Rapuhnya Kebijakan Musuh Islam yang Hanya Bersandar pada Islamofobia


TintaSiyasi.com -- Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) dan irrasional terhadap suatu benda, situasi, atau kejadian, yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu. Bedanya dengan rasa takut biasa, penyakit kejiwaan yang bernama phobia ini takut kepada obyek tertentu yang sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang. Karena itulah oleh pada ilmuwan psikologi, phobia ini dimasukkan dalam bab psikologi abnormal. 

Ketakutan irrasional terhadap Islam juga bisa terjadi karena orang atau kelompok orang mengidap fobia. Banyak orang yang tiba-tiba mengidap penyakit kejiwaan islamophobia berupa ketakutan yang irasional terhadap islam yang justru sebuah sistem dan ajaran mulia dan terbukti mensejahterakan seluruh manusia. Islam oleh Allah adalah rahmatan lil'alamin, namun jika seseorang mengidap penyakit kejiwaan berupa Islamophobia, maka Islam akan dianggap sebagai monster menakutkan. 

Padahal, Islamnya tidak salah.  Islam sengaja dikondisikan sebagai kondisi yang menakutkan dengan cara dipasangkan dengan berbagai kejadian yang secara instrinsik menakutkan, seperti perang, bom, penyembelihan, eksekusi mati, penculikan, dan kekerasan lainnya. 

Contoh yang lebih spesifik di Indonesia. Misalnya, dalam hal ajaran Islam khilafah dan jihad. Konsep Islam tentang khilafah disandingkan dengan perilaku ISIS yang biadab dan mengaku mewakili Islam, maka timbullah ketakutan irasional. Padahal Islam dan khilafah itu mulia, dan perilaku ISIS adalah kondisi buatan mereka, musuh Islam. Dan perlu diketahui bahwa Islam dan khilafah tidak ada hubungannya sama sekali dengan ISIS yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam. ISIS bukan Islam, tapi dikondisikan seolah berasal dari Islam. Bahkan ada video Hillary Clinton yang menyebutkan bahwa teroris itu juga bagian dari mereka, dalam hal ini Amerika Serikatlah yang semula membentuk dan membiayai untuk membuat citra Islam terpuruk. 

Menurut Natalius Pigai, isu khilafah sudah lama di Pakai CSIS, L.B. Moerdhani dan anak didik seperti Hendropriyono, juga diduga Luhut Kristen Fanatik, Megawati untuk membungkam lawan. Natalius Pigai yang telah menyodorkan berbagai bukti adanya fakta tersebut (Teropong Senayan: OPINI Oleh Natalius Pigai (Alumni PMKRI, Aktivis Kemanusiaan) pada hari Minggu, 31 Mar 2019 - 02:53:17 WIB). 

Berikut disebutkan momentum penggunaan isu Khilafah dan Islam Radikal sebagai alat justifikasi untuk membungkam lawan-lawan politik. 

(1) Tahun 80-an Isu khilafiah dimunculkan demi pelaksanaan Pancasila sebagai asas tunggal. Dilanjutkan dengan rentetan kejahatan penembakan misterius dipimpin LB Moerdhani gurunya Hendropriyono dan Luhut Panjaitan. 

(2) Isu khilafah menjustifikasi peristiwa Talangsari dan Tanjungpriok. Umat menjadi korban, Islam tidak mendapat ketidakadilan di negeri ini 

(3) Soal Khilafah umat Islam terpinggirkan bahkan teralienasi kekuasaan politik negeri ini hampir 40 tahun lebih. 

(4) CSIS, Beni Moerdani, Asing, bahkan TNI dimanfaatkan melalui Isu khilafiah agar Suharto dipaksa berberkuasa 30 tahun. 

(5) Isu Khilafah juga mengamputasi kesempatan dan peluang Habibie untuk menjadi Presiden melalui penolakan pertanggungjawaban SU MPR 1999. Habibie tidak punya kesempatan mengabdi kepada negara, walaupun melalui pemilihan yang demokratis. 

(5) Isu khilafah jugalah yang dipakai oleh mereka untuk membatasi seorang Jenderal TNI Patriotik Prabowo Subianto untuk berkuasa di negeri ini. Design intelijen memunculkan isu radikalisme terlihat dari pernyatan Wawan Purwanto juru bicara BIN tentang sejumlah mesjid terpapar radikalisme, pernyatan Wawan bisa diduga sikap BIN ini telah terbukti nyata isu Khilafah dimuculkan melalui skenario untuk mengganggu karier politik Prabowo. 

(6) Isu Khilafah sebagai alat propaganda untuk membenturkan Islam Nusantara dan Transnasional. Meskipun ukuwah Islamiyah sesama kaum pengikut Mazhab Syafei ahlus sunna waljamah yaitu sebagian NU dan lainnya. 

(7) Sebagai tambahan dari saya,  di zaman Rezim Jokowi isu khilafah juga sebagai alat untuk memberangus demokrasi, membubarkan HTI dan FPI, menghembuskan isu NII, ASN terpapar radikalisme, ekstremisme dalam rangka membungkam lawan-lawan politik. 

Pigai lebih lanjut menjelaskan bahwa fakta tersebut di atas merupakan skenario lama yang sudah dipakai dan dihembuskan terus oleh mereka yang haus akan kekuasaan seperti anak-anak didik Beni Moerdani, CSIS, Hendropriyono, Luhut Panjaitan, bahkan Megawati Sukarnoputri juga sejak tahun 1990 sudah dilindungi dan menjadi bagian dari LB Moerdani. 

Akibatnya, siapapun orangnya, organisasi apa pun yg mengusung ide kekhalifahan dijauhi, diintimidasi, diperssekusi hingga dibubarkan dan dibunuh karakter para pendakwahnya dengan narasi baru berupa: Eka (ekstrem kanan), radikalisme, ekstremisme hingga kini. 

Syahdan, kini ada perkembangan baru dalam kiprah peradaban dunia. Amerika Serikat sebagai polisi dunia telah mengubah strategi perang dengan Islam. Dulu konfrontatif, sekarang kooperatif.  Dunia masuki era damai, benarkah? Saat umat beragama dan antar umat beragama saling menghargai perbedaan dan menghormati. Tidak ada lagi penghinaan atas nama agama dan orang beragama. 
Mengapa begitu? Ada beberapa fakta, misalnya: 

(1) Sebabnya, Amerika Serikat si "Raja Islamophobia" sudah sahkan UU Berantas Islamophobia. Sebelum Rusia beraksi, AS sangat anti Islam. Jutaan umat Islam sdh mereka bunuh di Irak, Libya, Suriah, Palestina, Afganistan dll. Mereka juga pencetus Islamophobia. Padahal AS itu negara leader yg menyetir PBB dan AS lah yg selama ini gencar melakukan perang terhadap Islam, terutama sejak peristiwa WTC. 

(2) Menteri Kehakiman Swedia telah keluarkan perintah tangkap semua penghina  Islam. 

(3) Bahkan, PBB sudah  tetapkan 15 Maret 2022 sebagai Hari Anti Islamophobia. 

Pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah: Cukupkah itu sebagai jaminan? Atau kebijakan-kebijakan  di atas sekedar respon strategis karena konflik Rusia -Ukraina menunjukkan  tatanan dunia mulai berubah dan Barat menjadi gelisah, karena Rusia banyak didukung ummat Islam di dunia termasuk Indonesia? Ini kondisi simptoma dunia luar internasional. 

Lalu, bagaimana dengan Islamophobia di Indonesia?
Hilangkah kecurigaan terhadap ummat beragama terutama kepada Islam?  Jawabnya: Tidak! Bukti-buktinya: 

(1) Apa yang terjadi di Sumatra Barat?
Ada apa Detasemen Khusus 88 Anti Teror atau Densus 88 Polri menyebut jaringan teroris Negara Islam Indonesia (NII) berupaya menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo  sebelum Pemilu 2024 BERBEKAL GOLOK, sementara KKB KST Papua terkesan lambat penanganannya. 

(2) Bagaimana narasi kasus Ade Armando?
Mengapa kuasa hukum Ade Armando tanpa bukti  tuding kelompok radikal pemicu pengeroyokan? 

(3) Bagaimana Menag menyeru Banser supaya "menghadapi HTI, pengusung Khilafah"? 

(4) Bagaimana juga dengan pendeta Saifuddin Ibrahim yang terus membuat geregetan publik, terutama kaum muslim. Ia tak henti-hentinya memproduksi video kontroversial yang menyinggung umat Islam. Apakah Pendeta Saifuddin Ibrahim adalah fenomena gunung es Islamophobia di Indonesia? 

Bagaimana sikap kita menghadapi kamuflase dunia ini? Kita sebagai umat Islam harus tetap waspada.
Kini mereka bermain sandiwara, pura-pura baik  terhadap umat Islam. Waspada sambil menggiring mereka supaya sadar atas kejahatan yang telah mereka lakukan selama ini. Seperti ada rasa nggak percaya terhadap kebijakan internasional mereka. Boleh jadi sekadar lamis, adakah politik tertentu di baliknya? Saya kira ini masih jadi tanda tanya hingga saat ini. Mengapa PBB melahirkan resolusi Anti-Islamofobia? 

Mengapa kita layak curiga, karena posisi mereka sebagai musuh Islam. Allah saja sudah mengingatkan kalau kaum Yahudi dan Nasrani enggak akan ridha kepada kaum Muslimin hingga kita bertekuk lutut di bawah millah/ajaran mereka. Kita pun bisa berasumsi atas Kebijakan Polisi Dunia, AS yang tiba-tiba aneh ini. Yang pasti ada maunya? "Jika Islam kuat di AS, bisa dipakai sebagai alat gebuk untuk China". 

Sementara kita sadar bahwa dari dulu AS dan sekutu akan dikenang sebagai bangsa penghancur Islam. Posisi umat Islam di AS tak akan diberi ruang terlalu besar, tak akan sama seperti pendatang Cina dan kristen di NKRI. Di NKRI, Cina kuasai ekonomi, media massa dan politik, begitu juga Kristen, kuasai militer, pemerintahan, dll. 

Jadi misi AS dekati muslim hanya untuk mengelabui umat Islam saja. Namun, atas kebijakan baru AS ini sebenarnya umat Islam bisa  mengambil momen. Kita bisa menggiring AS bangun kembali Irak, Libya, Suriah, Afganistan, Palestina dll serta minta maaf akibat kejahatan mereka menyebabkan jutaan manusia tak berdosa meninggal dunia dan rumah rumah mereka hancur anak anak mereka juga rusak masa depan. Bahkan, ada yang jadi kristen biar bisa mengungsi ke Eropa. 

Kita pun harus waspada atas kebijakan baru AS yang dapat menggiring umat Islam untuk menyukseskan program moderasi, deradikalisasi Islam (ajaran dan umatnya). Coba kita perhatikan pendapat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim yang menyatakan bahwa Resolusi tersebut merupakan momentum penting bagi negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), termasuk Indonesia. 

"Ini juga merupaka ruang dan kesempatan besar untuk melakukan langkah-langkah strategis, baik sendiri maupun bersama-sama, secara kolaboratif," ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (31/3). 

Salah satu langkah tersebut, tambahnya, adalah pengarusutamaan Washatiyatul Islam melalui berbagai program yang juga terpadu. 

Bagi Indonesia sendiri, menurut Sudarnoto, resolusi tersebut dapat menjadi peluang besar untuk membuktikan bahwa Indonesia bisa menjadi pusat Washatiyatul Islam secara global. Hal itu juga telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. 

Sementara itu kita paham bahwa Islam Washattiyah dibangun di atas pilar sekulerisme, kompromisme, dan pembebasan manusia dari keterikatan pada dalil syar'i. Washatiyah, adalah jalan tengah dari halal dan haram, wajib dan Sunnah. Padahal, dalam Islam tidak dikenal hukum yang wajib sekaligus haram, atau yang halal sekaligus haram, setiap perbuatan hanya memiliki hukum yang satu. 

Islam Washatiyah memiliki orientasi agar umat Islam kompromi dengan pemikiran barat yang sekuler dan liberal, mengambil jalan tengah antara yang Haq dan yang bathil. Sebuah jalan kompromi yang tidak tegak diatas dalil, melainkan atas kehendak hawa nafsu. 

Kesimpulan sementara saya adalah Resolusi Anti-Islamofobia  adalah peluang untuk memasifkan Islam wasathiyah, Islam jalan tengah dalam rangka penguatan isu moderasi Islam. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan agar bangsa-bangsa di dunia mau mendukung resolusi ini, jangan takut dengan Islam krn Islam itu ramah, dll. Oleh karena itu harus disebarkan wajah Islam ramah ini melalui ide Islam wasathiyah. Hal ini merupakan upaya mereka untuk lebih memasifkan ide tentang toleransi dan moderasi beragama. Ujung-ujungnya tetap dalam rangka menahan laju kebangkitan Islam. Dan itu berarti mereka tetap memusuhi Islam, namun hanya: "ganti strategi saja". 

Apakah kita akan larut dalam permainan mereka dan terus pesimis? Yakinlah, insyaallah kebenaran akan menang, dan yang batil pasti lenyap. Habis gelap terbitlah terang, namun kita juga harus paham bahwa "Gelap tidak akan berubah menjadi terang, jika kita tidak pernah menghadirkan setitik cahaya". Cahaya itu adalah kebenaran. 

Akhirnya perlu ditegaskan bahwa apa pun makar mereka, makar Allah pasti jauh lebih baik. Mereka mungkin dapat merusak bunga di taman, tapi mereka tidak akan mungkin berdaya menahan musim semi tiba. Tabik!

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H. M.Hum. 
Pakar Hukum dan Masyarakat

Semarang, Sabtu: 23 April 2022

Posting Komentar

0 Komentar