Kontroversi RUU Sisdiknas, Inikah Kode Wajah Pendidikan Makin Sekuler?

TintaSiyasi.com -- Seiring berjalannya waktu, pendidikan negeri ini makin menunjukkan wajah sekularistik. Pasalnya, penghilangan kata madrasah yang menjadi pro kontra dalam RUU Sisdiknas masih belum menemui titik temu. Dikutip dari detik.com (31/5/2022), Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) mengklaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak tahu soal proses Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). 

RUU Sisdiknas merupakan salah satu RUU yang sempat mengundang kontroversi. Pada Maret 2022, pembahasan RUU Sisdiknas menjadi polemik lantaran menghilangkan istilah SD, SMP, SMA, dan madrasah. RUU Sisdiknas ini memakai istilah pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan keagamaan.

Selain itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti khawatir jika madrasah tidak masuk draf RUU Sisdiknas bakal timbul berbagai masalah baru. Masalah yang dimaksud di antaranya dikotomi sistem pendidikan nasional, kesenjangan mutu pendidikan, hingga masalah disintegrasi bangsa. 

Benar, penghilangan kata madrasah ini bukan sekadar masalah sepele. Hal tersebut berpotensi mempertegas wajah pendidikan ini makin sekuler dan jauh dari Islam, padahal umat Islam adalah mayoritas di negeri ini. Seharusnya mereka mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif. 

Seolah-olah pendidikan negeri ini alergi dengan istilah yang lahir dari Islam dan ada upaya menjauhkan pendidikan dari Islam atas nama moderasi beragama. Agenda moderasi beragama ini menyasar segala lini, masif, dan sistematis. Oleh karena itu, seharusnya umat Islam peka akan hal ini. Karena umat Islam yang diatur dengan sistem sekuler sudah makin jauh dari Islam, bagaimana jika mereka dibatasi dalam mempelajari Islam, bisa-bisa mereka terlepas dari akidah Islam yang lurus. 

Inilah bahaya pendidikan yang dibangun atas dasar sekularisme. Tujuan akhirnya bukan mencetak generasi beriman dan bertakwa, justru generasi liberal yang anti Islam yang lahir dari pendidikan sekuler. Kilas balik dari tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencetak insan yang beriman dan bertakwa, namun apakah itu bisa terwujud dalam naungan sistem sekuler? 

Sebagaimana dikutip dari Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional terdapat dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Mampukah tujuan pendidikan nasional tersebut terwujud? Sejatinya, jika ingin mencetak peserta didik yang beriman dan bertakwa tidak boleh menjauhkan agama dari kehidupan. Bahkan, sebelum peserta didik mempelajari pelajaran yang begitu umum, akidahnya harus mantap. Selain itu, pendidikan yang murah dan berkualitas hanya mampu terwujud di dalam sistem ekonomi Islam. Bukan seperti hari ini, apa-apa dikapitalisasi. Negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Pendidikan diserahkan kepada swasta. 

Masalah pendidikan adalah urgen, karena menyangkut maju dan mundurnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, mencetak generasi yang beriman dan bertakwa akan terwujud apabila negeri ini menerapkan sistem pendidikan Islam dalam naungan institusi khilafah. Masalah pendidikan di negeri ini sangat kompleks karena orientasinya materialistik, dan sedihnya makin ke sini makin menihilkan peran agama. 

Bingungnya pemerintah menyelesaikan masalah pendidikan terkadang hanya gonta-ganti kurikulum. Tetapi, kurikulum tetap berlandaskan sekularisme yang berorientasi pada materi dan output pendidikan yang menjauhkan dari nilai-nilai agama. Tujuan pendidikan sekuler saat ini, yakni menjadikan komoditas pendayagunaan sumber daya manusia siap kerja dan bersaing.

Manusia hanya dibekali ilmu duniawi tanpa diimbangi ukhrowi. Manusia dibentuk untuk menjadi pekerja terampil bukan pencetus perubahan ataupun pembangun peradaban gemilang. Karena itu, mustahil akan lahir bibit generasi berimtak dan beriptek selama sistem pendidikan sekuler kapitalis masih dijadikan tolok ukur merancang kurikulum pendidikan. Dan tentu saja ini akan mengakibatkan output generasi terdidik yang jauh terperosok hingga menuju learning lost bahkan sangat mungkin menjadi lost generation

Oleh karena itu, solusinya bukan hanya menyelesaikan dengan perubahan kurikulum atau revisi RUU Disdik, lebih dari itu sumber penyakit yang menyebabkan kegagalan pendidikan harus dihilangkan, yakni mengganti sistem pendidikan sekuler kapitalis dengan sistem pendidikan dalam rangka meraih output generasi selaku makhluk Allah Subhanahu wata'ala sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala di dalam Al-Qur'an surah Adz-Dzariyat ayat 56.

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Sistem Pendidikan Islam

Di dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik akan diarahkan agar mampu mengemban amanah akhirat dan meraih predikat khairu ummah sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al-Quran surah Al-Imran ayat 110

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah... 

Berikutnya sungguh penting adanya kesatuan langkah diantara keluarga, sekolah dan negara dalam mewujudkan visi misi besar bagi pendidikan generasi. Keluarga sebagai unit terkecil kepemimpinan umat, berperan besar menjadi madrasah pertama anak didik. Pembinaan iman takwa dan kepribadian Islam, semua berawal dari keluarga. Ibu selaku guru pertamanya dan ayah berperan sebagai Kepala sekolahnya.

Sekolah harus mengakomodasi kurikulum sahih berdasarkan visi misi besar pewujud khairu ummah. Murid-murid diisi dengan aspek ruhiyah dan dididik dengan target besar untuk menjadi sosok-sosok yang berkepribadian Islam. Intelektualitas yang diperoleh melalui proses pembelajaran akademik, semata-mata untuk meraih derajat takwa dan mengemban amanat keumatan.

Negara, tentunya adalah negara yang menerapkan mabda atau ideologi Islam. Sehingga Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, inilah negara Khilafah Islamiyah negara berideologi Islam penerap aturan Islam secara kafah. Khilafah akan menjaga keberlangsungan generasi Muslim berikut gelarnya selaku khairu ummah. Negara tersebut menjaga umat agar senantiasa terikat pada aturan Allah SWT serta memberi fasilitas dan pengurusan urusan umat dalam rangka menyuburkan iman, Islam serta dakwah baik di dalam maupun di luar negeri. 

Begitulah sejatinya tanggung jawab penguasa sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap peliharaannya." (HR. Bukhari Muslim)

Demikianlah, apa pun bentuk dan pelaksanaan kurikulum saat ini sejatinya bukanlah jawaban yang dibutuhkan rakyat. Sebagus apapun kurikulum yang diluncurkan, jika asas dan tujuannya salah, maka hasilnya tidak akan signifikan. Learning lost akan terus membayangi cepat atau lambat. Bahkan bisa menggilas generasi. Jelas, yang dibutuhkan rakyat adalah kurikulum sahih yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan yang juga sahih bukan kurikulum tanpa visi dan misi sejati.[]

Oleh: Nabila Zidane (Analis Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)

Posting Komentar

0 Komentar