan, meski mager tetap bisa mendapatkan penghasilan. Jagad medsos banyak diisi kawula muda. Bahkan, akan dibilang kudet jika tidak mempunyai akun media sosial (medsos), seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan sebagainya. 

Tidak dapat dimungkiri, kemajuan zaman yang diiringi kecanggihan teknologi yang terus berkembang menjadikan manusia tidak bisa lepas dari digitalisasi. Berdasarkan laporan We Are Social, pada Januari 2022, jumlah pengguna aktif medsos di Indonesia mencapai 191 juta orang. Jumlah ini meningkat 12,35% dibandingkan tahun sebelumnya (17 juta orang) (rumahmedia.com).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia memiliki visi Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 yakni “Indonesia yang Mandiri, Makmur, Madani, dan menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah terkemuka di dunia". Sebagai langkah untuk mengoptimalkan literasi keuangan, DNKI juga telah menyelenggarakan kegiatan edukasi sebanyak 542 kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan 333 kegiatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Usai pemaparan dari Menko Airlangga, acara Ekon Goes to Campus di UNY dilanjutkan dengan talkshow yang berlangsung interaktif secara luring dan daring dengan jumlah peserta sebanyak lebih dari 350 mahasiswa. Lebih lanjut, menurut Dosen Ratna, literasi keuangan syariah sangat penting karena merupakan salah satu emerging skill dan para pemuda atau mahasiswa sudah harus bisa menjadi penggerak keuangan syariah.

Wakil Rektor Bidang Akademik UNY Prof. Dr. Margana, M.Hum.,M.A. yang memberikan welcoming remarks pada seminar tersebut turut mengatakan bahwa kegiatan seminar yang bertajuk ekonomi syariah ini akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam rangka menumbuhkan kewirausahaan, agar tidak lagi menjadi job seeker tetapi job creator.


Mengenal Dunia Fintech: Latar Belakang, Peluang, dan Harapan Indonesia

Era digital saat ini diwarnai dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru yang memanfaatkan perkembangan teknologi disebut dengan perusahaan rintisan atau startup. Merujuk pada pengertian start up yang umumnya bergerak di bidang teknologi dan informasi di dunia maya atau internet. 

Pergerakan startup di Indonesia dapat dikatakan terus mengalami perkembangan yang pesat. Jenis startup dibedakan menjadi dua, yaitu e-commerce dan financial technology (fintech). E-commerce merupakan perusahaan yang menyediakan platform jual beli online, sementara istilah fintech lebih berpusat pada perusahaan yang melakukan inovasi di bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi modern. E-commerce dengan fintech itu saling bersinergi satu sama lain, di mana e-commerce sebagai platform jual belinya, sementara kehadiran fintech adalah untuk membantu proses dari jual beli tersebut agar dapat bisa diterima oleh masyarakat luas. Dengan adanya fintech, misalnya, cara pembayaran bisa menjadi lebih mudah karena fintech terus berupaya melakukan terobosan-terobosan baru guna melayani perusahaan pada umumnya, dan para individu, khususnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia berada di level 38,03% pada 2019. Meski membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya, tingkat literasi keuangan tersebut masih tergolong rendah.

Indeks literasi keuangan sebesar 38,03% itu menunjukkan, dari setiap 100 jiwa penduduk hanya ada sekitar 38 orang yang memiliki pemahaman tentang lembaga keuangan dan produk jasa keuangan dengan baik. Dengan demikian terdapat 62 jiwa penduduk lainnya yang belum memiliki literasi keuangan. Adapun literasi keuangan yang dimaksud di sini adalah pemahaman mengenai fitur, manfaat, risiko, serta hak dan kewajiban terkait produk dan layanan jasa keuangan. Literasi keuangan juga mengukur tingkat keterampilan, sikap, serta perilaku yang benar dalam menggunakan produk dan layanan jasa keuangan.

Dilansir dari wikipedia, istilah literasi dalam bahasa latin disebut sebagai literatus, yang berarti orang yang belajar. Secara garis besar, literasi sendiri ialah istilah umum yang merujuk pada kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, juga memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan seseorang dalam berbahasa. Selanjutnya, National Institute for Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Education Development Center (EDC) juga turut menjabarkan pengertian dari literasi, yakni kemampuan individu menggunakan potensi yang dimilikinya, dan tidak sebatas kemampuan baca tulis saja.

UNESCO juga menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai literasi ini akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman. Kemudian, di dalam kamus online Merriam-Webster, dijelaskan bahwa literasi adalah kemampuan atau kualitas melek aksara di mana didalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis, dan mengenali serta memahami ide-ide secara visual.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang berliterat. Pemaknaannya tentu lebih luas mencakup kemampuan dan keterampilan dalam menggali ilmu pengetahuan. Perubahan yang besar dalam diri dimulai dari cara berpikir, di mana proses perubahan cara berpikir itu adalah kegiatan berliterasi. Literasi tidak sekadar membaca dan menulis saja tapi menjadi tonggak caturtunggal keterampilan berbahasa. Lebih dari itu perubahan zaman makin masif dan pesat menuntut adaptasi apalagi bagi kita yang tidak melek teknologi, zaman yang sudah sampai di era digitalisasi bahkan sudah sampai ke teknologi robotik. 

Perubahan pola hidup masyarakat pada umumnya sudah masuk ke budaya digital. Menurut data Perusahaan riset Data Reportal "GSMA Intellegence" mengungkapkan jumlah perangkat seluler yang terkoneksi di Indonesia mencapai 370,1 juta pada Januari 2022, meningkat 13 juta atau 3,6 persen dari periode yang sama ditahun sebelumnya. Angka itu jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk indonesia yang mencapai 277,7 juta hingga januari 2022. Data tersebut menunjukkan bahwa pengguna seluler baik itu dalam bentuk smartphone atau tablet di Indonesia setara dengan 133,3 persen dari total populasi pada Januari 2022. Tentunya dapat kita simpulkan menurut fakta yang kita lihat di lingkungan masyarakat bahwa satu orang bisa saja memiliki lebih dari satu smartphone, pengunaannya bisa saja untuk pemakaian pribadi dan khusus kerja atau untuk kepentingan lainnya.

Menurut data Data Reportal juga merinci bahwa jumlah pengguna internet Indonesia 2022 sudah mencapai 204,7 juta orang. Tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 73,7 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. Pengguna internet pasti akan melonjak setiap tahunnya, tren penggunaan internet dikalangan masyarakat semakin meningkat dari kalangan usia, mau muda atau sudah tua pasti punya smartphone dan menjadi pengakses internet yang aktif. 

Harapan negeri ini pada fintech sebenarnya mulai didengungkan pada tahun 2019 sebagai program pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Lalu pada tahun 2021 Indonesia menempati peringkat pertama dalam Cambridge Global Islamic Finance Report 2021 dengan skor tertinggi 83,35. Peringkat kedua dan selanjutnya diikuti oleh Arab Saudi dengan skor 80,67, Malaysia dengan skor 80,01, Iran skor 79,73, dan Pakistan dengan skor 60,23.

Industri jasa keuangan syariah global yang menjadi indikator penilaian meliputi perbankan syariah, pasar modal syariah, takaful dan retakaful, keuangan mikro Islam, dan lainnya seperti kegiatan lain-lain termasuk perusahaan teknologi keuangan Islam. Pada 2021, berbagai faktor telah berkontribusi pada keberhasilan Indonesia dalam menempati peringkat pertama.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, Indonesia berhasil mendapat peringkat pertama karena memiliki sektor keuangan sosial Islam yang paling dinamis di dunia. Upaya BI dalam mendukung pengembangan industri keuangan sosial syariah. Yaitu dengan mendukung kemajuan fintech syariah, serta pembiayaan hijau yang diharapkan dapat mendorong pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals). 

Menurut data, aset keuangan syariah global mencapai 2.941 miliar dolar AS pada 2020, naik 7,61 persen. Rata-rata pertumbuhan sejak 2009 hingga 2020 tercatat 11,38 persen. Sementara rata-rata pertumbuhan pada 2009 hingga 2015 tercatat lebih tinggi yakni 14,84 persen. Namun rata-rata pertumbuhan 2016 hingga 2020 tercatat 6,54 persen.

Menurut Kepala Kantor OJK Regional IV Wilayah Jawa Timur Bambang Mukti Riyadi, pertumbuhan fintech memang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari karena telah merambah pada semua lini masyarakat. Berbagai transaksi keuangan sudah dilakukan secara digital atau cashless, baik berbelanja kebutuhan harian di pasar, alat transportasi, serta kebutuhan pendidikan.

Dalam rangka meningkatkan penetrasi ekonomi dan keuangan syariah, Menko Airlangga selaku Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan termasuk keuangan syariah. Upaya peningkatan inklusi keuangan masih mempunyai kendala terutama literasi keuangan yang belum optimal. OJK tentunya mendorong agar ini bisa ditingkatkan agar angkanya lebih dari 50 persen

Digital skill masyarakat juga masih menunjukan angka 4,51 yang menempatkan pada peringkat 10 di antara negara G20, juga inklusivitas internet juga masih berada di peringkat ke-57 dunia. Izzudin Al Farras, Researcher Center of Digital Economy and SMes INDEF memproyeksikan keuangan digital Indonesia akan lebih meningkat mencapai 146 billion US dolar pada 2025 mendatang, atau setara dengan 9,23 persen PDB Indonesia.  

Maka harapan meningkatkan literasi fintech dan digital itu ada ditangan pemuda. Jika literasi fintech meningkat maka tingkat kepercayaan menggunakannya juga makin besar. Sebagai kawula muda yang melek gadget dan mudah belajar serta cepat beradaptasi. Belum lagi negeri ini dihadapkan pada bonus demografi yang tak pelak lagi terjadi tuntutan dunia kerja untuk kaum muda. Ditengah keterpurukan ekonomi, dunia digital seolah oase harapan yang akan memuaskan jika diolah dan dikuasai. Tapi apakah semudah itu? 


Fintech antara Harapan dan Realita

Menjelang akhir 2022, beberapa perusahaan raksasa digital terpaksa memberhentikan banyak karyawannya. Dalam kurun waktu Oktober—November 2022, beberapa perusahaan teknologi besar, seperti Meta, Twitter, Microsoft, dan lainnya, mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya. 

Pada 10 November, Meta, perusahaan teknologi yang merupakan induk platform media sosial Facebook, mengumumkan bahwa mereka memberhentikan sebanyak 11.000 pekerja atau sekitar 13% total karyawannya. Selain melakukan PHK, perusahaan lain, seperti Intel dan Spotify, juga memangkas biaya operasional perusahaannya.

Badai PHK juga terjadi pada perusahaan digital dan rintisan (startup) di Indonesia. Bahkan, PHK terjadi di perusahaan selevel decacorn, seperti Shopee dan GoTo (Gojek Tokopedia). Shopee dua kali melakukan PHK, sedangkan 1.300 karyawan GoTo turut di-PHK, menyusul kemudian ratusan karyawan perusahaan rintisan pendidikan Ruangguru juga terkena imbas PHK. 

Ancaman resesi ekonomi tahun mendatang membuat beberapa perusahaan terkemuka melakukan PHK karyawan sepanjang 2022. Ada beberapa rintisan besutan anak bangsa yang mencapai tahap decacorn dan unicorn yang memiliki valuasi di atas US$10 miliar atau setara Rp147 triliun. Beberapa mencatatkan valuasi lebih dari USD1 miliar, di antaranya Tokopedia, Traveloka, Blibli, Tiket.com, dan lainnya, mereka juga melakukan PHK sejumlah karyawannya.

Tidak hanya perusahaan rintisan yang baru berdiri, perusahaan lain juga tidak luput dari badai PHK. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai kondisi PHK di berbagai perusahaan teknologi menunjukkan masa sulit akan mulai memasuki bisnis digital tanah air. Ini seiring dengan kondisi global yang bergejolak. 

Dalam perspektif pebisnis, PHK karyawan merupakan salah satu pilihan demi efisiensi perusahaan. Bahkan, kondisi yang sama juga terjadi pada perusahaan digital raksasa, seperti Facebook, Twitter, Microsoft, dan Amazon. Bagi perusahaan digital berstatus rintisan, target untuk berkembang —yang dibarengi sulitnya mendapatkan pendanaan baru— menjadi salah satu faktor dilakukannya efisiensi dengan mengurangi pekerja. 

Beberapa saat yang lalu negeri ini juga melegalkan beberapa pinjol beroperasi, menambah deretan pinjol yang sudah ada. Marak dunia digital memang tampak menyenangkan. Tapi disaat yang sama apakah bahaya penggunaannya juga tidak kasat mata? Bahkan setelah bisnis start up juga banyak yang gulung tikar, dunia fintech apakah akan baik-baik saja?

Pada hal-hal yang tidak jelas seperti ini para pemuda digiring dan difasilitasi dengan gencar untuk berperan. Iming-iming keuntungan dan perbaikan kualitas dan pemulihan ekonomi pun juga disematkan pada perjuangan kaum muda. Sungguh berat jika ini ternyata hanya ambisi semata. Padahal lending fintech sendiri juga semua pihak menginginkan. Tentu saja dari negara- negara Barat seperti AS, China, Inggris dst juga bertebaran mengincar pangsa pasar. 

Belum lagi PHK besar-besaran startup yang terjadi. Menunjukkan dunia digital tidak baik-baik saja bukan? Jika investor, fresh money dan dana simpanan tidak ada bagaimana bisnis itu akan tegak? Tetap menggunakan uang nyata berarti kemunduran dan ketidakpercayaan pada fintech. Tapi fintech juga butuh kucuran dan jaminan dana. Lingkaran setan yang kusut iniah tempat anak muda diarahkan utk bergulat melawan fintech dan pemilik fintech se-dunia. Hanya dengan menguatkan literasi fintech dan digital mampukah? Impian kosong yang sengaja dihembus-hembuskan berbau madu padahal diatas jaring-jaring yang rapuh.

Kepemimpinan formal merupakan kelanjutan dari kepemimpinan kemanusiaan yang dilatih sejak muda. Masa muda adalah masa menempa diri, mentransformasi akal dari “pemuda” menjadi “manusia dewasa”. Kepemimpinan pemuda lebih tepat dimaknai sebagai upaya pemuda untuk menemukan gagasan guna mematangkan akalnya melalui berbagai sarana khas pemuda. 

Dalam tataran praktis, kepemimpinan pemuda ini tampak pada kiprah mereka ikut dalam diskusi tentang berbagai wacana, memberi aspirasi berupa gagasan dan kritik pada isu-isu yang muncul di tengah masyarakat, juga aksi tindak menjalankan solusi atas persoalan. Dalam pendekatan pembangunan, kepemimpinan pemuda adalah pemberdayaan pemuda. Tentu saja, kiprah pemuda saat ini tidak bisa dipisahkan dari arus pembangunan global dan lokal negara. Ibarat ikan, tidak bisa dipisahkan dari kondisi air yang menjadi habitatnya. 

Dalam mewujudkan ambisinya, para kapitalis telah membeli penguasa-penguasa di dunia ketiga yang mayoritas negeri-negeri muslim untuk membuat kebijakan yang melegalkan perampokan SDA dan menguasai SDM sebagai tenaga kerja murah. Langkah penjajahan ekonomi selalu disertai upaya pelemahan politik dan ideologi rakyat suatu negara. 

Dengan skema penjajahan baru inilah, pemuda diposisikan oleh tata dunia kapitalisme sebagai aset untuk mendukung agendanya, yakni mengukuhkan tatanan kapitalisme global di bawah narasi pembangunan dan globalisasi. Arah kepemimpinan pemuda dipandu untuk menguatkan agenda ekonomi dan politik kapitalisme.


Mendudukkan Peran Kepemudaan

Sudah menjadi watak sebuah ideologi untuk menyebarkan idenya ke penjuru dunia. Demikian pula dengan kapitalisme. Paham yang dimotori oleh Amerika ini berupaya masif “menjajahkan” ideologi, tata nilai, budaya, dan perilaku ke berbagai belahan dunia, termasuk negeri-negeri kaum muslim. Cara efektif untuk meniadakan nuansa penjajahan adalah dengan memanfaatkan media.

Tidak kita mungkiri, pada era globalisasi saat ini (teknologi 4.0 dan 5.0), media massa, baik cetak, elektronik, maupun media sosial, mempunyai peran yang sangat vital. Saking vitalnya, hingga ada yang mendudukkan media massa ibarat “angkatan kelima” setelah angkatan darat, laut, udara, dan kepolisian. Meski tanpa senjata, dengan ketajaman penanya, media mampu mengubah dunia, yakni dengan mengubah persepsi yang memengaruhi pemahaman khalayak ramai.

Sayangnya, potret pemuda hari ini banyak yang tersesat dari potensi sejatinya. Lihat saja, di era digital, pemuda yang dikenal sebagai kalangan melek teknologi, justru tidak ubahnya mesin ekonomi kapitalisme dengan munculnya tren startup dan teknologi keuangan, seperti bank digital dan uang digital (cryptocurrency, bitcoin, dan sebagainya). Mereka juga terlibat dalam teknologi sesat dan melalaikan seperti game online, pinjaman online (pinjol), hingga judi online.

Merupakan PR bagi kita untuk membentuk generasi muda yang berindeks kualitas yang baik; generasi yang tidak hanya familier atau mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman, melainkan juga memiliki kepemimpinan dan akhlak yang baik, produktif, serta terampil memanfaatkan potensi untuk menyelesaikan berbagai program di sekitarnya.

Padahal Allah SWT berfirman dalam Surah Adz-Dzariyat [51] ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.

Juga surah Ar-Ruum [30] ayat 30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Oleh karena itu, hendaklah kita tidak berhenti memberikan gambaran pemuda Muslim sejati. Para pemuda terbaik adalah generasi awal Islam. Mereka sebenar-benarnya sosok pahlawan. Kisahnya adalah realitas, bukan sebatas romantika sejarah, alih-alih dongeng fantasi. Mereka adalah para pemuda di zaman Nabi Muhammad SAW. Mereka membersamai Nabi SAW sejak masa belia. Hati mereka dipenuhi cahaya iman sehingga mereka begitu ringan dan rida membela Islam. Mereka para pejuang, garda dan perisai bagi dakwah beliau SAW. Merekalah para sahabat Rasulullah SAW, yang keberadaannya bagai mata air. Aliran jejaknya menghidupkan titik awal tegaknya peradaban Islam yang gemilang.

Hendaklah kita ingat pesan Rasulullah SAW berikut ini, dari Ibnu Abbas Rasulullah SAW bersabda, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim).

Syekh Al-Qaradhawi dalam Wajibu Syababul Muslimul Yaum (1988) menguraikan, ada empat amanah sebagai prioritas pemuda muslim bagi masa depan Islam, yakni pertama, memahami Islam secara integral, kedua, mengamalkan Islam, ketiga, mengajak orang lain berislam (berdakwah), dan keempat memiliki soliditas dan solidaritas.

Tuntutan Islam ini menjadi tanggung jawab negara Islam untuk mengoptimalkan potensi pemuda melalui pembangunan. Landasan pembangunan generasi akan bertumpu pada ideologi Islam, termasuk landasan dalam sistem pendidikan. Output pendidikan Islam akan menghasilkan generasi berkepribadian Islam serta menguasai ilmu dan teknologi yang berguna bagi kehidupan.

Kehidupan Islam akan melahirkan generasi hebat serta mampu tampil menjadi pemimpin peradaban mulia. Dari rahim peradaban Islam lahirlah profil pemuda hebat. Sebut saja kisah Usamah bin Zaid pada usianya yang baru menginjak 18 tahun. Beliau diperintahkan oleh Rasulullah SAW menjadi pemimpin pasukan kaum muslim dalam penaklukan Syam. Lalu kisah heroik sang penakluk Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih yang diangkat menjadi Sultan pada usianya yang masih belia. Begitu pula kisah Zaid bin Tsabit, pada usianya yang baru 13 tahun sudah mampu berjihad dengan gagah berani. Beliau juga diperintahkan untuk mengumpulkan Al-Quran pada usia 21 tahun. 


Kesimpulan

Fintech, bisnis lembaga keuangan berbasis digital yang dikembangkan untuk memudahkan pembayaran. Tahun 2021 Indonesia menempati peringkat pertama dalam Cambridge Global Islamic Finance Report 2021 dengan skor tertinggi yang menjadikannya semakin ingin mendalami dan menguasai fintech. Inilah yang menjadikan negeri ini memetakan apa kebutuhan dan mendaratkan kepercayaannya pada kawula muda yang lekat dengan digitalisasi.

Realitas membuktikan bisnis startup yang melakukan PHK massal. Maka benarkah harapan untuk memulihkan dan penguatan ekonomi bisa digantungkan pada fintech yang notabene menjadikan kaum muda pioner penggeraknya? Tentu saja negeri ini tidak menyadari pula adanya proyek pembajakan generasi muda oleh Barat sebagai agenda utama penjajahan mereka.

Pemuda hanya terarah dan terjaga idealismenya hanya dengan Islam. Dalam sistem Islam dan institusinya. Wallahu a'lam. []


Oleh: Retno Asri Titisari
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar