Al-Aqsa Diserang lagi: Barat Menari dan Membisukan Penguasa Negeri Muslim?


TintaSiyasi.com -- Lagi, kaum zionis Israel kembali melakukan penyerangan brutal di Masjid Al-Aqsa. Tanpa ada empati kepada kaum Muslim yang sedang beribadah di bulan Ramadhan, Israel menembak brutal jemaah yang sedang shalat di Masjidil Aqsa. Kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem menjadi lokasi bentrok antara demonstran Palestina dan polisi Israel beberapa waktu lalu. Kekerasan yang dilakukan polisi Israel membuat lebih dari 150 orang terluka dalam bentrok yang bermula pada Jumat (15/4) lalu.

Hal itu berlanjut hingga saat tulisan ini dibuat. Sedikitnya 57 warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan polisi Israel di dalam kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada Jumat, 22 April 2022. Kekerasan berlanjut di bulan suci Ramadhan di Masjid Al Aqsa. Kebiadaban dan kebrutalan Israel sudah tak termaafkan sampai kapan pun. Terlebih setiap bulan Ramadhan mereka semakin brutal menyerang kaum Muslim Palestina. 

Pertanyaannya, apakah ada negeri Muslim mampu meminta Israel menghentikan serangannya kepada Muslim Palestina sebagaimana harapan Perdana Menteri Palestina? Apakah ada yang mampu menjaga kesucian Masjid Al-Aqsa?

Tentu tidak, di saat yang sama yang dilakukan para penguasa Muslim hanya mengecam, belum ada satu pun penguasa negeri Muslim yang mengirimkan pasukannya untuk menghentikan kesombongan dan kebiadaban Israel di Al-Aqsa. Umat Islam di sana tak berdaya, hanya melakukan pertahanan sebisanya. Padahal, tentara Israel memakai atribut dan senjata lengkap. Tanpa ampun mereka lukai umat Islam baik Muslim ataupun Muslimah. 

Dari fakta yang terjadi ada beberapa catatan kritis sebagai berikut. Pertama, para penguasa Muslim telah mengkhianati kaum Muslim di Palestina. Atas nama nation state mereka hanya membisu dan tidak ada yang tergerak mengirimkan pasukannya untuk menghentikan Israel. Kedua, Barat menari di atas penderitaan kaum Muslim global. Masjid Al-Aqsa, salah satu masjid yang disucikan dalam Islam, kiblat pertama umat Islam telah dijadikan tempat menghinakan kaum Muslim di sana. Siapa lagi yang mem-backup Zionis Israel laknatullah kalau bukan Barat kapitalis global. 

Ketiga, normalisasi Israel dengan negeri-negeri Muslim bentuk playing victim Israel yang menggalang pengkhianatan penguasa negeri-negeri Muslim. Normalisasi antara Uni Emirat Arab dan Bahrain yang didukung peminpin Saudi bin Salman dengan penjajah Yahudi Israel telah menambah luka kaum Muslim. Kemudian ada Yordania dan Mesir. Kedua negeri Muslimin tersebut sejak awal sudah melakukan normalisasi dengan penjajah Israel. Saat ini, sebanyak empat negara Arab sudah melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko

Di bawah penguasaan militer Anwar Sadat pada 1979 Mesir berdamai dengan penjajah Israel. Sementara Yordania melakukan hal yang sama di bawah Raja Husein tahun 1994. Saat kaum Muslimin Palestina meregang nyawa di tangan penjajah Israel, penguasa negeri Islam lainnya hanya beretorika tak lebih dari itu.

Keempat, umat Islam tidak akan pernah bisa berharap pada dunia internasional. Dunia internasional hanya sesumbar dan mengeluarkan pernyataan simpati yang hanya sebatas retorika. Tetapi, mereka semua berdiri di bawah ketiak Barap kapitalis global. Mereka yang menggembar-gemborkan HAM dan kemanusiaan hanya berlaku untuk kalangannya. Jika umat Islam yang menjadi tumbal kezaliman suatu entitas, mulut mereka tersumpal diam membisu. 

Kelima, cita-cita perdamaian yang digadang-gadang Barat kapitalis hanya kemunafikan semata. Karena sejatinya merekalah pelaku huru-hara di muka bumi ini. Kapitalisme global telah menciptakan kerusakan, pembantaian, diskriminasi, dan sebagainya pada umat Islam di berbagai wilayah. Tetapi mereka hanya beretorika melegitimasi keserakahan dan kebiadaban yang mereka lakukan. Barat sok-sokan membela Ukraina, tetapi mendiamkan bahkan mencari pembenaran atas kebrutalan Israel kepada Muslim Palestina. 

Israel bisa sekuat ini karena dukungan Barat kapitalis penjajah. Amerika Serikat dan sekutunya yang menopang kebiadaban mereka. Atas dasar kesombongan Israel, Barat meminjam tangan mereka untuk menyerang umat Islam. Lalu Israel melegitimasi dirinya sebagai bangsa tak terkalahkan. Padahal, itu semua hanya mitos, mereka tak lebih dari pengecut dan pecundang yang habis hidupnya diselimuti kesombongan. Sehingga, kebenaran apa pun yang datang padanya akam mereka tolak karena tingginya hati mereka. 

Oleh karena itu, kasus antara Palestina-Israel hanya akan bisa diselesaikan ketika kaum Muslim juga memiliki dukungan penuh. Dukungan tersebut berbentuk dalam sebuah institusi negara yang disebut khilafah. Karena khilafah adalah pelindung kaum Muslimin.

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya seorang Imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala, tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya." (HR Bukhari dan Muslim)

Imam An Nawawi menjelaskan, "Imam" dalam hadis ini bermakna, "Untuk seorang Imam (kepala negara) boleh disebut dengan menggunakan istilah: Khalifah, Imam dan Amirul al-Muminin." 

Bagi khilafah, mudah saja membumihanguskan Israel rata dengan tanah. Kebiadaban mereka kepada kaum Muslimin Palestina mudah saja dibalas dengan peperangan tanpa banyak retorika. Khilafah dengan mudah memobilisasi tentara kaum Muslimin untuk berjihad mengalahkan penjajah Israel dari tanah wakaf kaum Muslimin.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi membebaskan Al-Quds dari cengkraman tentara salib.

Seperti Sultan Abdul Hamid II yang dengan tegas menolak tawaran Theodor Hazel seorang pemimpin Yahudi Israel dan meminta sebagian tanah Palestina. Dengan tegas ia mengatakan, "Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku, ia adalah hak umat Islam. Umat Islam yang telah berjihad demi bumi ini dan mereka telah membasahinya dengan darah-darah mereka. Yahudi bisa menyimpan uang dan harta mereka. Jika Kekhalifahan Islam ini hancur pada suatu hari, mereka dapat mengambil Palestina tanpa biaya! Tetapi selagi aku masih hidup, aku lebih rela sebilah pedang merobek tubuhku daripada melihat bumi Palestina dikhianati dan dipisahkan dari kehikhilafahan Islam. Perpisahaan tanah Palestina adalah sesuatu yang tidak akan terjadi, Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup."

Ditambah dengan kebijakan politik luar negeri yang memposisikan Israel Yahudi sebagai negara kafir harbi filan, maka tidak akan ada lagi air mata penderitaan kaum Muslim Palestina atas penjajahan Yahudi Israel terutama di bulan Ramadhan. Sekali lagi, hanya dengan kenbalinya Daulah Khilafah Islamiah yang kedua, umat Islam dapat disatukan dalam satu kepemimpinan dan dilindungi dari berbagai setan yang mengajak kepada kemungkaran, baik setan berkepala manusia ataupun tidak. Wallahu alam.[]

Oleh: Nabila Zidane Mutiara Umat Institute dan Ika Mawarningtyas Mutiara Umat Institute 

Posting Komentar

0 Komentar