Mengawal Pasca-Aksi 11 April 2022, Cukupkah Sampai di Situ?


TintaSiyasi.com -- Aksi mahasiswa 11 April 2022 yang dipimpin Koordinator Media BEM SI 2022, Luthfi Yufrizal telah berlangsung di berbagai daerah. Puncaknya di Istana Negara yang di geser ke gedung DPR-RI. Aksi tersebut menyuarakan beberapa tuntutan sebagai berikut. Dalam aksi di DPR RI, BEM SI mengusung tagar #RakyatBangkitMelawan dengan 4 tuntutan. Berikut ini 4 tuntutan mereka. Pertama. Mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai. Kedua. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret hingga 11 April 2022.

Ketiga. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan 3 periode. Keempat. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan Mahasiswa kepada Presiden yang hingga saat ini belum terjawab.

Sebenarnya mahasiswa memberikan empat tuntutan di atas ditengarai berkembang wacana presiden tiga periode. Mereka menolak wacana tiga periode tersebut, karena prihatin dengan kondisi negara yang semakin abai pada rakyatnya dan pro kepada para oligarki. Apakah kepemimpinan semacam ini masih akan dilanjutkan? Tentu tidak bisa. Aksi mahasiswa tersebut sempat teralihkan dengan kabar Ade Armando yang babak belur ketika datang aksi mahasiswa 11 April tersebut. Tetapi, mahasiswa dan publik harus tetap fokus mengawal tuntutan aksi tersebut. Karena jika tidak dikawal, dikhawatirkan kondisi ketidakadilan semakin marak terjadi. Selain itu, yang perlu disadari oleh para mahasiswa adalah akar permasalahan negeri ini. Sebenarnya sumber permasalahan di negeri ini adalah diterapkan sistem kapitalis liberal sekuleristik. 

Kapitalisme sekuler liberalistik adalah sumber kesengsaraan di negeri ini. Pasalnya, lewat sistem ini lahirlah berbagai kebijakan yang pro pada kapitalis, korporasi, dan oligarki. Fungsi negara tidak sebagai pelayan umat/rakyat, tetapi sebagai pemuas syahwat korporasi. Hasilnya, berbagai kebijakan yang membebani dan menyengsarakan rakyat. Masuk tahun 2022 ini saja banyak kenaikan kebutuhan pokok, dari BBM, minyak goreng, pangan, pun begitu pajak. Sistem kapitalisme tak berdiam diri dalam memalak rakyat dengan pungutan yang beraneka nama. Inilah kesengsaraan nyata yang dibuat kapitalisme sekuler.

Oleh karena itu, mahasiswa sebagai agen dan pemimpin perubahan harus mengawal dan menyuarakan perubahan yang sistemis. Yakni, meninggalkan sistem kapitalisme berubah menuju sistem Islam. Islam adalah solusi hakiki atas berbagai kezaliman yang ada di kehidupan kita. Kezaliman itu muncul karena manusia mengatur kehidupan berdasarkan hawa nafsunya, bukan petunjuk dari Allah Subhanahuwa taala. Allah Subhanahuwa taala sebagai pengatur segala aspek kehidupan yang menurunkan syariat Islam telah diabaikan. Alhasil, banyak kebijakan yang menzalimi umat manusia. Parahnya, kezaliman tersebut sistematis dalam kapitalisme sekuler.

Inikah sejatinya yang harus disadari dan terus dikawal oleh mahasiswa zaman sekarang. Jangan sampai mahasiswa terjebak pada paham pragmatis, hanya menuntut ganti wayang dan mengabaikan sumber masalah dan solusi hakiki negeri ini. Dalam pepatah arab disebutkan bahwa “sybbaanul yaum rijaalul ghadd” yang artinya pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Pemuda dalam hal ini mahasiswa adalah agent of change (agen perubahan) sebagaimana sejarah pergerakan Indonesia yang amat lenkat dengan gerakan mahasiswa. Revolusi- revolusi pasca-kemerdekaan untuk mengusir dan mencegah pihak asing kembali menjajah itu turut di mobilisasi oleh mahasiswa.

Gerakan mahasiswa yang dikebiri oleh rezim orde baru juga tidak lantas hilang hingga meletus peristiwa malapetaka 15 januari (MALARI) pada tahun 70-an yang melahirkan gerakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Pada akhirnya reformasi tahun 1998 yang berakhir dengan lengsernya kekuasaan Soeharto dikenang masyarakat sebagai gerakan mahasiswa yang fenomenal. Kini, saat rezim mulai represif dengan meloloskan berbagai kebijakan zalim, mahasiswa berkali-kali turun ke jalan menyuarakan aspirasi. Tak jarang aspirasi itu diikuti dengan perilaku anarkis atau pun hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntutan.

Sebenarnya kemana arah ke pergerakan mahasiswa? Padahal tepatnya menjadi agent of change juga telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Al-Qur'an surah Al-Mudastir ayat 1 dan 2 turun,

يٰۤاَيُّهَا الۡمُدَّثِّرُ

Wahai orang yang berkemul (berselimut)!

قُمۡ فَاَنۡذِرۡ

Bangunlah, lalu berilah peringatan!

Rasulullah SAW segera menghimpun orang-orang di sekeliling Beliau dan saat itu para pemuda diwakili oleh Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas, Ja'far bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud dan sebagainya. Mereka di tempa oleh Rasulullah SAW dengan aqliyah islamiah. Sehingga cara berpikir mereka dituntun oleh akidah Islam. Mereka juga memiliki nafsiyah islamiah, yakni memiliki standar Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.

Karena itu, arah pergerakan para pemuda masa itu sangat jelas, yakni menerapkan syariat Islam secara kaffah mengawal Rasulullah SAW untuk mendirikan negara baru di Madinah. Mental mereka sekuat baja, tahan banting dalam menghadapi kekejaman Quraisy. Demikian semestinya gerakan mahasiswa hari ini. Tidak hanya fokus untuk menyelesaikan kasus demi kasus atau sibuk dengan mengganti personal pimpinan saja. Semestinya mereka fokus pada arah yang benar, yaitu mengganti kebobrokan sistem hari ini dengan sistem Islam. Agar perjuangan mereka tidak masuk angin. Tidak berhenti saat mereka mulai sibuk dengan kemaslahatan dirinya atau mendapatkan kursi empuk di samping penguasa.[]

Oleh: Nabila Zidane (Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas (Mutiara Umat Institute)

Posting Komentar

0 Komentar