Usulkan Referendum Pindah Ibu Kota: #BubarkanPKS Malah Viral!


TintaSiyasi.com -- Hidayat Nur Wahid (HNW) minta ada referendum sehubungan dengan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Wakil Ketua MPR ini mengatakan seharusnya ada referendum terkait hal ini. Dengan begitu, dapat diketahui apa keinginan rakyat yang sebenarnya. Menurutnya, saat ini mayoritas masyarakat tidak setuju dengan pemindahan ibu kota oleh karenanya diperlukan referendum. Kita akan meninjaunya dari sisi hukum positif. 

Referendum (Latin) adalah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan, terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara secara keseluruhan, misalnya seperti adopsi atau amendemen konstitusi atau undang-undang baru, atau perubahan wilayah suatu negara. 

Dalam UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum, referendum diartikan lebih sempit, yaitu kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidaksetuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar1945. Rakyat dinyatakan menyetujui kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-UndangDasar 1945, apabila hasil referendum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU 5 1985 menunjukkan bahwa: 

a. sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah Pemberi Pendapat Rakyat yang terdaftar
telah menggunakan haknya memberikan pendapat rakyat, dan 

b. sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) dari Pemberi Pendapat Rakyat yang menggunakan
haknya tersebut menyatakan setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk
mengubah Undang-Undang Dasar 1945. 

Ketentuan tentang Referendum telah dicabut semua.
Tap MPR nomor 8 tahun 1998 telah mencabut Tap MPR nomor 4 tahun 1993 tentang referendum. Ada juga UU nomor 6 tahun 1999 yang mencabut UU Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak ada. 

Jika tidak mungkin diselenggarakan referendum, lalu apa yang bisa dilakukan oleh rakyat untuk menolak atau menunda? Terkait dengan IKN, rakyat tentu terbelah, ada yg mendukung, ada yang menolak. Jika dilihat dari proses penyusunan UU yang dipakai sebagai alat legitimasi perpindahan IKN Nusantara yang begitu pendek, menurut saya memang upaya penyerapan aspirasi publik belum matang, terbukti banyak sekali komponen rakyat yang menolaknya dengan dalih akibat pandemi Covid-19 ini kita sedang melakukan pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang terpuruk. Di samping itu ada pertimbangan lain seperti aroma oligarkis tinggi, modal membangun tdk ada, dan bahaya jika diserahkan ke swasta apalagi asing. Ini menyangkut soal kedaulatan negara. 

Bagi yang menolak bisa melakukan uji materi melalui JR, misal Ekonom senior Faisal Basri berencana mengajukan gugatan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi bersama beberapa orang lainnya. "Saya berlima akan berusaha ini [UU IKN] dibawa ke judicial review, tapi belum tahu waktunya kapan,” kata Faisal dalam diskusi yang tayang di kanal Youtube PKS TV, Selasa (18/1/2022). Faisal menilai pengesahan UU IKN tergesa-gesa. Menurutnya, masih banyak masalah yang lebih penting yang harus diselesaikan pemerintah saat ini ketimbang pemindahan Ibu Kota Negara. 

Ada lagi sebagian rakyat yang meminta ditunda pelaksanaannya setelah perekonomian nasional pulih dan Pandemi Covid hilang, tentu hal ini didasarkan pada skala prioritas. Mereka setuju ada program pemindahan ibu kota, namun tidak sekarang. Langkah penundaan ini saya kira yang paling efisien sembari mempersiapkan segala sesuatu persiapan matang utk proses pemindahan IKN. Apakah Presiden mau menunda? Rasanya kecil kemungkinan tersebut lantaran ini RUU inisiatif Pemerintah. 

Bagi yang menerima, tentu seribu alasan pula untuk disiapkan demi perbaikan Indonesia, masa depan kehidupannya, hingga prinsip pemerataan pembangunan. 

Beberapa kalangan menilai bahwa rgensi pemindahan ibu kota ini kecil, sementara beban APBN sudah sangat berat, kalau menurut perspektif UUe, maka harus ada skala prioritas penggunaan APBN untuk melaksanakan Pemulihan Ekonomi Nasional pasca Pandemi Covid-19. 

Menurut keterangan ahli ekonomi, Faisal Basri, ada sekitar 52 persen penduduk Indonesia itu termasuk golongan rentan miskin, nyaris miskin, dan miskin ekstrim. Apa mereka ini membutuhkan IKN baru secara mendesak? Berdasar fakta dan data tsb, menurut saya skala prioritas penggunaan APBN adalah Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) namun bukan melalu pembangunan ibu kota baru. Kenapa PEN?Karena kita sadar betul bahwa Sektor Ekonomi itu penting dan merupakan kunci kualitas pembangunan di sektor lainnya. 

Ada sebuah hadist: "kadal fakru ayyakuna kufron" (kefakiran itu dekat dengan kekafiran). Jadi ekonomi yang mapan itu penting dan akan menjadi landasan 4 hal utama, yaitu penegakan hukum, sektor pendidikan dan sektor kesehatan serta pembukaan lapangan kerja. 

Saya kira memang, rezim Pemerintahan sekarang tidak perlu memaksakan diri meninggalkan proyek raksasa sebagai warisan yang ingin dikenang rakyat karena jika dilakukan secara buru-buru justru akan menuai sumpah serapah dari rakyat. Pembuatan UU kita apresiasi, namun pelaksanaanya tidak harus pada periode sekarang. UU itu juga membutuhkan PP dan peraturan pelaksanaan lainnya yang tidak perlu buru-buru pula diterbitkan. 

Selain persoalan urgensi mega proyek IKNz publik juga diramaikan dengan soal nama IKN. Bahkan, pasca pengumuman nama IKN nusantara, bahasan di media menjadi sebatas menolak nama “nusantara” sementara substansi pemindahan IKN teralihkan. Sebenarnya soal naam itu juga menjadi point penting dalam isu pemindahan IKN, yakni bentuk, susunan dan urusan pemerintahan khusus IKN. Ini berisi mengenai pembahasan nama yang akan ditetapkan untuk IKN ini beserta pimpinannya dan kewenangan yang dimiliki IKN saat nantinya mulai dijalankan. 

Untuk nama IKN sendiri telah disepakati oleh Pansus RUU IKN dengan nama Nusantara. Sementara itu untuk statusnya adalah Pemerintah Daerah Khusus yang disebut otorita dan pimpin oleh Kepala Otorita. Kepala Otorita setara dengan Menteri yang nantinya akan dipilih dan dihentikan serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Dengan masa jabatan selama lima tahun. 

Ada materi pokok UU IKN lainnya misalnya adalah: 

(1) Mengenai rencana pemindahan status IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang diharapkan bisa dilakukan pada Semester I-2024 sehingga Presiden bisa melaksanakan upacara HUT RI ke-79 IKN baru.
(2) RUU IKN berisi mengenai visi dan prinsip pengelolaan IKN. 
(3) Ada klaster cakupan wilayah pengelolaan. 
(4)  Rencana induk IKN. 
(5) Penataan ruang. 
(6) Hak pertanahan  diberikan hak pengelolaan.
(7) Lingkungan hidup, penanggulangan bencana dan pertahanan serta keamanan. 
(8), Skala prioritas kelembagaan  pemindahan  IKN. 
(9) Proses pemindahan Ibu Kota. 

Kembali ke soal nama, William Shakespeare pernah berkata: "That which we call a rose by any other name would smell as sweet,"  artinya kurang lebih, “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.” 

Nama itu bagi orang tertentu sangat penting. Jadi tidak bisa disepelekan. Soal nama ibu kota baru Nusantara tentu kita hargai pengusulnya. Namun, ternyata masih banyak yang tidak setuju dengan nama itu karena alasan tidak relevan, terlalu dipaksakan. 

Menurut saya nama itu juga penting. Kata nusantara sebenarnya buat nama kepulauan, jadi bukan nama suatu Kota (meskipun juga ada sumber yang menceritakan bahwa nama kota Nusantara itu pernah dipakai Kutai Kertanegara. Sementara itu ketika zaman  keemasan Kerajaan Majapahit kekuasaan Nusantara hingga mencapai Timor Leste, Malaysia, Kamboja, Brunei, Filipina, dan Vietnam Selatan. 

Namun, bukan Indonesia kalau sebagian warga negaranya tidak mencari-cari "bunga-bunga" suatu perkara dan terkesan melupakan perkara intinya. Tapi, saya kira soal nama tidak perlu referendum karena akan makin menimbulkan polemik berkepenjangan. 

Belakangan ternyata usulan HNW utk referedum menuai protes dari para pendukung pwmerintahan Jokowi, bahkan di dunia maya tersiar #bubarkanPKS. Tagar itu dilambungkan para pendukung pemerintahan Jokowi yang merasa tak suka, karena PKS satu-satunya partai yang memiliki perwakilan di DPR yang menolak UU IKN. 

"Bagaimana kalau kita referendum balik. Saiyah sangat setuju #BubarkanPKS," kata pemilik akun @Rosedah76 sambil memposting tangkapan layar dari berita yang dipublikasikan sebuah media nasional dengan judul "Hidayat Nur Wahid Serukan Referendum Soal Ibu Kota Baru". 

Usulan pembubaran PKS lantaran merupakan satu-satunya Fraksi yang menolak RUU IKN dan usulan Referendum tersebut saya kira juga merupakan ketidakdewasaan politik kita dalam sistem demokrasi. Ini negara seolah sudah menjadi negara totaliter diktator yang menegasikan perbedaan pendapat. Ini juga bahaya untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Tabik! 


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H.M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat

Simak video serunya di kanal:
Semarang, Jumat: 21 Januari 2022

Posting Komentar

0 Komentar