Indonesia Menjadi Presidensi G20: Prestasi atau Eksploitasi?





TintaSiyasi.com -- Legacy Jokowi luar biasa, layak menjadi sekjen PBB. Begitulah komentar salah satu politikus PDIP yang dikutip CNNIndonesia.com. Pernyataan itu muncul setelah Indonesia terpilih menjadi presidensi G20. Sungguh ironi negara yang katanya menganggap subsidi sebagai beban, ternyata bisa menyelenggarakan acara yang mewah menyambut negara-negara asing yang tergabung dalam KTT G20. Namun, apakah acara tersebut akan membawa dampak baik untuk Indonesia? Atau sebaliknya. Apakah ini mampu disebut sebuah prestasi atau eksploitasi?

Dilansir dari bi.go.id, G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20  merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 lersen PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Acara yang diklaim negara maju merangkul negara berkembang, benarkah faktanya demikian? Atau justru ini adalah momen negara maju menancapkan hegemoninya pada negara berkembang? Hal itu dapat dilihat bagaimana ke depan nasib ekonomi dunia. Akankah negara berkembang makin baik kondisinya atau justru sebaliknya.

Menyelisik di Balik Indonesia Terpilih Menjadi Presidensi G20

Ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam acara G20 tersebut. Pertama, tema presidensi G20 sulit untuk diwujudkan dalam naungan kapitalisme global. Dikutip dari laman bi.go.id, tema Presidensi G20 Indonesia 2022

"Recover Together, Recover Stronger". Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Akan sulit sekali ekonomi negara-negara berkembang bangkit, jika sistem yang diterapkan masih kapitalisme sekuler. Karena hegemoni kapitalisme global tetap menjajah dengan mengatasnamakan kerjasama, investasi, utang, dan undang-undang tawaran mereka yang ditetapkan di negeri-negeri kaum Muslim yang nota bene masih mendapatkan stempel negara berkembang.

Bagaimana mereka bisa bangkit, jika mereka didikte untuk mengeksploitasi kekayaan mereka supaya dikelola oleh kapitalis asing? Bagaimana mereka bisa pilih, jika mereka dipaksa membangun infrastruktur dengan dana utangan yang biayanya fantastis? Bagaimana mereka bisa tumbuh, jika mereka pasar bebas yang dibuka berpotensi mematikan industri dalam negeri? Bagaimana mereka bisa berkembang jika utang yang selama digelontorkan mengandung bunga tinggi yang harus dibayar. Oleh karena itu, sejatinya tema gelaran ini utopis untuk diwujudkan di tengah cengkeraman kapitalisme global merajalela di negeri ini.

Kedua, pembiayaan G20 adalah pemborosan anggaran luar biasa. Dikutip dari tempo.co (15/11/22), penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tingggi KTT G20 Bali, memakan biaya tidak sedikit. Dana yang disedot mencapai Rp674,8 miliar.

Sungguh ini adalah dana yang fantastis, di saat pemerintah baru saja menaikkan harga BBM bersubsidi karena APBN terbebani, ditambah dengan pajak yang makin hari makin mencekik. Namun, di sisi lain, justru pemerintah berpesta pora dalam gelaran G20 yang menghabiskan dana fantastis. 

Memang pemerintah berdalih optimis G20 akan membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Namun, hal itu bisa ditepis dengan banyaknya kebijakan yang makin pro kapitalis daripada rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, alih-alih ekonomi membaik, justru ancaman resesi ekonomi 2023 itu nyata adanya. Sekalipun mereka sudah menyodorkan solusi kebijakan fiskal jika terjadi resesi atau krisis. Namun, itu hanyalah solusi tambal sulam semata. 

Ketiga, presidensi G20 itu hanya jabatan semu. Namun sejatinya, Indonesia tetap dijadikan ladang jajahan yang subur bagi negara-negara maju alias negara kapitalis. Melalui KTT G20 justru makin mudah kapitalisme global menancapkan hegemoninya. Banyak kerja sama yang dilakukan bukan untuk kesejahteraan rakyat, melainkan hanya untuk memenuhi keserakahan para kapitalis semata. 

Keempat, G20 berpotensi menjebak negara-negara berkembang untuk berutang riba. Mereka klaim kesuksesan G20 adalah mengatasi krisis 200. Selain itu, G20 juga mendorong peningkatan kapasitas pinjaman IMF, serta berbagai development banks utama. Jika G20 hanya mampu meningkatkan kapasitas pinjaman pada IMF, sejatinya ini adalah jeratan mematikan ekonomi kapitalisme. Untuk menaklukkan negara tidak dengan senjata, tetapi dengan utang riba, wajar hal ini bisa disebut penjajahan gaya baru (neoimperialisme). 

Kelima, G20 mengokohkan bentuk negara kapitalisme sekuler yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan. G20 mendorong informasi pertukaran pajak. Hal ini mengonfirmasi G20 sejatinya ada untuk menyetir anggotanya masih menarik pajak dan menghapus subsidi secara berkala. Di saat yang sama kapitalisasi sektor publik besar-besaran.

Seharusnya ini yang harus diwaspadai oleh negeri-negeri Muslim jika mengikuti acara-acara yang diinisiasi oleh Barat kapitalis. Tidak akan pernah mereka mampu keluar dari jurang penjajahan kapitalisme jika masih berkelindan terhadap kapitalisme sekuler. Negeri-negeri Muslim akan selamanya terjajah, jika tidak bangkit dengan mabda Islam. Karena hanya dengan ketundukan pada Islam secara kaffah, akan membebaskan umat Islam dari penjajahan kapitalisme global.

Dampak Indonesia Terpilih Menjadi Presidensi G20

Indonesia didaulat menjadi tuan rumah KTT G20, sekaligus terpilih menjadi presidensi G20. Acara ini digadang-gadang dan diharapkan mampu membawa dampak positif terhadap ekonomi Indonesia. Harapannya, akan banyak investor yang datang ke Indonesia menanamkan modalnya. Padahal datangnya investasi di Indonesia tentu tidak cuma-cuma, ada perjanjian yang disepakati agar menguntungkan mereka. Itulah yang patut diwaspadai.

Ada beberapa dampak yang dijadikan catatan soal KTT G20 tersebut. Pertama, dampak ekonomi. Sejatinya perhelatan G20 ini hanya membuat Indonesia makin sulit keluar dari lingkaran kapitalisme global. Sumber daya alamnya dieksploitasi dan dikapitalisasi. Banyak sumber daya alam melimpah bukannya dikelola untuk kesejahteraan rakyat, namun malah dikapitalisasi ke asing. Ekonomi makin sulit, rakyat makin terjepit, lagi-lagi kapitalis serakah memakan ranah publik atas nama investasi dan kerja sama yang telah mereka sepakati.

Kedua, dampak politik, lahirnya berbagai undang-undang, kebijakan yang menguntungkan kapitalis dan merugikan rakyat. Sebagaimana contohnya, UU Ciptaker, UU Omnibus law, UU Minerba, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan lain sebagainya. Undang-undang yang diputuskan seolah-olah menjadi karpet merah untuk mengeksploitasi kekayaan alam dan mencekik rakyat dengan rentetan pajak yang dikeluarkan.

Ketiga, dampak hukum. Potensi lahirnya industri hukum akibat kebijakan yang makin liberal. Keadilan sulit ditegakkan, hukum dijadikan alat untuk memuluskan berbagai kepentingan politik. Selain itu berpotensi lahirnya oligarki dalam pemerintahan di negeri ini. Keempat, dampak lingkungan. Lingkungan rusak berpotensi memunculkan bencana alam dan rakyat jadi korban atas kerusakan yang terjadi. Kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh para kapitalis dalam mengeksploitasi sumber daya alam, namun mereka tidak terjerat untuk mempertanggungjawabkan aksinya karena dilindungi berbagai pasal-pasal yang berpotensi melindungi mereka.

Kelima, dampak sosial. Ketika ekonomi makin sulit, hukum tidak berpihak pada keadilan dan mengakibatkan rusaknya tatanan sosial. Hal tersebut berpotensi melahirkan banyaknya kejahatan dan kriminalitas, baik kejahatan yang berbalut politik atau yang murni dilakukan oleh rakyat karena himpitan ekonomi. Keenam, dampak keuangan. Acara yang menelan uang miliaran rupiah ini hanya pemborosan anggaran, korelasi untuk rakyat itu jauh. Paling banter dampaknya hanya menarik investor, ketika investor tertarik ke Indonesia itu hanya menguntungkan para kapitalis. Lagi-lagi rakyat hanya jadi korban dan menonton kemewahan acara tersebut.

Sejatinya banyak yang melihat perhelatan ini sebagai bentuk ironi di negeri ini. Di kala penguasa berpesta pora dengan kemewahan, padahal masih banyak rakyatnya yang kesusahan. Jangankan bermewah-mewah, untuk makan saja mereka kesusahan. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa menolak menjadi tuan rumah karena kondisi rakyat masih kesusahan dan alokasi dana bisa diberikan untuk rakyat. Namun, hal itu seolah-olah tidak mungkin terjadi, karena negeri ini sudah terjebak dalam perangkap kapitalisme global.

Strategi Politik Luar Negeri di Dalam Pandangan Islam

Islam bukan hanya agama ritual, namun sebuah ideologi. Islam mampu menunjukkan keunggulannya ketika diterapkan sistem aturannya dalam segala aspek kehidupan. Islam memiliki sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah Islamiah. Khilafah mengatur politik dalam negeri dan luar negeri sesuai ketentuan syariat. 

Dalam Islam ada pengaturan politik luar negeri dan dalam negeri. Segala bentuk perpolitikan dalam sistem pemerintahan Islam diatur berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Dalam mengatur urusan dalam negerinya, Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam mengatur dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. 

Sebagi contoh dalam aspek ekonomi, Islam melarang swastanisasi ranah publik. Dalam sebuah hadis dinyatakan, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hal tersebut dijadikan landasan sumber daya alam harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat, haram diserahkan kepada swasta asing, apalagi negara penjajah. Bayangkan jika kekayaan alam Indonesia dari ladang minyak, ladang emas di Papua dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat, tentunya tidak ada rakyat yang tidak bisa makan dan semua bisa diayomi dengan baik oleh negara. 

Dalam bidang politik, hukum, pendidikan, keamanan, kesehatan, dan sebagainya pemerintah Islam menerapkan aturan yang diambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Aturan dikatakan adil jika diputuskan berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun, jika keputusan diambil bukan berdasarkan Islam, telah nyata negara tersebut telah menyeleweng dari jalan Islam.

Dalam politik luar negeri, yang menjadi titik terpenting adalah risalah Islam ke penjuru dunia. Sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah tugas utamanya adalah dakwah dan menegakkan hukum Islam. Hukum Islam ditegakkan semata-mata untuk amar makruf nahi mungkar. Begitu juga ketika mengemban Islam ke seluruh dunia, tujuan utamanya adalah dakwah dan jihad. Dakwah menyebarkan risalah Islam, jihad untuk menghadapi penguasa zalim dan menegakkan keadilan padanya. 

Dikutip dari Budi Mulyana dalam laman mtaufiknt.wordpress.com, Islam telah membagi dunia ini atas dua katagori, yaitu Darul Islam dan darul kufur (dâr al-harb). Darul Islam adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya diterapkan sistem hukum Islam dan sistem keamanan Islam. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya diterapkan sistem hukum kufur dan sistem keamanan bukan Islam, meskipun mayoritas penduduknya adalah Muslim (Lihat: Mitsâq al-Ummah). Dasar pembagian ini adalah hadis Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Sulaiman bin Buraidah r.a:

«أُدْعُهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَأَقْبِلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ اِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِيْنَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوْا ذَلِكَ فَلَهُمْ ماَ لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِيْنَ»

Serulah mereka ke jalan Islam. Apabila mereka menyambutnya, terimalah mereka dan hentikanlah peperangan atas mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka (yang merupakan darul kufr) ke Darul Muhajirin (Darul Islam yang berpusat di Madinah). Beritahulah pada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan semua itu, mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang di dapatkan oleh kaum Muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban Muhajirin.

Hadis ini adalah sebuah nash yang mensyaratkan keharusan berpindah ke Darul Muhajirin agar mereka memperoleh hak dan kewajiban yang sama dengan hak dan kewajiban warga Darul Muhajirin. Darul Muhajirin adalah Darul Islam, sedangkan selainnya adalah Darul Harb. Karena itulah, orang-orang yang telah masuk Islam diminta berhijrah ke Darul Islam, agar diterapkan atas mereka hukum-hukum Darul Islam; dan apabila mereka tidak berpindah maka hukum-hukum Darul Islam tidak bisa diterapkan atas mereka, dengan kata lain yang diterapkan adalah hukum-hukum darul kufur.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Seharusnya ini yang harus diwaspadai oleh negeri-negeri Muslim jika mengikuti acara-acara yang diinisiasi oleh Barat kapitalis. Tidak akan pernah mereka mampu keluar dari jurang penjajahan kapitalisme jika masih berkelindan terhadap kapitalisme sekuler. Negeri-negeri Muslim akan selamanya terjajah, jika tidak bangkit dengan mabda Islam. Karena hanya dengan ketundukan pada Islam secara kaffah, akan membebaskan umat Islam dari penjajahan kapitalisme global.

Sejatinya banyak yang melihat perhelatan ini sebagai bentuk ironi di negeri ini. Di kala penguasa berpesta pora dengan kemewahan, padahal masih banyak rakyatnya yang kesusahan. Jangankan bermewah-mewah, untuk makan saja mereka kesusahan. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa menolak menjadi tuan rumah karena kondisi rakyat masih kesusahan dan alokasi dana bisa diberikan untuk rakyat. Namun, hal itu seolah-olah tidak mungkin terjadi, karena negeri ini sudah terjebak dalam perangkap kapitalisme global.

Dalam politik luar negeri, yang menjadi titik terpenting adalah risalah Islam ke penjuru dunia. Sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah tugas utamanya adalah dakwah dan menegakkan hukum Islam. Hukum Islam ditegakkan semata-mata untuk amar makruf nahi mungkar. Begitu juga ketika mengemban Islam ke seluruh dunia, tujuan utamanya adalah dakwah dan jihad. Dakwah menyebarkan risalah Islam, jihad untuk menghadapi penguasa zalim dan menegakkan keadilan padanya. 

#Lamrad
#LiveOpperessedOrRiseUpAgainst

Oleh: Ika Mawarningtyas
Dosol Uniol 4.0 Diponogoro dan Direktur Mutiara Umat Institute

MATERI KULIAH ONLINE
UNIOL 4.0 DIPONOROGO
Rabu, 16 November 2022
Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum

Posting Komentar

0 Komentar