Kalau Umat Islam Memimpin Teknologi, maka Akan Membebaskan Dunia dari Penjajahan


TintaSiyasi.com -- Ditanya seberapa penting umat Islam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, Cendekiawan Muslim Prof. Dr. -Ing Fahmi Amhar angkat bicara, "Kalau umat Islam leading atau memimpin teknologi, maka ia akan membebaskan dunia dari penjajahan," tutur Prof. Fahmi, sapaan akrabnya dalam Milad Leadership Forum 1444 Hijriah, Sabtu, 8 Oktober 2022 via daring.  

"Bagaimana caranya efektif dakwah? Maka, sangat efektif jika memiliki ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan jika tidak dipegang oleh umat Islam itu cenderung menjajah. Sementara, umat Islam tidak memegang kendali teknologi cenderung terjajah," jelas Prof. Fahmi menambahkan.

Ia menjelaskan, ada satu pepatah, ilmu pengetahuan dan teknologi itu membuat jadi mudah, dan agama itu memberikan arah. Mengapa Islam mampu memberikan arah pada ilmu pengetahuan dan teknologi? Prof. Fahmi mengisahkan, sebenarnya, di Timur Tengah itu tempat persemaian peradaban, peradaban paling kuno bukan muncul di Sumeria, tetapi Irak, Mesir, Arab, Babilonia, Palestina, sekitar Yunani, dan lain-lain tetapi arahnya berhamburan. 

"Kemudian Rasulullah Muhammad SAW memberikan peradaban yang berbeda. Surah yang muncul adalah iqro, surah Al-Alaq, yaitu bacalah. Membaca itu adalah salah satu yang esensial dalam ilmu pengetahuan. Orang yang mengaku berilmu tetapi tidak bisa membaca itu dipertanyakan," kata Prof. Fahmi.

Ia memaparkan, Islam itu sejak hari pertama, sudah menyinergikan bahwa amal ilmu pengetahuan itu bersandar dengan keimanan. Ilmu pengetahuan itu digunakan dengan kalimat Allah Yang Maha Menciptakan. Yang kedua, Islam memberikan arah. "Manusia hidup itu untuk apa? Maka Islam memberikan arah, yakni tidaklah diciptakan manusia kecuali untuk taat kepada-Ku, terjemahan Adz-Zariyat ayat 36," jelasnya.

Prof. Fahmi menjelaskan, kalau ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk taat dan takwa kepada Allah, maka itu tidak ada gunanya. "Memang kita melihat, ilmu pengetahuan dipakai untuk menjajah, untuk memanipulasi kekayaan alam, sehingga hanya menjadi milik segelintir orang saja," katanya.

Ketiga, Islam memberikan arah, umat Islam itu harus seperti apa? "Jadi, penonton atau pelaku. Maka, khuntum khoiri ummah, kalian adalah umat terbaik yang dihadirkan di tengah manusia untuk mengiring kemakrufan, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah SWT," paparnya.

Keempat, misi yang diberikan pada umat Islam lewat Rasulullah Muhammad SAW, yaitu uswatun hasanah. "Jadi, umat Islam itu misinya menjadikan Islam rahmattanlil'alamin. Dan misi ini sekaligus menjadi jawaban untuk manusia menguasai teknologi," katanya.

Tidak Cukup 

Tidak cukup hanya memberikan arah, tetapi Prof. Fahmi menegaskan, Rasulullah Muhammad SAW juga mendukung lahirnya para ilmuwan. "Ini yang pertama Islam dan Rasulullah memberikan arah, tetapi tidak cukup itu. Walaupun Rasulullah bukan ilmuwan, bukan profesor, seorang Nabi yang tidak pandai membaca, tetapi Nabi mengatakan, yang terbaik di antara kalian adalah yang mengajar, kalau tidak mengajak ya yang belajar, maka yang memberi fasilitas agar orang belajar, kalau yang tidak sanggup memberi fasilitas, maka itu yang mendukung yang belajar. Dan janganlah jadi orang yang kelima, orang yang menghalangi orang yang belajar," paparnya.

Bagaimana cara Rasulullah Muhammad SAW melahirkan para ilmuwan? "Seorang Rasulullah itu, meskipun dia sendiri bukan ilmuwan, tetapi Rasulullah ini memimpin agar para ilmuwan-ilmuwan ini muncul untuk peradaban dunia," kata Prof. Fahmi menjelaskan.

Ia menjelaskan, ada beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, Rasulullah menghapus profesi yang tidak memiliki dalil, yaitu profesi perdukunan. "Barang siapa datang pada dukun, kemudian membenarkan ucapannya, maka shalatnya ditolak 40 hari." H.R. Bukhari. 

Kedua, dorongan untuk berbuat yang rasional. Al-Qur'an menyindir orang-orang jahiliah agar manusia mengikuti Rasulullah, tetapi ada manusia membantah dengan mengatakan, "Kami hanya mengikuti apa yang diwariskan nenek moyang kami." "Warisan nenek moyang kami itu harga mati. Nah, itu ditolak oleh Al-Qur'an, apakah kalian akan ikut juga nenek moyang kalian, padahal mereka bukan orang yang mendapatkan petunjuk?" katanya.

Ketiga, Rasulullah itu menghargai eksperimen. Ia menjelaskan, ketika Rasulullah datang ke Madinah, belum ada yang berprofesi sebagai petani, hampir kebanyakan berdagang. Sampai Rasulullah SAW belum melihat ada orang yang tahu bagaimana cara menyerbukan pohon kurma. Begitu ada orang yang menyerbukan pohon kurma, Rasulullah bertanya. Pada saat mereka menyangka ditegur pada saat itu, sehingga mereka tidak melakukan penyerbukan lagi. Beberapa waktu kemudian, pohon kurma tidak berbunga, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa demikian? Rasulullah SAW menjawab, kalian lebih tahu urusan dunia kalian. Soal teknologi Nabi menyerahkan pada umatnya.

Keempat, terakhir, Rasulullah itu memerintahkan mengambil manfaat dari mana pun yang berkaitan dengan teknologi. "Hikmah itu ilmu di luar wahyu itu ternak milik orang Mukmin yang sedang hilang, di mana pun kalian mendapatkannya, maka ambilah. Walhasil, umat Islam didorong ke Mesir belajar astronomi, ke Yunani untuk belajar kedokteran, ke Yaman belajar senjata, bahkan ada yang sampai ke China untuk membuat teknik membuat kertas. Padahal, di negeri-negeri itu belum ada Islam," kata Prof. Fahmi.

Ia menjelaskan, mereka ke sana berdakwah menyampaikan Islam dan mengambil teknologi yang ada di sana. "Dan pada saat itu ketika pulang dari China bukan jadi importir kertas, tetapi pulang tahu cara membuat kertas, sampai ke inti teknologinya. Kertas di China ditemukan abad kedua Masehi. Kalau di China buat kertas dengan bambu, akhirnya dia modifikasi buat kertas dengan pelepah kurma. Walhasil musaf Utsmani bisa ditulis di atas kertas buatan umat Islam. Ini luar biasa," jelasnya.

Pada saat itu, Prof. Fahmi melanjutkan, banyak tahanan perang yang diminta mengajari umat Islam agar bisa mengajari umat Islam membaca. Selain itu, orang kaya didorong untuk menyedekahkan hartanya untuk membiayai para ilmuwan untuk mencari ilmu di negeri lain. "Bisa jadi, sekarang wakaf itu tidak hanya untuk pondok pesantren, tetapi bisa dengan laboratorium atau observatorium," pungkasnya.[] Ika Mawarningtyas 


Posting Komentar

0 Komentar