Sinyal Harga BBM Bersubsidi Naik: Inikah Bukti Rezim Kapitalisme Makin Zalim?

TintaSiyasi.com -- Ada sinyal kuat pemerintah akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi. Sumber CNBC Indonesia (30/8/2022), menyebut pemerintah akan mengerek harga bensin subsidi pada bulan depan, tepatnya 1 September 2022 dengan kemungkinan kenaikan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina berada di bawah Rp 10.000 per liter dengan range kenaikan Rp 1.000 sampai Rp 2.500 dari harga yang saat ini Rp 7.650 per liter.

Dari pihak pemerintah sendiri masih berkelit menghadapi pertanyaan publik. Dilansir dari CNBC Indonesia (27/8/2022), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan belum akan mengumumkan kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar Subsidi pekan ini, pemerintah masih harus menghitung detil penyesuaian harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini.

Alasan pemerintah dari tahun ke tahun setiap ingin menaikkan harga, baik BBM, tarif listrik, pajak, dan lain-lain dengan beralasan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sudah menjadi watak rezim kapitalisme, pengurusan terhadap urusan rakyat dianggap sebagai beban. Kemudian berdalih agar berlepas tanggung jawab dengan mengucurkan tambahan dana bantuan, meskipun selama ini tak pernah beres dari persoalan salah sasaran. Ini seolah memberikan permen pemanis mulut setelah dipaksa menenggak racun.

Sinyal kenaikan BBM bersubsidi makin kuat saat pemerintah akan mengalokasikan dana tambahan bantalan sosial menjadi Rp 24,17 trilun untuk 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat. Adapun bantuan yang diberikan nantinya berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga subsidi gaji dan subsidi dari Pemerintah Daerah (Pemda). Masyarakat mensinyalir tambahan bantalan sosial ini sebagai upaya memuluskan rencana kenaikan BBM bersubsidi. Padahal, efek domino kenaikan BBM dipastikan akan semakin memberatkan beban rakyat. Rezim kapitalisme tiada hentinya menebar kezaliman terhadap rakyat.


Rezim Kapitalisme Tidak Mampu Meriayah Makin Menzalimi Rakyat

Beban rakyat yang menghimpit di saat hidup dalam kapitalisme bukan sekadar menghadapi kenaikan BBM saja. Dengan alasan yang selalu diulang entah itu APBN defisit, BUMN merugi, dan berbagai alasan lainnya, pemerintah telah memuluskan jalan menaikkan pajak, tarif listrik, iuran BPJS, dan lain-lain. Belum lagi rakyat tidak pernah berhenti pula menghadapi harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi di pasaran.

Jika benar para pemangku kekuasaan memikirkan nasib rakyat, berbagai persoalan defisit anggaran tak seharusnya selalu dibebankan kepada rakyat. Sementara rakyat nyata melihat bagaimana rezim kapitalisme halal mencekik rakyat atas nama anggaran defisit, namun berlaku foya-foya untuk memastikan kesejahteraan para pejabatnya. 

Coba kita intip besaran gaji para pejabat Pertamina di tahun 2020 saat berdampak Covid-19, kompensasi direksi dan komisaris ditetapkan sebesar USD 38,89 juta atau sekitar Rp565,06 miliar dengan kurs Rp14.529. Direksi mendapatkan USD 27,83 juta atau Rp 404,31 miliar, sedangkan komisaris memperoleh USD 11,06 juta atau Rp160,75 miliar. Gaji di atas dihitung per tahun. Pada tahun tersebut, Pertamina memiliki enam jajaran direksi termasuk direktur utamanya. Apabila gaji mereka dianggap rata, direktur utama diperkirakan memperoleh Rp67,38 miliar per tahun atau Rp5,61 miliar per bulan. Nilai tersebut belum memperhitungkan jabatan lain seperti vice president dan senior vice president (yoursay.suara.com, 31/5/2022).

Cara rezim kapitalisme mencekik rakyat, namun sibuk memperkaya diri adalah akibat dari penerapan kapitalisme itu sendiri. Kapitalisme telah menghalalkan liberalisasi berbagai sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat banyak, termasuk migas. Negara enggan mengelolasecara mandiri, dan menyerahkannya kepada korporasi. Alhasil, penerimaan pendapatan negara dari pengelolaan sumber daya alam hanya sebagian kecil saja.

Kapitalisme inilah akar persoalan ketidakmampuan negara meriayah setiap urusan rakyatnya. Menghalalkan para kapitalis menguasai berbagai sumber kekayaan alam, dan negara mencukupkan dengan hasil yang sedikit. Selanjutnya pendapatan negara hanya bertumpa pada pajak dan utang. Sehingga wajar rezim kapitalisme tak akan pernah mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya. Apalagi paradigma yang dibangun dalam sistem kapitalis ini terhadap rakyatnya hanya untung dan rugi, bukan tanggung jawab meriayah setiap urusan rakyatnya.

Bahkan, penguasa dalam kapitalisme ini tak memiliki cita-cita mensejahterakan setiap warga negaranya per individu. Tambahan kucuran dana bantuan yang hanya menyentuh sebagian kecil rakyat Indonesia dianggap cukup untuk berlepas tanggung jawab atas nasib seluruh rakyat. Para pejabat fasih dalam berdalih.

Dilansir dari Kompas.com (30/8/2022), Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan, pemerintah di berbagai negara tak ingin ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), demikian juga pemerintah Indonesia. Ia juga menyebut pemerintah sudah menyiapkan tambahan kucuran dana bantuan, penambahan anggaran bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun itu merupakan wujud perlindungan pemerintah kepada kelompok ekonomi rentan.

Pernyataan salah satu pejabat negara di atas membuktikan keberlepasan tanggung jawab dan minim empati atas nasib rakyat. Tak ada upaya memberi solusi hakiki untuk melepaskan rakyat dari himpitan kemiskinan. Rakyat sudah sangat menderita dengan berbagai harga bahan pokok yang terus melambung tinggi, apalagi ketika harus menghadapi kenaikan BBM bersubsidi.

Berbagai alasan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tidak dapat dibenarkan. Minimnya pendapatan negara yang berujung pada defisit anggaran adalah ulah dari penerapan kapitalisme. Akar persoalan utama ada pada penerapan kapitalisme yang melegalkan liberalisasi migas untuk dikuasai segelintir kapitalis. Rezim kapitalisme nyata berlepas tanggung jawab atas nasib rakyatnya. Rezim kapitalisme bukan hanya tidak mampu meriayah setiap urusan rakyatnya. Rezim kapitalisme telah nyata makin menzalimi rakyat.


Dampak Kenaikan BBM Bersubsidi bagi Rakyat

Dampak kenaikan BBM memberi efek domino negatif bagi kelangsungan kehidupan rakyat secara keseluruhan. Rakyat akan menghadapi berbagai macam kenaikan barang dan jasa. Ini akan menambah penderitaan rakyat yang semakin dalam dan jurang kemiskinan akan semakin melebar.

Tambahan kucuran dana bantuan sebesar 24,17 triliun bagi 20,65 juta jiwa penduduk miskin Indonesia tidak akan mampu menjadi solusi atas rencana kenaikan BBM bersubsidi. Meskipun Badan Pusat Statistik menyatakan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021. Yang menjadi poin utama kita kritisi adalah standar kemiskinannya.

Badan Pusat Statistik mencatat, Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp131.014,00 (25,92 persen).

Berdasarkan data di atas, benarkah bagi individu rakyat yang memiliki penghasilan sedikit di atas garis kemiskinan berarti sudah tidak tercatat sebagai penduduk miskin. Padahal, secara realitasnya besaran nilai tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan individu secara baik untuk kebutuhan pokok, makan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, tarif listrik, air, dan lain-lain.

Sungguh, efek domino dari kenaikan BBM tidak dapat diatasi hanya dengan sekadar memberi tambahan dana bantuan yang jumlahnya tidak sebanding dan penerimanya sangat terbatas. Bahkan, sudah menjadi persoalan lama yang belum juga terselesaikan bahwa dana bantuan sosial tidak tepat sasaran.

Jika pemerintah tetap bersikukuh untuk melanjutkan menaikkan BBM bersubsidi kali ini, dapat dipastikan akan menambah jumlah rakyat miskin, akibat ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Menambah penderitaan rakyat semakin dalam. Keadaan ini dapat memicu angka kriminalitas makin meningkat. Lagi-lagi kesejahteraan yang diidam-idamkan rakyat makin jauh dari jangkauan.

Dengan berbagai alasan apapun yang dikemukakan pemerintah demi menaikkan BBM bersubsidi ini, rakyat harus berani bersuara untuk menolaknya. Rakyat harus memahami bahwa alasan apapun dari pemerintah, baik persoalan subsidi tidak tepat sasaran, subsidi membebani APBN, ataupun tambahan kucuran dana bantuan, hanyalah wujud pemerintah berlepas tanggung jawab atas kewajibannya memenuhi kebutuhan rakyat memberikan BBM yang murah dan terjangkau bagi rakyat.

Dampak atau efek domino kenaikan BBM bersubsidi sudah pasti akan berpengaruh terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa. Tambahan kucuran dana bantuan senilai 24,17 triliun bagi 20,65 juta penduduk tidak akan mampu meringankan penderitaan dan akan semakin menambah jumlah kemiskinan. Terlebih dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas. Alhasil, kesejahteraan semakin jauh dari jangkauan.


Strategi Ampuh Menyediakan BBM Murah bagi Rakyat

Tak ada jalan lain, ketika benar ingin merubah nasib rakyat maka harus merubah paradigma kapitalisme yang menjadi akar persoalannya. Dimulai dari pengaturan kepemilikan kekayaan. Islam memberi aturan dan batasan yang jelas. Islam tidak menghalangi setiap individu memperkaya diri sendiri, namun harus tunduk kepada ketetapan syariat atas harta mana saja yang diperbolehkan untuk dikuasai individu.

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam mewajibkan segala sesuatu yang itu mampu menguasai hajat hidup rakyat banyak, maka harus dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ini jelas bahwa Islam mengharamkan di antaranya minyak dan gas bumi untuk diliberalisasi, pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada segelintir kapitalis. Tidak ada celah bagi pemerintah untuk menetapkan undang-undang yang menghalalkan penguasaan individu atas kekayaan alam yang menguasai hajat hidup rakyat banyak. Negara memiliki kewajiban mengelolanya, dan mendistribusikan kepada rakyat dengan harga murah bahkan gratis. 

Ketika kekayaan alam yang telah Allah SWT anugerahkan bagi negeri-negeri Muslim dikelola sesuai syariat-Nya, tidak ada alasan bagi negara untuk kekurangan anggaran pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Negara tidak hanya mampu memberi subsidi, tapi bahkan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyat dan berbagai fasilitas pelayanan yang terjangkau, murah, dan bahkan gratis. Kesejahteraan bukan lagi mimpi panjang yang tidak mungkin tercapai.

Namun, penerapan sistem ekonomi Islam tidak mampu ditopang oleh keserakahan kapitalisme global. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah di tengah kehidupan, mengatur di setiap lini kehidupan, sistem ekonomi Islam dapat menopang kesejahteraan rakyat per individu. 

Sudah saatnya rezim kapitalisme menghentikan kezalimannya. Ingatlah pesan Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Jadi, satu-satunya jalan bagi rakyat untuk dapat berlepas dari kezaliman rezim kapitalisme adalah dengan menuntut untuk mencampakkan kapitalisme yang nyata memberikan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat. Dan menggantinya dengan menerapkan Islam di semua lini kehidupan, demi memperoleh keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar