Degradasi Relasi Anak dan Orang Tua: Inikah Akibat Kehidupan yang Sekuler Kapitalistik?

TintaSiyasi.com -- Terjadi degradasi relasi anak dan orang tua. Jika di dalam Islam hubungan ini dikenal dengan birrul-walidain yaitu berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua. Birrul-walidain merupakan kewajiban anak yang kedua yang diperintahkan oleh Allah SWT setelah perintah bertauhid. Namun naas, kewajiban ini kian tergradasi akibat tekanan hidup dalam sistem sekuler kapitalistik. Dari waktu ke waktu, terus berulang didapati kisah memilukan yang menimpa para lansia, akibat degradasi relasi anak dan orang tua dari jiwa seorang anak.

Viral di tahun 2019 seorang ibu yang dibuang anaknya, dilansir dari tribunnews.com (21/10/2019), ibu berusia 80 tahun bernama Aisyah ditinggalkan anaknya di pinggir jalan di depan sebuah toko baju. Ibu Aisyah ditinggalkan anaknya pukul 3 petang waktu setempat. Sang anak lantas pergi dengan alasan akan mencuci mobil. Namun hingga malam hari sang anak tersebut tidak datang menjemput. Ibu Aisyah duduk di sebuah kursi menunggu kehadiran sang anak menjemput, namun anaknya tidak pernah datang. Kejadian memilukan ini terjadi di Malaysia.

Terulang kisah memilukan lainnya, diwartakan aceh.tribunnews.com (3/4/2020), seorang pria lanjut usia (lansia) berumur 80 tahun dengan postur kurus, lemah, nafas terengah-engah, dan tangan membengkak meninggal di salah satu lokasi dalam wilayah Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh sekitar pukul 15.00 WIB, Jumat (3/4/2020). Sempat bercerita sebelum meninggal, ia mengaku dibuang oleh anak-anaknya ke lokasi itu sehari sebelumnya.

Dan seakan tak pernah tersolusi, sistem yang diterapkan hari ini terus menggradasi relasi anak dan orang tua. Dilansir dari viva.co.id (31/10/2021), seorang ibu bernama Trimah, 65 tahun, warga Magelang, Jawa Tengah, dititipkan ke sebuah panti jompo, Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang, Jawa Timur. Ia mengatakan alasan dititipkan ke panti jompo adalah karena anak-anaknya tidak mampu membiayai orang tua. "Karena dia masih numpang sama mertua, anak 4, kondisi Covid ini tidak bekerja," kata Trimah.

Dalam sistem sekuler kapitalistik hari ini, kisah pilu para lansia terus berlanjut, harapan tersolusi hanya mimpi dan ilusi. Peradaban sistem sekuler kapitalistik telah lazim mencetak anak yang tidak takut durhaka. Bagaimanakah sistem sekuler kapitalistik yang berkuasa hari ini, hingga dapat menyeret sikap anak ke jurang kehancuran ini? Di manakah dapat ditemukan sistem yang memberi solusi pada setiap persoalan umat hingga tak akan terulang kisah memilukan para lansia ini?


Degradasi Relasi Anak dan Orang Tua Akibat Kehidupan Sekuler Kapitalistik

Sistem kapitalisme yang bernapaskan sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan, tentunya menjadi lazim ketika peradaban yang dihasilkan didapati orang-orang yang semakin jauh dari agamanya. Terutama bagi setiap Muslim, ketika akidahnya terwarnai oleh sekularisme, pandangan hidupnya akan sedikit demi sedikit terjauhkan dari syariat Islam. Pada akhirnya, meninggalkan kewajiban yang dibebankan syariat bukan lagi menjadi hal yang menakutkan.

Bahkan negara pun tak melihat menjauhnya umat dari ajaran agamanya, bukan menjadi suatu hal yang perlu dikhawatirkan, inilah bukti napas sekularisme begitu kuat di dalam sistem pemerintahan kapitalisme. Apalagi, negara dalam sistem kapitalisme tidak memiliki konsep meriayah umat baik dalam urusan dunianya, apalagi akhiratnya.

Inilah yang menjadikan lemahnya masyarakat dalam memahami dan menjalani syariat agama. Gempuran sekularisme begitu kuat mengikis, bahkan membuat seseorang kehilangan fitrahnya sebagai manusia. Termasuk menggradasi relasa seorang anak kepada kedua orang tuanya.

Selain itu sudah seharusnya disadari, tujuan materialisme, demi meraih keuntungan sebesar-besarnya dalam sistem kapitalisme juga lazim menciptakan beban hidup yang kian waktu ke waktu semakin menghimpit rakyat. Sistem kapitalisme yang tak mengenal meriayah (mengurusi) umat telah menciptakan kemiskinan masal bagi rakyat. Bagaimana tidak?

Dalam sistem ini, melanggengkan kepentingan korporat seakan berada dalam prioritas pemerintahannya. Nyata, dalam sistem ini kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara demi dapat menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, harus rela dilepas untuk kepentingan korporat. Para korporat telah siap sedia dengan karpet merah yang disediakan pemerintah berikut kemudahan regulasinya, terus menerus mengeruk kekayaan negeri. Sehingga wajar ketika negeri yang dikenal dengan jamrud khatulistiwa ini, ternyata dari hari ke hari menghasilkan kemiskinan yang kian menanjak tajam.

Demi korporat, kebijakan-kebijakan dalam sistem kapitalisme, menjadikan si kaya semakin kaya, sedangkan si miskin semakin miskin. Ironisnya, rakyat dibiarkan berusaha mengais sendiri, berusaha sendiri, berpikir sendiri, bagaimana agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah bukti negara dalam sistem kapitalisme tak mengenal meriayah (mengurusi) umat.

Dalam sistem kapitalisme hari ini, materi atau uang menjadi di atas segalanya. Tidak bisa dipungkiri kerasnya tekanan gaya hidup akibat hilangnya peran negara, berikut kesenjangan ekonomi akibat kebijakan sistem yang lebih memihak korporat menciptakan ketidakadilan ekonomi. Inilah kondisi nyata masyarakat hari ini yang terkungkung dalam peradapan sistem kapitalisme. Kapitalisme yang mencengkeram negeri ini dan dunia, telah menciptakan keterpurukan ekonomi yang menghasilkan kemiskinan masal secara global.

Menjadi fakta yang begitu memilukan dan menyedihkan, dari sini melazimkan tercipta seorang anak yang tergradasi relasinya dengan orang tua. Apalagi, selain hilangnya nilai agama dalam diri seorang anak, semua itu juga dilakukan karena faktor ekonomi. Kebijakan sistem ekonomi kapitalisme, berikut hilangnya peran negara dalam mengayomi rakyat dan menjamin adanya pekerjaan yang layak bagi para pencari nafkah, telah menciptakan kemiskinan sistemik yang makin merajalela pun tak bisa dihindari.

Akhirnya, menjadi lazim terjadi degradasi relasi anak dan orang tua akibat kehidupan sekuler dan beban hidup yang berat dalam sistem kapitalisme. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk berbakti kepada orang tua, terlebih lagi ketika kondisi orang tua sudah berusia lanjut. Karena di saat inilah, kondisi orang tua tidak lagi sama seperti saat merawat anak-anaknya kala masih kecil. Saat usia lanjut, tubuh mereka semakin melemah dan sakit-sakitan. Namun, sikap sekuler dan beban hidup yang berat dalam sistem kapitalisme meniscayakan seorang anak mengabaikan kewajiban birul-walidain. Bahkan, merasa terbebani ketika dihadapkan pada kewajiban mengurus orang tua di saat usia lanjut. Lalu, bagaimana dampak yang diakibatkan dari degradasi relasi anak dan orang tua ini?


Dampak Degradasi Relasi Anak dan Orang Tua dalam Sistem Sekuler Kapitalistik Mencetak Anak Tidak Takut Durhaka

Degradasi relasi anak dan orang tua dalam sistem sekuler kapitalistik mengakibatkan berbagai macam persoalan lainnya, berikut semakin mengonfirmasi dalam sistem kapitalisme, negara tidak memiliki peran penting dalam meriayah umat baik dalam urusan dunianya maupun akhiratnya.

Berikut dampak yang terlihat nyata dalam masyarakat saat ini, di antaranya:

Pertama. Dampak terhadap Anak.

Sangat mungkin anak akan kehilangan fitrahnya sebagai manusia, terutama seorang anak, akan memunculkan sikap hilangnya rasa hormat terhadap orang tua. Bahkan, menjadi anak durhaka terhadap orang tuanya menjadi suatu hal yang tidak lagi ditakuti. Apalagi, melepaskan kewajiban birrul-walidain akan mudah dilakukan, mengikis empati dan rasa kasih sayang terhadap orang tua.

Tentu saja sikap tidak takut durhaka terhadap orang tua, akan menjadikan kehidupan anak semakin terjauhkan dari ketaatan. Sikap sekuler yang meradikal di jiwa seorang anak, serta merta menjadikannya terjauhkan dari syariat Islam, menghilangkan ketaatan kepada Penciptanya.

Alhasil, tentu saja akan menjauhkan dari ridha Allah SWT. Bagaimana mungkin ridha Allah SWT akan membersamai seorang anak yang rela menelantarkan orang tuanya, melepas kewajiban birrul-walidain, hingga terjadi degradasi relasi anak dan orang tua. Sebagaimana yang banyak dipahami bahwa ridha Allah SWT bersama dengan ridha orang tua. 

Kedua. Dampak terhadap Orang Tua.

Degradasi relasi anak dan orang tua selain berdampak terhadap anak, juga secara langsung berdampak terhadap orang tua. Kasus yang terus berulang akan terus terjadi diberbagai tempat, sehingga semakin banyak orang tua atau lansia yang bernasib memilukan dan menyedihkan. Jika sistem kapitalisme terus bercokol dalam kehidupan, di saat itu pula akan semakin banyak tercetak anak yang terkikis birrul-walidainnya akibat beban berat yang dihasilkan sistem kehidupan ini.

Orang tua atau lansia juga akan semakin kehilangan harapan mendapat kebahagian dari kasih sayang anaknya. Hari tuanya menjadi hari-hari yang menyedihkan tanpa kasih sayang anak-anaknya. Perasaan orang tua yang kehilangan kebahagiannya ini akan berdampak pula terhadap rasa ridha orang tua kepada anaknya. Sikap anak yang menyakitkan, meninggalkan bekas luka pada orang tua, hingga mempengaruhi keridhaan orang tua terhadap anak.

Alhasil, dampak nyata degradasi relasi anak dan orang tua dalam sistem sekuler kapitalistik adalah mencetak anak tidak takut durhaka terhadap orang tuanya, yang kemudian akan bertambah pada dampak-dampak berikutnya. Seperti, hilangnya ketaatan anak terhadap Rabbnya, hingga ia kehilangan ridha Allah SWT akibat tak memperoleh ridha orang tua. Berikut orang tua akan merasakan kesedihan yang memilukan di saat usia senja, menghilangkan kebahagian yang ingin dirasakan dari kasih sayang anaknya, hingga berdampak akan hilangnya keridhaannya kepada anaknya. Kemudian, adakah solusi tuntas hingga menyentuh akarnya untuk menyelesaikan permasalahan ini?


Sistem Islam Memenuhi Kewajiban Meriayah Umat dan Mendorong Umat Menjalankan Syariat

Keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalistik terjadi degradasi relasi anak dan orang tua hingga menjadikan mereka tidak takut durhaka memerlukan solusi tuntas hingga menyentub akarnya. Apabila persoalannya ada pada sistemnya, hingga menciptakan persoalan secara sistemis, sudah barang tentu tidak bisa tidak haruslah dengan mengganti sistem yang terbukti rusak dan merusak kehidupan umat ini, diganti dengan sistem shahih yang mampu memberi solusi hakiki.

Islam mampu memberikan solusi hakiki, sistem shahih Islam akan memberikan kondisi yang berbeda ketika manusia diatur dalam sistem ini, yaitu sistem khilafah ala minhajin nubuwwah. Dalam sistem khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kaffah akan menuntun umat agar dapat menjalankan kewajibannya. Berikut juga kewajiban birrul-walidain sehingga tidak terjadi degradasi relasi anak dan orang tua. Berikut mekanismenya:

Pertama. Menjalankan kewajiban atas dasar ketaatan kepada Allah SWT.

Islam akan mendorong setiap rakyatnya untuk menjalankan kewajibannya atas dasar ketaatan kepada Rabbnya. Dalam berbagai ayat maupun hadis, kewajiban birrul-walidain begitu sangat ditekankan dan menjadi masalah penting di dalam Islam. Bahkan, kewajiban ini ditempatkan sebagai urutan kedua setelah bertauhid kepada Allah SWT. Di dalam Al-Qur'an setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah SWT memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Begitulah, birrul-walidain yang mencerminkan relasi anak dan orang tua
dijadikan sebagai jalan dalam menggapai ridha Allah melalui orang tua.

Allah SWT berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِا لْوَا لِدَيْنِ اِحْسَا نًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al-Isra' ayat 23).

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah Nabi SAW bersabda, "Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "(Sungguh hina) seseorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim).

Rasulullah SAW juga bersabda,"Dosa besar yaitu menyekutukan Allah dan durhaka pada orang tua." (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).

Dalam hadis lainnya Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua pintu petaka yang disegerakan akibatnya di dunia, yaitu orang yang zalim dan durhaka kepada orang tua." (HR Al-Hakim).

Rasululullah SAW juga menyampaikan birrul-walidain adalah salah satu pintu memasuki surgaNya, "Orang tua merupakan pintu surga yang paling pertengahan, jika engkau mampu, jagalah pintu tersebut." (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).

Itulah mengapa Islam sangat mendorong umatnya untuk birrul-walidain, dan memudahkan setiap jalan anak meraih ketaatan ini. Karen sejatinya sistem Islam memang menjaga umat manusia dapat berjalan sesuai fitrahnya dan menunai kewajiban-kewajibannya, demi meraih kebahagian kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.

Kedua. Meriayah umat agar memudahkan menunaikan setiap kewajiban syariah Islam.

Dalam upaya meriayah umat, sistem Islam akan memudahkan rakyatnya dalam menunaikan setiap kewajibannya. Jika dalam sistem ekonomi kapitalisme hanya menciptakan kemiskinan sistemik yang merajalela hingga menjadikan beban hidup rakyat semakin berat, berbeda dalam sistem Islam. Islam akan menjamin setiap anak yakni laki-laki yang baligh, dapat menjalankan kewajibannya mengurus orang tua dengan layak.

Islam memahami bahwa orang tua apalagi yang telah lanjut usia tidak akan bisa beraktivitas normal, sehingga termasuk menjadi salah satu dari bagian orang-orang yang tidak wajib mencari nafkah. Sehingga nafkah mereka dibebankan kepada anak-anak laki-laki mereka yang sudah baligh dan mampu bekerja.

Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang begitu luas bagi rakyatnya, sehingga cukup untuk mempekerjakan orang-orang yang memiliki kewajiban mencari nafkah di pundaknya. Sebagai contoh, salah satu cara khilafah menyediakan lapangan pekerjaan adalah dengan mengelola semua kekayaan alam secara mandiri, tanpa campur tangan korporat atau swasta. Apalagi dalam sistem ekonomi Islam, kekayaan alam merupakan kepemilikan umum yang haram diprivatisasi. Pengelolaan ini sudah pasti akan membutuhkan banyak sekali tenaga kerja baik seorang ahli ataupun teknisi. Sehingga ini akan mencukupi kebutuhan umat dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan orang-orang yang di bawah tanggung jawabnya.

Terlebih lagi, dalam Islam kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Sehingga rakyat tidak perlu bersusah payah menikmati layanan tersebut, seperti dalam sistem sekuler kapitalistik saat ini. Karena dalam Islam, baik kaya maupun miskin, baik Muslim maupun non-Muslim selama menjadi warga negara Khilafah, mereka bisa mendapatkan semua layanan tersebut dengan biaya terjangkau bahkan gratis.

Begitulah, kemudahan Islam dalam mendorong seorang anak untuk memenuhi kewajibannya birrul-walidain, sehingga tidak terjadi degradasi relasi anak dan orang tua. Selain itu, khilafah juga menanamkan generasi yang taat yang akan senantiasa memuliakan orang tuanya.

Sistem Islam memenuhi kewajiban meriayah umat dan mendorong umat menjalankan syariat. Inilah wujud kemuliaan sistem khilafah yang darinya terlahir generasi yang memahami tanggung jawabnya terhadap orang tua dan juga negara memenuhi tanggung jawabnya untuk meriayah umat, baik untuk urusan dunianya, maupun akhiratnya.


Penutup

Degradasi relasi anak dan orang tua terjadi akibat kehidupan sekuler dan beban hidup yang berat dalam sistem kapitalistik. Ini lazim niscaya, seorang anak mengabaikan kewajiban birul-walidain, hingga terjadi degradasi relasi anak dan orang tua. Hilangnya nilai agama dalam diri seorang anak yang tergerus oleh sekularisme, bertambah dengan beban kehidupan yang semakin berat yang diakibatkan sistem kapitalisme serta hilangnya peran negara dalam meriayah rakyat, sehingga menciptakan kemiskinan sistemik yang merajalela. Inilah yang melemahkan seorang anak untuk menunaikan kewajibannya terhadap orang tua.

Alhasil, dampak nyata degradasi relasi anak dan orang tua dalam sistem sekuler kapitalistik adalah mencetak anak tidak takut durhaka terhadap orang tuanya, yang kemudian akan bertambah pada dampak-dampak berikutnya. Seperti, hilangnya ketaatan anak terhadap Rabbnya, hingga ia kehilangan ridha Allah SWT akibat tak memperoleh ridha orang tua. Berikut orang tua akan merasakan kesedihan yang memilukan di saat usia senja, menghilangkan kebahagian yang ingin dirasakan dari kasih sayang anaknya, hingga berdampak akan hilangnya keridhaannya kepada anaknya.

Hanya sistem Islam yang dapat memenuhi kewajiban meriayah umat dan mendorong umat menjalankan syariat. Islam mendorong umat menjalankan kewajibannya atas dasar ketaatan kepada Rabbnya, serta memberikan jalan kemudahan bagi umat dengan meriayah setiap urusan rakyatnya, terutama dalam memudahkan para pencari nafkah memperoleh pekerjaan hingga mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan oranh-orang yang ada di dalam tanggung jawabnya. Ditopang dengan pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang diberikan secara terjangkau bahkan gratis.

Inilah wujud kemuliaan sistem Islam, yaitu khilafah yang darinya terlahir generasi yang memahami tanggung jawabnya terhadap orang tua dan juga negara memenuhi tanggung jawabnya untuk meriayah umat, baik untuk urusan dunianya, maupun akhiratnya. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
(Dosen Online Uniol 4.0 Diponorogo)

Posting Komentar

0 Komentar