Ulil Amri yang Sah Secara Syara' dan Wajib Didengar dan Ditaati

TintaSiyasi.com-- Pemimpin yang sah secara syara yang wajib didengar dan ditaati, dan haram keluar memberontak kepadanya, bahkan keluar memberontak kepadanya termasuk perbuatan kaum khawarij, adalah pemimpin yang menerapkan syariat Islam dan tentu dalam sistem Islam, khilafah. Bukan pemimpin yang tidak menerapkan syariat Islam dan tidak menerapkan sistem pemerintahan Islam, tapi justru menerapkan sistem kufur demokrasi atau komunis.

Akan tetapi kaum salafi talafi dan kaum aswaja sekuler para penjilat penguasa zalim dalam sistem kufur demokrasi bisa-bisanya memelintir dalil untuk menipu umat agar menjauh dan membenci para pejuang tegaknya syariah dan khilafah yang sedang  berdakwah dan beramar makruf nahi munkar. Mereka menyesatkan umat bahwa semua pemimpin adalah ulil amri yang sah dan wajib ditaati, meskipun pemimpin itu berhukum pada selain hukum Allah dan berlaku zalim terhadap rakyatnya, meskipun pemimpin itu menerapkan sistem kufur demokrasi atau komunis. Seburuk-buruk penyesatan adalah menjauhkan manusia dari agama yang haq dan dari hukum Allah SWT.

Sekarang perhatikan, Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 59).

Dan perhatikan aqwal ulama ahlussunnah.
Dalam Tafsir al-Baghawiy (Ma'ālimut Tanzīl) setelah menafsirkan ayat di atas beliau menukil sebuah atsar:

وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: حَقٌّ عَلَى الْإِمَامِ أَنْ يَحْكُمَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤَدِّيَ الْأَمَانَةَ فَإِذَا فَعَلَ ذَلِكَ فَحَقٌّ عَلَى الرَّعِيَّةِ أَنْ يَسْمَعُوا وَيُطِيعُوا

"Berkata Ali bin Abi Thalib RA, "Hak yang wajib ditunaikan oleh seorang pemimpin adalah memutuskan perkara (berhukum) dengan apa yang Allah turunkan (Al-Qur'an dan as-Sunnah) dan menjalankan amanah. Jika pemimpin telah melakukan hal itu, maka hak yang wajib ditunaikan oleh rakyat adalah mendengar dan taat." (Lihat Tafsir al-Baghawiy, Surah an-Nisa : 59; al-Musannaf fil-Ahadis wal-Atsar (no. 32532), Imam Abu Bakr Ibn Abi Syaybah; Atsar shahih ini juga diriwayatkan oleh Sa‘id bin Mansur dalam Tafsirnya, (no.651); aṭ-Tabari dalam Tafsirnya, (7/169); al-Khallal dalam as-Sunnah, (no.51); dan Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya, (no.5520).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur'anil 'Adzīm) setelah menafsirkan surat an-Nisa ayat 59 diatas, beliau menukilkan hadis berikut:

وَعَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ يَقُولُ: "وَلَوِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبَدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، اسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا"

"Dari Ummul Hushain, bahwa dia mendengar Rasulullah saw berkhutbah pada haji wada', beliau bersabda, "Meskipun kalian diperintah oleh seorang budak, sedang ia memimpin kalian dengan kitabullah (Al-Qur'an), maka mendengar dan taatlah kepadanya." (HR. Muslim, no. 2287)

Imam an-Nawawi berkata menjelaskan maksud hadis di atas:

قَالَ الْعُلَمَاءُ مَعْنَاهُ مَا دَامُوا مُتَمَسِّكِينَ بِالْإِسْلَامِ وَالدُّعَاءِ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى أَيِّ حَالٍ كَانُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَأَدْيَانِهِمْ وَأَخْلَاقِهِمْ وَلَا يُشَقُّ عَلَيْهِمُ الْعَصَا بَلْ إِذَا ظَهَرَتْ مِنْهُمُ الْمُنْكَرَاتُ وُعِظُوا وَذُكِّرُوا

"Para ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah selama para pemimpin itu masih berpegang teguh dengan Islam dan menyeru kepada kitabullah (Al-Qur'an), bagaimana pun kondisi mereka, agama mereka, akhlaq  mereka, tidak boleh (umat Islam) memberontak kepada mereka, tetapi jika nampak kemungkaran dari mereka, maka mereka dinasehati dan diingatkan." (Syarh Shahih Muslim, 9/47).

Juga disebutkan oleh Imam Suyuthiy, beliau berkata:

يقودكم بكتاب الله تعالى ، قال العلماء : أي ما دام متمسكا بالإسلام والدعاء إلى كتاب الله تعالى على أي حال كان في نفسه ودينه فاسمعوا له وأطيعوا

"Selama ia memimpin kalian dengan kitabullah ta'ala". Ulama berkata : Yakni selama pemimpin itu masih berpegang teguh dengan Islam dan menyeru kepada kitabullah (Al-Qur'an), bagaimana pun keadaan dirinya, dan keadaan agamanya, maka mendengar dan ta'atlah kepadanya." (Syarhus Suyuthiy ala Shahih Muslim).

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

"Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kalian dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, maka mendengar dan taatlah kepadanya, selama ia masih menegakkan kitabullah (Al-Qur'an) atas kalian." (HR. Tirmidzi, no. 1706; Nasa’i, 7/154; Ibnu  Majah, no. 2328; Ahmad, 6/402; dan al-Hakim, 4/206, ia berkata hadis shahih dan dishahihkan juga oleh Syaikh al-Albani).

Ulil amri yang sah secara syara yang wajib didengar dan ditaati itu dalam sistem pemerintahan Islam, bukan dalam sistem pemerintahan thaghut.

Imam Asy-Syaukani berkata ketika menafsirkan an-Nisa ayat 59:

وأولي الأمر هم : الأئمة ، والسلاطين ، والقضاة ، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية

“Ulil amri adalah para imam, para sultan, para qadhi dan setiap orang yang memiliki kekuasaan syar’i, bukan kekuasaan bangsa thaghut." (Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 1/556).


Pemimpin Buruk yang Masih Wajib Didengar dan Ditaati

Terkait pemimpin buruk (fajir) yang masih harus didengar dan ditaati, maka batasannya seperti disampaikan oleh Imam Baihaqi, beliau telah menuturkan sebuah atsar;

ﻋَﻦْ ﻟَﻴْﺚٍ ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﻋَﻠِﻲُّ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﻃَﺎﻟِﺐٍ : ﻟَﺎ ﻳُﺼْﻠِﺢُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻣِﻴْﺮٌ ﺑَﺮٌّ ﺃَﻭْ ﻓَﺎﺟِﺮٌ، ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻳَﺎ ﺃَﻣِﻴْﺮَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺒَﺮُّ ﻓَﻜَﻴْﻒَ ﺑِﺎﻟْﻔَﺎﺟِﺮِ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻔَﺎﺟِﺮَ ﻳُﺆَﻣِّﻦُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَ ﺟَﻞَّ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺴُّﺒُﻞَ ﻭَ ﻳُﺠَﺎﻫَﺪُ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌَﺪُﻭُّ ﻭَ ﻳُﺠْﺒَﻲ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻔَﻲْﺀُ ﻭَ ﺗُﻘَﺎﻡُ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺩُ ﻭَ ﻳُﺤَﺞُّ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖُ ﻭَ ﻳَﻌْﺒُﺪُ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﺁﻣِﻨًﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻴَﻪُ ﺃَﺟَﻠُﻪُ . (ﺷﻌﺐ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ - ‏ﺝ 6 / ﺹ 64 ).

Laits berkata: “Ali bin Abi Thalib RA berkata: “Tidak bisa memperbaiki manusia kecuali pemimpin yang soleh (yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya) atau yang buruk (yang hanyut dalam kemaksiatan)”. Orang-orang bertanya: “Wahai pemimpin orang-orang beriman, ini pemimpin yang soleh, lalu bagaimana dengan pemimpin yang buruk?”, beliau berkata: “Sesungguhnya pemimpin yang buruk, Allah ‘azza wajalla mengamankan jalan-jalan dengannya, memerangi musuh dengannya, memungut harta fai dengannya, menegakkan hudud dengannya, (mempermudah) haji ke Baitullah dengannya, dan dengannya seorang Muslim bisa beribadah kepada Allah dengan aman sampai ajal menjemputnya”. (Al-Baihaqi, Syu’ubul-Iman, juz 6,hal. 64, Syamilah).

Jadi pemimpin buruk yang masih wajib didengar dan ditaati, batasannya ialah; 
(1) Allah ‘azza wajalla mengamankan jalan-jalan dengannya, (2) memerangi musuh dengannya, (3) memungut harta fai dengannya, (4) menegakkan hudud dengannya, (5) mempermudah haji ke Baitullah dengannya, (6) dan dengannya seorang Muslim bisa beribadah kepada Allah dengan aman sampai ajal menjemputnya.

Apakah ada pemimpin demokrasi atau komunis yang memenuhi kriteria seperti itu? Tidak ada! Lalu apa dasar hujjahnya taat kepada mereka? Wallahu a'lam bishshawab.[]


Oleh: Ustaz Abulwafa Romli
(Pengasuh MT Darul Hijrah Pasuruan - Jawa Timur)

Posting Komentar

0 Komentar