Korupsi Marak dalam Demokrasi: Inikah Hidden Agenda dalam Kapitalisme Sekuler?


TintaSiyasi.com -- Kasus korupsi seolah-olah tak ada habisnya terjadi di negeri ini. Ada korupsi gurem, kecil, sedang, besar, dan kakap. Terkadang aneh saja, perilakunya dibenci hukum, dianggap musuh bersama, tetapi pelakunya terus bertambah. 

Bahkan, ada beberapa kasus korupsi yang tak ada titik terang, karena tersangkanya hilang. Sebagaimana Harun Masiku, sejak ditetapkan sebagai kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 sejak Januari 2020, Harun Masiku tak kunjung tertangkap.

Dikutip dari katadata.co.id (8/2/2022), ada delapan contoh kasus korupsi di Indonesia: Pertama, PT Asabri. Kasus yang dilakukan oleh PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), menjadi yang terbesar di Indonesia. 

Mengutip rri.co.id, jumlah kerugian kasus dugaan pengelolaan dana investasi periode 2012 sampai 2019 PT Asabri mencapai Rp23,74 triliun. Data ini berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Kasus Asabri membuat 7 terdakwa dituntut 10 tahun penjara sampai hukuman mati. Selain itu uang pengganti kerugian untuk negara mencapai belasan triliun rupiah.

Kedua, Jiwasraya. Kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencapai Rp13,7 triliun rupiah. Jiwasraya menjadi sorotan setelah gagal bayar polis kepada nasabah sebesar Rp12,4 triliun rupiah. Produk asuransi jiwa dan investasi ini merupakan hasil kerja sama dengan beberapa bank, berperan sebagai agen penjual. Tahun 2019, Kejaksaan Agung menetapkan 5 orang sebagai tersangka. 

Ketiga, Bank Century. Kasus bank Century ramai di tahun 2014. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian negara mencapai Rp6,76 triliun, berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP). Selain itu kerugian negara yang lain mencapai Rp689.394 miliar, untuk pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century.

Keempat, Pelindo II. Kerugian negara karena empat kasus PT Pelindo II diperkirakan mencapai Rp6 triliun, menurut BPK. Kasus dugaan korupsi ini antara lain pembangunan pelabuhan New Kalibaru, pengelolaan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Global Bond Pelindo II, dan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT). 

Kelima, Kotawaringin Timur. Kasus korupsi Kotawaringin Timur merugikan negara mencapai Rp5,8 triliun. Kerugian negara dihitung dari kegiatan pertambangan, kerugian hutan, kerusakan lingkungan, dan eksplorasi pertambangan bauksit. Kasus ini terjadi ketika Supian diangkat menjadi Bupati Kotawaringin Timur, periode 2010-2015.

Keenam, kasus BLBI. BPK menemukan kerugian negara terhadap kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) sebesar Rp4,58 triliun. Jumlah perhitungan kerugian negara lebih besar, jika dibandingkan dengan perkiraan KPK sebesar Rp3,7 triliun. 

Ketujuh, E-KTP. Kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP merugikan negara senilai Rp2,3 triliun dari total nilai proyek Rp5,9 triliun. Kasus korupsi e-KTP terjadi di tahun 2011 dan 2012. KPK enetapkan beberapa orang menetapkan tersangka korupsi dari pejabat Kementrian Dalam Negeri dan petinggi DPR seperti Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya Novanto. 

Kedelapan, Hambalang. Total kerugian negara kasus Hambalang mencapai Rp706 miliar. Data tersebut dari hasil investigasi BPK di tahun 2012 dan 2013. Kasus Hambalang melibatkan Menteri Pemuda Olahraga Andi Mallarangen, anggota DPR Ignatius Mulyono, Kepala Pertanahan Nasional Joyo Winoto, Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Itu baru delapan kasus terbesar, banyak di akar rumput yang lebih kecil jumlahnya dan menjamur. Oleh karena itu, korupsi yang terjadi ini bukan masalah sepele, tetapi terjadi secara sistematis dan terstruktur. Selain itu, korupsi tidak mungkin dilakukan sendirian, bisa jadi rombongan sesuai mereka yang punya kepentingan. 

Sungguh ironis, ketika rakyat golong koming memenuhi kebutuhan hidupnya, uang yang seharusnya diberdayakan untuk rakyat dinikmati segelintir orang. Inilah yang seolah-olah membuat korupsi adalah hidden agenda demokrasi kapitalisme dalam merampas harta rakyatnya, apalagi dilakukan secara sistematis.

Mengungkap di Balik Maraknya Korupsi dalam Sistem Demokrasi Kapitalis Sekuler

Korupsi atau rasuah atau mencuri adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Seringnya korupsi dilakukan secara berkelompok, tidak sendirian. Oleh karenanya, korupsi ini sangat berbahaya dan merugikan banyak pihak.

Korupsi bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, sifat rakus dan tamak yang ada dalam diri manusia. Mereka sudah mendapatkan gaji dan tunjangan fantastis, tetapi hal itu masih membuatnya tidak puas dan mendorongnya untuk korupsi. Rakus ini dipicu oleh lemahnya akidah umat, menjabat bukan untuk menjalankan amanah, tetapi untuk memperkaya dirinya sendiri. Sehingga sifat serakah ini mendominasi dirinya dan membuatnya menghalalkan segala cara demi memenuhi kepentingan golongannya.

Kedua, budaya. Ada sebagian orang menganggap rasuah adalah hal biasa dan harus dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan. Oleh karenanya, untuk menghentikan budaya korupsi perlu dilakukan dengan aturan yang sistematis. Korupsi seolah menjadi budaya dari hulu hingga hilir. Pengungkapan kasus korupsi bukan berdasarkan penegakan hukum yang benar, justru kasus korupsi dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politiknya. 

Ketiga, balik modal dan cari modal. Sudah menjadi rahasia umum politik demokrasi itu sangat mahal dan membutuhkan banyak anggaran. Dari kampanye, pemberian hadiah saat kampanye, dan sebagainya. Diduga kuat korupsi dilakukan karena tuntutan para politisi untuk mengembalikan modal dan cari modal untuk kampanye di periode selanjutnya. Nihilnya integritas politisi hari ini membuat rakyat sudah apatis, alias siapa saja pemimpinnya kehidupan sama saja dan makin susah. Oleh karenanya, ada sebagian yang masih pragmatis mau memilih jika ada uang pelicin. 

Keempat, integritas politisi rendah. Hasil didikan demokrasi kapitalisme telah menciptakan politisi-politisi pragmatis dan sekuler. Mereka hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya. Mereka mengabaikan kepentingan rakyat demi memenuhi kepentingan golongannya. Inilah bahayanya, berpolitik bukan untuk mengurusi urusan umat, tetapi untuk mendapatkan keuntungan golongannya. Wajar korupsi marak terjadi.

Kelima, politik transaksional. Sistem politik inilah yang mengakibatkan korupsi marak terjadi. Bahkan Mahfud MD tahun 2013 berujar, malaikat masuk ke dalam sistem demokrasi pun bisa menjadi iblis. Ini bukti betapa kotornya perpolitikan dalam sistem demokrasi sekuler.

Keenam, sistem demokrasi kapitalisme. Sistem inilah yang menjadikan korupsi terjadi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Sistem kehidupan yang hanya menjadikan dunia sebagai tolok ukur kebahagiaan dan menihilkan peran agama membuat tindakan haram seperti ini subur dan susah dibasmi. Apalagi jika kasus tersebut diduga menyangkut nama-nama pejabat papan atas, kasus korupsi seolah-olah sulit dipecahkan.

Oleh karenanya, jika ingin korupsi bisa dibasmi harus menyetop penerapan sistem demokrasi kapitalis. Karena sejatinya, sistem inilah yang membuat kasus korupsi makin marak terjadi. Bahkan dilakukan secara sistematis. Hukum pun tak berkutik jika sistem yang menjadi legislator adanya korupsi.

Dampak Korupsi dalam Kehidupan

Korupsi yang terjadi dalam sebuah lembaga atau negara jelas membawa dampak serius. Sistem kapitalis memiliki banyak kekurangan. Salah satunya menyuburkan praktik korupsi. Pandangan kapitalistik telah membuat hukum bersujud pada uang. Kebenaran dan keadilan seolah menjadi barang langka yang sulit ditegakkan. Bahkan para penyeru keadilan harus siap mendapatkan getirnya persekusi dan kriminalisasi karena apa yang disampaikan tidak sejalan dengan kekuatan yang berkuasa.

Dampak dari korupsi adalah terjadi ketidakadilan secara struktural dan sistematis. Bahkan, ada beberapa kasus, mereka yang berusaha membongkar kasus korupsi justru mendapatkan intimidasi hingga terancam nyawanya. Secara kacamata ekonomi, adanya korupsi jelas merusak jalannya regulasi. Bagaimana tidak, seharusnya uang dikelola demi kepentingan umum, tetapi karena dikorupsi, uang yang seharusnya untuk rakyat hanya dinikmati oleh segelintir orang. 

Inilah yang membuat karut marut ekonomi. Apalagi kasus korupsi yang terjadi belum mampu mengembalikan dana yang hilang selama korupsi. Maka, siapa yang akan menanggung uang yang raib akibat korupsi? Jelas ini merugikan negara dan menzalimi rakyat. Padahal di dalam Islam tidak boleh memakan harta yang bukan haknya. Haram dan ini kemungkaran nyata yang dilakukan oleh sistem kapitalis.

Sebagai seorang Muslim harus memiliki kehati-hatian dalam memperoleh rezeki. Tidak memahami syariat Islam dan berada di sistem kufur memang berpotensi mendapatkan harta yang bukan haknya. Tetapi, meskipun demikian seorang Muslim harus mengupayakan agar tetap berada di jalan yang halal atas apa pun yang ia upayakan. Sebab sejatinya orang yang mengambil hak orang lain itu akan dapat kesengsaraan di hari kiamat. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad ﷺ:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari). 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 188 sebagai berikut:  

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” 

Kemudian pada ayat bagian kedua atau bagian terakhir yang melarang menyuap hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagian harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu. Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيْهِ شَيْئًا يَأْخُذُهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ، فَبَكَى الْخَصْمَانِ وَقَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا: اَنَا حِلٌّ لِصَاحِبِي فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ اِذْهَبَا فَتَوَخَّيَا ثُمَّ اسْتَهِمَا ثُمَّ لِيُحْلِلْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ (رواه مالك وأحمد والبخاري ومسلم و غيرهم)

“Sesungguhnya saya adalah manusia dan kamu datang membawa suatu perkara untuk saya selesaikan. Barangkali di antara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga saya memenangkannya, berdasarkan alasan- alasan yang saya dengar. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dari saya untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya) kemudian ia mengambil harta itu, maka ini berarti saya memberikan sepotong api neraka kepadanya. (Mendengar ucapan itu) keduanya saling menangis dan masing-masing berkata. Saya bersedia mengikhlaskan harta bagian saya untuk teman saya. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan, “Pergilah kamu berdua dengan penuh rasa persaudaraan dan lakukanlah undian dan saling menghalalkan bagianmu masing-masing menurut hasil undian itu.” (Riwayat Malik, Aḥmad, Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Strategi Islam dalam Menanggulangi Korupsi

Islam secara tegas telah melarang korupsi. Karena korupsi adalah salah satu upaya pengambilan hak orang lain. Dalam pemerintahan Islam terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai Negara dengan cara yang tidak syar’i, baik diperoleh dari harta milik Negara maupun harta milik masyarakat. Pejabat akan memperoleh gaji/tunjangan. Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaanya seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul atau harta yang diperoleh secara curang. (Abdul Qadim Zallum, Al amwal fi daulah Khilafah hlm. 118).

Strategi dalam menanggulangi kasus korupsi dalam Islam adalah dengan menerapkan sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan. Pertama, memiliki akidah yang kuat. Pondasi terkuat sistem pemerintahan Islam adalah akidah Islam. Kristalisasi akidah Islam adalah kunci suksesnya bangunan peradaban Islam. Karena akidah yang kuat, sebanyak apa pun godaan kenikmatan dunia yang datang tidak akan menggoyahkan imannya untuk mengambil harta haram.

Kedua, ada badan pengawas harta kekayaan pejabat. Dalam Islam semua harta kekayaan pejabat dilaporkan, apabila dia memiliki usaha juga melaporkannya. Sehingga, jika terjadi penggelembungan dana pada rekening dan dia tidak mampu membuktikan dari mana harta itu didapat, patut diduga harta tersebut diperoleh dari jalan haram. Oleh karena itu, dalam Islam, yang membuktikan, hartanya bebas dari korupsi bukan lembaga tertentu, tetapi dirinya sendiri. 

Berbeda dengan sistem kapitalis, rekening gendut pada pejabat yang harus membuktikan bukannya mereka, tapi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ini yang bikin susah. Seharusnya korupsi bisa diberantas dengan pembuktian terbalik yang dilakukan pejabat, tetapi demokrasi takut melakukan hal ini. Khawatir kebobrokan sistem ini ditelanjangi. Walhasil korupsi sudah diberantas dan marak terjadi.

Khalifah Umar bin Khatthab pernah membuat kebijakan, agar kekayaan para pejabatnya dihitung, sebelum dan setelah menjabat. Jika bertambah sangat banyak, tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya, maka beliau tidak segan-segan untuk menyitanya. Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekejakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…lalu Rasulullah bersabda: Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata: “Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Dzat yang nyawaku ada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…(HR. Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).

Ketiga, penerapan sanksi dan hukuman yang tegas. Dalam sistem khilafah, hukum Islam ditegakkan seadil-adilnya. Karena dalam Islam hukuman di dunia selain berfungsi sebagai jawabir juga sebagai jawazir. Jawabir sebagai penebus dosa dan jawazir sebagai pencegah terjadinya tindakan dosa tersebut. Sehingga penerapan syariat Islam akan membawa berkah di dunia dan akhirat. Orang akan berpikir ribuan kali jika ingin melakukan pelanggaran hukum syarak. Mereka juga akan berpikir ribuan kali jika akan mengambil harta yang bukan miliknya. 

Begitulah keberkahan dan keteraturan hadir ketika sistem Islam khilafah diterapkan. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani: الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dengan demikian pemerintahan Khilafah dalam menjalankan roda pemerintahan Islam berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. (Taqiyuddin an Nabhani, al Syakhshiyah al Islamiyah Juz II, Beirut, Libanon: Dar al Ummah, 2003. hlm 13).

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Sistem demokrasi kapitalis yang menjadikan korupsi terjadi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Sistem kehidupan yang hanya menjadikan dunia sebagai tolok ukur kebahagiaan dan menihilkan peran agama membuat tindakan haram seperti ini subur dan susah dibasmi. 

Apalagi jika kasus tersebut diduga menyangkut nama-nama pejabat papan atas, kasus korupsi seolah-olah sulit dipecahkan. Oleh karenanya, jika ingin korupsi bisa dibasmi harus menyetop penerapan sistem demokrasi kapitalis. Karena sejatinya, sistem inilah yang membuat kasus korupsi makin marak terjadi. Bahkan dilakukan secara sistematis. Hukum pun tak berkutik jika sistem yang menjadi legislator adanya korupsi.

2. Dampak dari korupsi adalah terjadi ketidakadilan secara struktural dan sistematis. Bahkan, ada beberapa kasus, mereka yang berusaha membongkar kasus korupsi justru mendapatkan intimidasi hingga terancam nyawanya. Secara kacamata ekonomi, adanya korupsi jelas merusak jalannya regulasi. Bagaimana tidak, seharusnya uang dikelola demi kepentingan umum, tetapi karena dikorupsi, uang yang seharusnya untuk rakyat hanya dinikmati oleh segelintir orang.

3. Strategi dalam menanggulangi kasus korupsi dalam Islam adalah dengan menerapkan sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan. Pertama, memiliki akidah yang kuat. Pondasi terkuat sistem pemerintahan Islam adalah akidah Islam. Kedua, adanya badan pengawas harta pejabat. 

Ketiga, penerapan sanksi dan hukuman yang tegas. Sehingga penerapan syariat Islam akan membawa berkah di dunia dan akhirat. Orang akan berpikir ribuan kali jika ingin melakukan pelanggaran hukum syarak. Mereka juga akan berpikir ribuan kali jika akan mengambil harta yang bukan miliknya. 


#Lamrad
#LiveOpperessedOrRiseUpAgainst


Oleh: Ika Mawarningtyas
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo dan Direktur Mutiara Umat Institute 

Posting Komentar

0 Komentar