Jangan Selipkan Insyaallah dalam Doa


TintaSiyasi.com -- Kadang kita mendengar ada yang mengucap dalam konteks doa: "insyallah barokah" atau "semoga selamat insyallah" atau "insyallah kamu akan lulus nak" dan sebagainya. 

Yang benar tidak perlu menambahkan kata "insyallah" (jika Allah berkehendak) dalam doa, melainkan hendaknya dengan redaksi yang optimis dikabulkan. Yaitu tanpa menambahi lafazh "insyallah" atau tanpa menggantungkan pengabulan doa kepada kehendak Allah. Meskipun tentu dikabulkan atau tidaknya sudah pasti adalah atas kehendak Allah SWT. 

Misal dengan mengatakan: Semoga Allah memberkatimu, semoga Allah memberimu keselamatan, semoga Allah memberi keberhasilan nak, dan sebagainya.

لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لاَ مُكْرِهَ لَهُ

"Jangan seseorang dari kalian mengucapkan: ya Allah ampunilah aku jika Engkau mau; ya Allah rahmati aku jika Engkau mau. Tapi hendaklah ia membulatkan tekad (optimis) dalam berdoa, karena sungguh tidak ada yang dapat memaksa-Nya" (HR. Al Bukhari).

Al Imam Zainuddin Al Iroqi Asy Syafi'i menjelaskan hadis tersebut dengan mengatakan:

ﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺁﺩاﺏ اﻟﺪﻋﺎء ﻋﺰﻡ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻭﻫﻮ اﻟﺠﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻘﻄﻊ ﺑﻬﺎ ﻭاﻟﺠﺰﻡ ﻟﻬﺎ ﻓﻼ ﻳﻌﻠﻖ ﺫﻟﻚ ﺑﻤﺸﻴﺌﺔ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ... 

Dari hadis tersebut bahwa di antara adab dalam berdoa adalah membulatkan tekad dalam meminta yakni bersungguh-sungguh dalam meminta dan dengan bentuk yang tegas, maka janganlah menggantungkan permintaan tersebut kepada kehendak Allah.

ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻣﻌﻨﻰ ﻋﺰﻡ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺣﺴﻦ اﻟﻈﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ اﻹﺟﺎﺑﺔ ﺣﻜﺎﻩ اﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻣﺴﻠﻢ.

Sebagian ulama berpendapat bahwa makna dari membulatkan tekad dalam doa adalah berhusnuzhzhan bahwa Allah SWT akan mengabulkan doanya, sebagaimana diceritakan oleh imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim.

ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺳﺒﺐ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻓﻴﻪ ﺻﻮﺭﺓ اﻻﺳﺘﻐﻨﺎء ﻋﻦ اﻟﻤﻄﻠﻮﺏ ﻣﻨﻪ ﻭاﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﻫﻮ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ.

Sebagian ulama berpendapat bahwa alasan dari larangan tersebut (larangan menggantungkan doa pada kehendak Allah) adalah karena itu merupakan bentuk ketidak-butuhan terhadap pihak yang dimintai, namun pendapat yang muktamad adalah yang ada dalam hadis tersebut. []


Oleh: Ustaz Azizi Fathoni
Ulama Aswaja

Posting Komentar

0 Komentar