Penetapan MNC Lido City sebagai KEK: Inikah Bukti Sistem Ekonomi Kapitalisme Berpihak kepada Investor, bukan Rakyat?


TintaSiyasi.com-- Presiden Joko Widodo resmi menetapkan MNC Lido City di Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan itu didirikan PT MNC Land Lido, anak usaha PT MNCLand Tbk milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo. Resminya penetapan KEK MNC Lido City ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2021 pada 16 Juni 2021. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengonfirmasi penerbitan PP tersebut, meski belum diunggah ke situs kementerian. Insentif yang bisa dinikmati investor dan pelaku usaha di KEK MNC Lido City dari pemerintah, yaitu insentif pajak berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh) Badan, cukai, hingga bea masuk impor (CNN Indonesia, 18/6/2021).

Pembangunan berbagai macam fasilitas dan prasarana yang akan memberi kemudahan masyarakat luas, memang akan terus dilakukan di dalam sebuah negara. Namum, pembangunan dalam paradigma sistem kapitalisme, akankah mampu menjadi penunjang kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat? Ataukah hanya akan menjadi pemuas segelintir golongan saja?


Penetapan MNC Lido Bukti Sistem Ekonomi Kapitalisme Berpihak kepada Investor

KEK MNC Lido City dibangun di luasan mencapai 1.040 hektare (ha). Nantinya, kawasan itu akan dibangun dengan taraf world-class entertainment hospitality. Dilansir dari CNN Indonesia (18/6/2021), pada tahap pertama akan dibangun taman bertema (theme park) di atas lahan seluas 100 hektare bernama MNC Park Lido. Taman ini akan menampilkan 6 zona bertema, 18 wahana, 15 pertunjukan dan atraksi, 18 gerai food and beverage, 21 aula gerai ritel, dan sebagainya. Berdampingan dengan MNC Park Lido, akan dibangun pula Lido World Garden yang akan menjadi eco-tourism dan family recreationberstandar internasional. Pembangunan wahana terinspirasi oleh Dubai Miracle Garden.

Berdasar data yang dikumpulkan oleh laman yang sama, pada 2017, Wakil Direktur MNC Land Herman Bunjamin mengatakan perusahaannya telah mendapatkan pendanaan letter of interest dari Chinese Export and Credit Insurance Corporation untuk pembangunan theme park tersebut. Dana pembangunan itu akan berasal dari Sinosure Insurance China, Bank of China, dan Construction of China selama 15 tahun, dengan total nilai investasi mencapai US$500 juta.

Disinyalir, keberadaan theme park di KEK Lido mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara hingga mencapai 63,4 juta orang sampai 2038. Sementara inflow devisa dari wisatawan mancanegara dan penghematan outflow devisa dari wisatawan pihaknya berharap dapat mencapai US$4,1 miliar selama 20 tahun.

Selain itu, akan ada pula pembangunan vila, dan kondominium di atas lahan seluas 300 ha. Dalam proyek ini, MNC disebut menggandeng mitra kerja dari luar negeri yakni Donald Trump. MNC juga telah menandatangani MoU dengan PT Kereta Api Indonesia untuk merelokasi stasiun KA Cigombong ke area MNC Lido City sebagai akses tambahan.

Berikut juga, sejumlah proyek yang telah dijalankan MNC Land di antaranya, lapangan Golf dan Country Club berstandar PGA yang memiliki pemandangan langsung ke Gunung Gede dan Gunung Salak. Kemudian, Lido Music and Arts Center yang digadang-gadang menjadi tempat live music terbesar di Indonesia dengan kapasitas hingga 50 ribu pengunjung festival, serta Movieland yang disebut akan menjadi kompleks produksi film terintegrasi pertama di Indonesia dengan melibatkan MNC Studios International.

Penetapan MNC Lido City sebagai Kawasan Ekonomi Khusus oleh pemerintah secara otomatis memperoleh beberapa fasilitas kemewahan. Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Kawasan Ekonomi Khusus ada 7 kemewahan yang bisa diberikan pemerintah, di antaranya:

Pertama, akan mendapatkan fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan dan cukai. Kedua, mendapatkan fasilitas dan kemudahan lalu lintas barang. Ketiga, mendapatkan fasilitas dan kemudahan ketenagakerjaan. Keempat, mendapatkan fasilitas dan kemudahan keimigrasian. Kelima, mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam hal pertanahan dan tata ruang. Keenam, mendapatkan fasilitas dan kemudahan perizinan berusaha. Ketujuh, mendapatkan fasilitas dan kemudahan lainnya.

Segala fasilitas kemewahan tersebut dapat dinikmati oleh seluruh investor dan pelaku usaha di dalam KEK MNC Lido City. Termasuk juga bisa menikmati sejumlah insentif, khususnya pajak, yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh) badan, cukai, dan bea masuk impor.

Terbaru, ekonomy.okezone.com (25/6/2021) mewartakan, PT MNC Land Tbk (KPIG) telah selesai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemegang saham menyetujui rencana penambahan modal perseroan sebanyak-banyaknya Rp806 miliar guna pengembangan dan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) MNC Lido City. Keputusan penambahan modal untuk pengembangan dan pembangunan KEK MNC Lido City mendapat dukungan 87,02% pemegang saham, dan kuasa pemegang saham yang hadir, termasuk yang menggunakan hak suaranya melalui eASY KSEI dan Badan Administrasi Efek.

Penetapan PP KEK oleh pemerintah terhadap pembangunan MNC Lido City, telah menyatukan dua kepentingan antara penguasa dan pengusaha. Yaitu, upaya pemerintah untuk terus meningkatkan ekonomi dengan upaya pengusaha untuk menguatkan cengkeraman demi mengembangkan pundi-pundi.

Hal seperti ini sudah biasa terjadi, pembangunan dalam paradigma sistem kapitalisme tidak mungkin jauh-jauh dari memuaskan kepentingan para kapitalis sebagai pemilik modal. Kepentingan mereka akan dijaga baik-baik oleh penguasa dengan cara memuluskan jalan para kapitalis dengan berbagai macam kemewahan fasilitas yang diberikan. Pada akhirnya pengembangan ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalisme, hanya berputar-putar kepada kepentingan para pemilik modal, sangat jauh bersinggungan dengan kepentingan masyarakat kecil.

Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Lido, berikut fasilitas istimewa yang diberikan penguasa, semakin menguatkan cengkeraman kapital dalam pengembangan ekonomi masyarakat dan menguatkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme adalah pro korporat. Pada akhirnya telah tampak nyata, penetapan MNC Lido merupakan salah bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme berpihak kepada investor, bukan rakyat.


Dampak Penetapan MNC Lido sebagai KEK terhadap Perekonomian Negara dan Kesejahteraan Rakyat

Pembangunan KEK Lido ini telah mendapat sorotan dari berbagai lapisan masyarakat. Kawasan Lido merupakan kawasan yang bersinggungan dengan kawasan hutan. Oleh karena itu, pengembangan KEK Lido tidak boleh mengonversi kawasan hutan serta tidak mengganggu fungsi lindung dan konservasi yang dijaga melalui penetapan kawasan hutan.

Dilansir dari bogor-kita.com (17/2/2021), Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University, Dr. Ernan Rustiadi menilai bahwa pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Lido di Bogor, Jawa Barat, tidak boleh mengonversi kawasan hutan. “Itu satu hal yang sebaiknya dipertahankan, karena jika tidak dipertahankan, KEK Lido ini justru akan mengganggu keseimbangan lingkungan”.

Masyarakat dan komunitas setempat telah memanfaatkan area hutan untuk kegiatan wisata alam. Sehingga diharapkan tidak mematikan aktivitas yang sudah dilakukan masyarakat setempat. Di samping itu, pakar perencanaan wilayah dan tata ruang IPB University ini menyebut, penetapan kawasan Lido sebagai kawasan KEK juga dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan usaha-usaha pertambangan liar dan ilegal.

Pembangunan KEK Lido ini pun disinyalir telah mematikan usaha warga setempat yang mata pencahariannya sebagian besar adalah petani penggarap. Ini karena masyarakat Ciletuh Hilir adalah petani penggarap lahan tidur milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) pada awal 1990-an. Namun kemudian pada 2014, lahan beralih pemilikan ke MNC Land.

Sengketa tanah pun sepertinya masih belum terselesaikan, pasalnya warga terdampak masih ada yang menolak untuk pindah. Diwartakan republika.co.id (15/3/2021), warga Kampung Ciletuh Hilir, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menolak pindah. Ketua RW 06 Desa Wates Jaya, Djaja Mulyana, mengatakan, sekira 600 kepala keluarga (KK) yang terdiri atas 1.300 jiwa terancam proyek pembangunan wisata tersebut. Djaja menjelaskan, 600 bidang tanah seluas sekitar lima hektare masih belum dibebaskan. Sayangnya, proyek pembangunan MNC Lido City sudah berjalan. Selain RW 06, Djaja menyebutkan, masalah tanah di RW 04 dan RW 08, Kampung Ciletuh Hilir, juga belum dibebaskan. 

Namun, kontraktor sudah membuat tembok pembatas sepanjang 50 meter. Tembok membatasi proyek pembangunan MNC Lido City dengan Desa Wates Jaya. Bahkan, ada sebuah plang terpasang di samping rumah milik warga, yang menandakan lahan tersebut milik MNC Land. Djaja mengatakan, setidaknya ada sekitar sembilan titik tanah milik MNC Land yang masih bercampur di tengah permukiman warga.

Meskipun Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin menganggap, pembangunan MNC Lido City atau KEK Lido dapat menumbuhkan potensi ekonomi, berikut iming-iming dari pemilik MNC Group Hary Tanoesoedibjo bahwa pembangunan MNC Lido City mampu merekrut 21 ribu tenaga kerja, sehingga proyek dirasa mampu mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor. Namun, perlu dilihat kembali bahwa kawasan wisata internasional pastinya akan membutuhkan tenaga ahli yang berpendidikan tinggi dengan kemampuan skill yang mendukung.

Faktanya, berdasarkan data Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi per tanggal 27 Januari 2020, mencatat tingkat pendidikan para pencari kerja adalah lulusan SD sebesar 23.013 orang, lulusan SMP sebesar 17.927 orang, lulusan SMA sebesar 39.648 orang. Sehingga dari data ini, tampak bahwa mereka tidak memiliki kualifikasi dan keahlian yang akan dibutuhkan.

Telah nampak, pembangunan KEK Lido tak memberikan dampak yang positif bagi perekonomian masyarakat kecil, apalagi berdampak kepada kesejahteraan rakyat. Yang nyata terlihat, adanya simbiosis mutualisme antara penguasa yang memuluskan jalan para korporat dan pengusaha dalam mewujudkan kepentingannya.

Bahkan, dapat diduga kuat penetapan KEK Lido City lebih pada beraroma bagi-bagi kekuasaan sebagai ekses dari politik demokrasi. Seperti yang telah diketahui publik, salah satu pengusaha yang menjadi pendukung Jokowi untuk Pilpres 2019 adalah Hary Tanoesoedibjo pemilik MNC Group. Inilah pembangunan dalam paradigma sistem kapitalisme, sebagai jalan balas budi atas jasa para korporat yang telah memuluskan jalan menuju tampu kekuasaan.


Strategi Islam dalam Pembangunan sebuah KEK Tetap Mengutamakan Kepentingan Ekonomi Rakyat

Dalam pembangunan ekonomi rakyat di dalam Islam, tidak akan terlepas dari kebijakan sistem ekonomi negara khilafah. Negara menjamin kesejahteraan rakyat per individu, satu per satu. Dalam penetapan kebijakan, negara mewajibkan setiap laki-laki, baligh, berakal dan mampu untuk bekerja. Dengan bekerja, kebutuhan dasarnya dapat terpenuhi, baik sandang, papan maupun pangan. Begitu juga dengan bekerja, kebutihan dasar orang-orang dalam tanggungannya dapat terpenuhi, negara terus mendorong untuk terus mampu melipatgandakan usahanya, agar terpenuhi seluurh kebutuhan dasar dirinya dan keluarga dalam tanggungannya.

Begitu pula ketika negara memutuskan pembangunan KEK pasti dengan mengutamakan kepentingan ekonomi rakyat, dengan pembangunan itu, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Adanya simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha, hanya ada dalam sistem kapitalisme dengan demokrasinya. Dalam demokrasi, penguasa tidak dapat maju dalam perebutan tampu kekuasaan tanpa dukungan pengusaha. Sehingga wajar, ketika telah duduk dalam kursi kekuasaan, mereka harus membalas jasa para pengusaha dengan karpet merah berbagai macam kemudahan-kemudahan. Jauh berbeda dengan sistem kapitalisme demokrasi, pembangunan dalam paradigma Islam mampu menciptakan kemaslahatan bagi seluruh umat. 

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, khilafah memiliki sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara. Termasuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, baik kebutuhan pribadi maupun kelompok, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Pembangunana dalam sistem Islam akan berfokus pada kemaslahatan umat. Pembangunan infrastruktur dalam Islam tidak diserahkan kepada investor, baik asing ataupun domestik seperti pada sistem saat ini. Pertama, pembangunan dalam negara khilafah berasal dari dana Baitul Mal tanpa memungut sedikitpun dana masyarakat. Dengan kekayaan milik umum yang dikuasai dan dikelola oleh negara, berikut dengan kekayaan milik negara, sangat memungkinkan pembangunan berbagai infrastruktur, sebagaimana telah terbukti dalam sejarah khilafah di masa lalu.

Kedua, jika kondisi Baitul Mal tidak ada dana, namun kondisi ini sangat kecil kemungkinannya mengingat sumber kekayaan negara khilafah terbentang di 2/3 dunia yang sangat fantastis dan luar biasa. Dan jika proyek infrastruktur sangat vital yang merupakan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan, negara dapat mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika belum cukup, maka kaum Muslim, laki-laki dan mampu dikenakan pajak khusus untuk membiayai proyek ini hingga terpenuhi. Namun, ini hanya bisa jika proyek infrastruktur benar-benar vital, jika tidak maka tidak perlu.

Begitu juga ketika pembangunan membutuhkan pemanfaatan lahan, ketika harus mengkonversi lahan milik pribadi untuk fasilitas umum, maka membutuhkan izin dari pemiliknya. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis Rasulullah, "Tidaklah halal seseorang untuk mengambil tongkat milik saudaranya, kecuali atas kerelaannya." (HR. Ibn Hibban).

Termasuk kawasan Puncak atau hutan yang menjadi kawasan konservasi dan resapan air, dengan berbagai tanaman dan pohon yang ada di dalamnya, tidak boleh dikonversi sehingga bisa merusak fungsinya. Kawasan ini merupakan lahan milik umum, yang termasuk dalam kategori hima (daerah yang diproteksi) agar tidak rusak atau dialihfungsikan.

Dalam pandangan Islam, danau, kawasan pesisir, laut, hutan, lereng merupakan harta milik umum seluruh rakyat secara berserikat. Harta milik umum itu dalam ketentuan syariah tidka boleh dikuasai atau dikuasakan kepada individu, kelompok individu atau korporasi. Pengaturannya,memberi kemungkinan kepada seluruh rakyat untuk memanfaatkan dna mendapatkan manfaat. Negara mengelola langsung harta milik umum dan hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung atau dalam bentuk pelayanan.

Meskipun individu tidak diperbolehkan mengkonversi lahan milik umum, namun tidak menutup kemungkinan jika dilakukan sendiri oleh negara untuk kepentingan tertentu di antara kepentingan negara dan kemaslahatan masyarakat, maka pengkonversian lahan semacam itu secara syari dimungkinkan.

Jadi, di dalam Islam setiap pembangunan baik untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus ataupun pembangunan berbagai infrastruktur harus ditetapkan sesuai dengan standar syariah. Jika pembangunan di atas lahan milik umum, diharamkan diprivatisasi kecuali jika dilakukan oleh negara demi kemaslahatan umum. Begitu pula ketika harus membangun diatas lahan milik orang lain, harus mendapat persetujuan dari pemilik lahan.


Penutup

PP KEK Lido menjadi karpet merah bagi korporat untuk memperoleh berbagai fasilitas kemewahan yang dapat dinikmati oleh seluruh investor dan pelaku usaha di dalam KEK MNC Lido City. Termasuk juga bisa menikmati sejumlah insentif, khususnya pajak, yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh) badan, cukai, dan bea masuk impor.

Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Lido, berikut fasilitas istimewa yang diberikan penguasa, semakin menguatkan cengkeraman kapital dalam pengembangan ekonomi masyarakat dan menguatkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme adalah pro korporat. Pada akhirnya telah tampak nyata, penetapan MNC Lido merupakan salah bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme berpihak kepada investor, bukan rakyat.

Beberapa sorotan yang muncul dari penetapan KEK Lido diantaranya, persoalan mengkonversi kawasan hutan, masyarakat sekitar harus rela kehilangan mata pencaharian asal mereka sebagai petani penggarap, persoalan sengketa tanah yang belum seluruhnya selesai, minimnya skill masyarakat setempat memenuhi kualifikasi penyerapan tenaga kerja.

Telah nampak, pembangunan KEK Lido tak memberikan dampak yang positif bagi perekonomian masyarakat kecil, apalagi berdampak kepada kesejahteraan rakyat. Yang nyata terlihat, adanya simbiosis mutualisme antara penguasa yang memuluskan jalan para korporat dan pengusaha dalam mewujudkan kepentingannya.

Dalam pembangunan ekonomi rakyat di dalam Islam, tidak akan terlepas dari kebijakan sistem ekonomi negara khilafah. Begitu pula ketika negara memutuskan pembangunan KEK pasti dengan mengutamakan kepentingan ekonomi rakyat, dengan pembangunan itu, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, khilafah memiliki sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara. Termasuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, baik kebutuhan pribadi maupun kelompok, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. 

Jadi, di dalam Islam setiap pembangunan baik untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus ataupun pembangunan berbagai infrastruktur harus ditetapkan sesuai dengan standar syariah. Jika pembangunan di atas lahan milik umum, diharamkan diprivatisasi kecuali jika dilakukan oleh negara demi kemaslahatan umum. Begitu pula ketika harus membangun diatas lahan milik orang lain, harus mendapat persetujuan dari pemilik lahan.[]


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
(Analis Mutiara Umat & Dosol Uniol 4.0 Diponorogo)

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar