Jalur Demokrasi Terbukti Gagal Menghadapi Pandemi, Back to Islam!

TinyaSiyasi.com-- Pandemi telah membuat semua negara kolaps. Tak terkecuali Tunisia, Presiden Tunisia Kais Saied menerapkan keadaan darurat nasional atas pandemi virus corona dan pemerintahan yang buruk dengan memberhentikan perdana menteri, membekukan parlemen dan merebut kendali eksekutif. Langkah itu disambut oleh demonstran jalanan dan dicap sebagai kudeta oleh lawan-lawan politiknya. Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mendesak Presiden Tunisia pada Sabtu (31/7) untuk segera membawa negaranya kembali ke "jalur demokrasi" setelah mengambil alih kekuasaan pemerintah pada Ahad lalu (25/7).

Sedangkan di Indonesia, media asing Bloomberg melaporkan skor ketahanan Indonesia terhadap Covid-19 berada peringkat di paling akhir. Artinya, Indonesia disebut sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19 di dunia. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, angkat bicara mengenai laporan ini. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes ini, tidak ada jurus jitu untuk menangani Covid-19. Ia mengatakan, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi seluruh negara di dunia juga sedang berjuang menangani pandemi. Nadia menyebut dua negara lain, seperti Inggris dan Australia pun masih berkutat menangani pandemi, meski tingkat kepatuhan warganya relatif tinggi.

Perlu diketahui, semua negara di dunia ini menganut sistem demokrasi. Sejatinya, dunia sedang mengadopsi sistem demokrasi. Ketika penasehat keamanan nasional AS mendesak presiden Tunisia  segera membawa negaranya ke jalur demokrasi, penanganan seperti apa yang dimiliki oleh demokrasi? Di Indonesia sendiri, dengan sistem demokrasinya, yang katanya NKRI harga mati, masih berbangga dengan PPKM daruratnya. Padahal banyak tokoh yang mendesak lockdown dengan memenuhi semua kebutuhan rakyat. Karena 1 bulan lebih PPKM darurat diterapkan virus masih merajalela dan menimbulkan bekas-bekas penderitaan rakyat. Dari sini, mampu dilihat dengan mata telanjang bahwa demokrasi tak mampu menyelesaikan pandemi. 

Oleh karena itu, sistem demokrasi terbukti gagal menghadapi pandemi dan menyelamatkan nyawa rakyat. Sistem demokrasi telah membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya memelihara urusan rakyatnya, para penguasa sibuk mengurusi kepentingan dan kekuasaan mereka agar tetap eksis. Terbukti dengan meminta rakyat bergotong royong untuk menghadapi Covid-19. Belum lagi, penarikan pajak yang tak manusiawi. Parahnya, dana bansos yang menjadi harapan rakyat pun dikorupsi. Inilah bukti, kezaliman sistem demokrasi yang berasaskan sekulerisme ketika digunakan untuk mengurus rakyat.

Jadi, pandemi tak kunjung berakhir bukan terletak pada input data, melainkan salah input sistem yang tidak berorientasi pada keselamatan rakyat. Kondisi ini menunjukkan kepada umat manusia, bahwa dunia membutuhkan sistem alternatif sebagai solusi yang telah terbukti mampu mengatasi pandemi dan menyelematkan nyawa manusia. Dalan track record sejarah satu-satunya sistem yang mampu mengatasi pandemi adalah sistem Islam yaitu khilafah.

Islam menempatkan negara sebagai penanggung jawab segala urusan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, ”Seorang imam (pemimpin) adalah ra’in (pengembala) dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya)” HR. Al-Bukhari. Adapun bentuk tanggung jawab tersebut, negara akan menjadikan keselamatan rakyat sebagai pertimbangan utama diatas kepentingan yang lain. Sikap ini merupakan wujud dari penerapan syariah Islam dalam hadis, ”Sungguh hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah swt dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. An-Nasaai, Thurmudzi).

Maka, dengan sistem Islam, negara akan mengambil langkah yang sesuai dengan syariah Islam yaitu lockdown, memisahkan yang sakit dengan yang sehat, bagi yang sakit negara akan fokus mengurusi sampai sembuh dengan memenuhi semua kebutuhan sehari-hari. Sedangkan bagi yang yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa dengan prokes tanpa takut tertular. Tidak hanya itu, negara akan memenuhi kebutuhan nakes baik fasilitas kesehatan dan kerja yang manusiawi. Semua biaya menjadi tanggung jawab negara. Hal ini tak akan ditemui di sistem demokrasi yang berasaskan sekulerisme. []


Oleh: Fitria Yuniwandari
(Sahabat TintaSiyasi)

Posting Komentar

0 Komentar