Pemuda Progresif: From The Agent of Change to The Leader of Change



TintaSiyasi.com-- Pemuda memiliki peran penting pada setiap bagian dari perubahan dunia dan peradaban, bahkan kita membutuhkan kehadiran kepemimpinan perubahan para pemuda di tengah kehidupan masyarakat dalam porsi yang lebih besar itu. Selama ini yang kita kenal memang, slogan bahwa pemuda diharapkan bisa menjadi agent of change (agen perubahan). Namun, oleh karena tuntutan zaman yang semakin kompleks dan serba cepat perkembangannya, maka dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa, bangsa kita saat ini khususnya, pemuda diharapkan bisa memainkan peran yang lebih strategis dengan menjadi leader of change (pemimpin perubahan). Sehingga pemuda tidak hanya mampu mendorong terjadinya sebuah perubahan, tapi juga ikut menentukan arah dari perubahan itu sendiri. 

Belum lama ini, beredar sebuah video yang berjudul 'JOKOWI THE KING OF LIP SERVICE'  yang diunggah pada Senin (28/6/2021), oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang secara terbuka ditujukan untuk mengkritik kepemimpinan Presiden Jokowi. Inilah salah satu bentuk keberanian yang memang harus dimiliki oleh setiap pemuda khususunya pergerakan di dunia akademik perkampusan. Dalam mengkontrol dan mengkoreksi kebijakan pemerintah terkait kehidupan dan masa depan bangsa ini.

Lalu, akankah hal itu akan berlanjut dengan mampu membawa pemuda kita kepada peran strategisnya sebagai pemimpin sekaligus aktor perubahan, yang berkarakter pemuda progresif? Ataukah hanya terhenti sampai di situ saja, sehingga lagi-lagi akan berujung kepada redupnya sikap dan pola pikir kritis yang lebih memilih menjadi penonton di belakang layar, atau rela melacurkan diri menjadi pion-pion kekuasaan?


Perlunya Perubahan Mindset Tentang Peran Pemuda dari Sebagai The Agent of Change Menjadi The Leader of Change

Salah satu kekayaan Islam dan negeri ini adalah keberadaan generasi mudanya, kita tentu merasa bahagia jika jumlah para pemuda terus bertambah. Namun kita juga harus paham bahwa apalah arti banyaknya mempunyai para pemuda, jika yang dimiliki adalah para pemuda yang non berkualitas dan tidak mempunyai integritas. Maka yang ada, para pemuda kita pun akan sama nasibnya hanya seperti menjadi buih di lautan saja. Jumlahnya banyak, namun tiada berguna. Terutama bagi masa depan bangsa dan peradaban dunia.

Banyaknya keberadaan para pemuda dalam dunia akademik misalnya, yang perannya sangat penting dan dibutuhkan dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, peran pemuda atau mahasiswa di dunia akademik saat ini yang semula diusung sebagai The agent of change ( agen perubahan) harus digeser menjadi The leader of change (pemimpin perubahan). Mengapa? Karena seperti yang penulis terangkan di awal tadi, oleh karena tuntutan zaman dan kompleksnya berbagai permasalahan yang menderah bangsa, maka diperlukan sosok-sosok pemuda berani, yang punya karakter sebagai pemimpin perubahan.

Bagaimana dan apa perlunya karakter pemimpin perubahan ini, yaitu para pemuda yang berkarakter dan kuat baik secara fisik, mental maupun pemikirannya. Yang tidak gampang terbawa arus pragmatisme yang hanya berorientasi kepada kepentingan duniawi, apalagi yang menghalalkan segala cara dalam menggapainya. Yang dapat menjauhkan mereka dari makna berkualitas. Maka, pemuda sebagai pemimpin perubahan yang menjadi tonggak peradaban, haruslah dicetak dengan keimanan yang kokoh, hingga terbentuk generasi yang taat, berwawasan luas dan berakhlak mulia. 

Adapun perlunya peran pemuda sebagai the leader of change atau pemimpin perubahan ini, agar bangsa ini memiliki sumber daya manusia yang berkarakter tangguh, idealis, berani melawan kedzaliman dan kemungkaran, berdakwah menentang berbagai kebijakan yang merugikan rakyat, dan menjadi garda terdepan di dalam membela kebenaran dan keadilan. Terutama para pemuda yang dididik dalam dunia akademisi seperti kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Mereka akan senantiasa bergerak teratur dan berimbang, untuk perubahan besar yang akan membawa dunia kepada cahaya agung nan mulia.

Hal tersebut juga sejalan dengan nash syara', yang mewajibkan adanya keberadaan segolongan umat manusia yang senantiasa melakukan kebajikan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman : 

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" ( Qs. Ali Imran 104 ).

Ya, peran mahasiswa atau pemuda sebagai the leader of change ini di dalam pandangan hukum nasional kita bisa disebut sebagai pemuda progresif. Ketika ide, wawasan dan keterampilan yang dimilikinya, dijadikan sebagai lokomotif kemajuan bangsa. Yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi pabila ada hal yang tidak beres dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan negaranya, dengan itu kemudian mereka melakukan gerakan yang menuntut suatu perubahan. Gerakan yang tentunya juga didukung penuh oleh masyarakat.

Sebagai contoh, peran tersebut akan tampak di bagaimana mereka melakukan perubahan tersebut dalam sosial dan politik. Peran pemuda sebagai pemimpin perubahan tentu akan senantiasa aktif dalam mengontrol lajunya kehidupan sosial maupun politik di negeri ini. Begitu pun dalam bidang-bidang lain seperti bidang agama dan prekonomian. Mereka bergerak tentunya untuk menuju pada perubahan yang mendasar dan hakiki, bukan asal gerakan yang tidak jelas arah dan landasan yang berujung kepada perubahan semu dan pragmatisme semata.

Itulah sekilas bagaimana karakter dan pentingnya mindset yang memposisikan pemuda sebagai pemimpin perubahan. Perubahan mendasar untuk bangsa negara maupun dunia. Agar hadirnya lembaga-lembaga pendidikan di negeri ini dapat mencetak dan melahirkan generasi berkualitas dan mumpuni.

Dampak Perubahan Mindset Peran Pemuda sebagai The Leader of Change terhadap Kepemimpinan Daerah dan Pusat Pemerintahan

Kembali penulis ingin sampaikan bahwa, generasi khususnya para pemuda sangat dibutuhkan kontribusinya di dalam menetukan jalan perkembangan negara. Maka tentu saja peran pemuda dapat dikerahkan dalam membantu pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Dalam pandangan Islam, pemerintah merupakan pelayan bagi masyarakat. Maka sesungguhnya pemerintah tidak akan mampu melihat dan dapat menyelesaikan segala permasalahan yang ada, tanpa adanya peran kontribusi dari masyarakat. Dan dalam hal ini khususnya peran para pemuda. Apalagi di tengah kondisi negeri ini, yang sedang dipenuhi dengan berbagai problematika politik, sosial, kesehatan dan ekonominya. Maka disini lah kehadiran para pemuda sebagai pemimpin perubahan teramat penting dibutuhkan.

Tentu, keberadaan pemuda sebagai pemimpin perubahan akan membawa dampak yang baik bagi masa depan dan jalannya pemerintahan negeri ini, baik bagi kepemimpinan pemerintah daerah maupun kepemimpinan pusat pemerintahan. Yang paling sederhana contohnya, peran pemuda yang mampu menjadi pemimpin dalam menyuarakan kebenaran dan berani dalam menentang segala kebijakan dzalim penguasa. Yang dijamin pula oleh aturan perundang-undangan, yang berdasarkan UU no 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dijelaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya secara lisan atau tulisan di muka umum. 

Bagi pemuda yang telah memiliki mindset dan karakter the leader of change,  maka tentu ia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk ikut berkontribusi penuh dalam membangun negara dan memajukan masyarakat. Ia akan berupaya menyalurkan ide-ide cemerlang, maupun kritik konstruktif yang disertai solusi mendasar dan hakiki. Terhadap berbagai problematika kehidupan individu, masyarakat dan pemerintahan/negara. Dengan berbagai uslub dan strategi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, pandangan ideologi dan akidahnya.

Dengan aset para pemuda yang berkarakter the leader of change seperti ini, akan menjadi rem dan pengontrol atas segala bentuk penyelewengan agenda pemerintahan. Pemerintah baik pusat maupun di daerah tidak akan dapat semena-mena dalam menjalankan tugasnya dalam mengurusi kepentingan masyarakat. Seperti maraknya tindakan korupsi, jual beli jabatan, kesewenang-wenangan penegakan hukum, dan berbagai bentuk penyelewengan dan kedzaliman sudah menjadi gaya pemerintahan kita saat ini. Termasuk pada upaya-upaya pelemahan karakter dan peran mahasiswa dalam dunia kampus sendiri.  Bila karakter the leader of change telah mampu ditanamkan dalam dunia akademik, maka tidak akan lagi ditemukan para mahasiswa yang berkarakter bungkam, apatis, nirmilitansi dan mudah takluk pada status quo, bahkan menjilat kepada kekuatan kekuasaan.

Peran pemuda sebagai pemimpin perubahan juga akan berkontribusi dalam mencerdaskan pola dan taraf berpikir masyarakat. Karena kondisi masyarakat yang sehat juga akan berpengaruh kepada jalannya pemerintahan yang sehat juga. Baik di pedesaan maupun masyarakat di perkotaan. Amburadulnya sistem birokrasi baik pemerintah daerah dan pemerintahan pusat kita saat ini, juga akibat dari masih minimnya sikap kritis dan kebangkitan pola berpikir masyarakat. Masyarakat yang hanya mampu ikut terbawa arus, akan berpengaruh kepada langgengnya setiap kedzaliman demi kedzaliman yang kerap dipertontonkan.

Jadi, sudah saatnya para pemuda dan seluruh komponen bangsa ini untuk memiliki mindset yang mengharuskan pemuda mampu berperan sebagai pemimpin-pemimpin perubahan. Generasi muda yang sering dikenal sebagai generasi milenial saat ini, diharapkan memiliki karakter sebagai pemimpin perubahan itu. Dengan berbagai kemajuan fasilitas sarana dan prasarana yang ada, diharapkan dapat digunakan dalam berkontribusi untuk perubahan negeri ini kepada perubahan yang lebih baik. Media sosial merupakan salah satu akses yang paling mudah dijangkau bagi mereka untuk mengutarakan ide dan pemikiran ataupun pendapat-pendapat yang membangun. Demi sehatnya kehidupan berbangsa, terutama bagi jalannya pemerintahan negara kita.

Strategi Membentuk Karakter Pemuda sebagai The Leader of Change dalam Negara Bangsa yang Religius

Indonesia sebagai pemeluk Islam terbesar di dunia dan juga terdiri dari bermacam-macam agama lainnya, bisa dibilang sebagai negeri yang religius. Artinya dengan kondisi masyarakat yang ditopang dengan keyakinan agama, maka diharapkan mampu mencetak dan melahirkan generasi yang berkualitas. Yakni para pemuda yang terdidik oleh keyakinan dan aturan yang benar.

Di dunia Islam sendiri begitu banyak peran pemuda-pemuda muslim yang berhasil menjadi pemimpin-pemimpin perubahan. Karakter ideologis dan idealis yang tertancap kuat pada diri mereka, mampu membantu Rasulullah SAW mengantarkan Islam pada masa-masa kejayaan. Namun semua itu tidaklah didapatkan secara instan, mereka ditempah oleh pembinaan dengan dasar akidah Islam yang dibawa Rasulullah SAW. 

Pada dasarnya, Islam juga menempatkan manusia itu sebagai pemimpin. Maka karakter pemimpin hendaklah dimiliki oleh setiap orang, apalagi pemimpin suatu perubahan yang menuntut suatu pertanggungjawaban.

Rasulullah Shalallahu`alaihi wassalam bersabda,

"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dipertanggungjawabkan, seorang imam adalah pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya, seorang laki-laki pemimpin atas keluarganya dan akan diminta pertanggungjawabannya, seorang wanita pemimpin dalam rumah suaminya dan ia bertanggungjawab dan seorang budak adalah pemimpin dalam hal harta tuannya dan ia bertanggungjawab. Ketahuilah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya." (HR Bukhori dan Muslim dari sahabat Abdullah ibnu Umar Radiyallahu `anhu).

Kedudukan pemuda sebagai pemimpin perubahan dalam hal ini, adalah unsur-unsur yang paling berpengaruh penting dalam membangun sebuah lingkungan yang mempengaruhi pola kehidupan suatu bangsa. Karena bila para pemuda suatu bangsa baik, maka akan baik pula masa depan bangsanya. Dan sebaliknya, apabila para pemuda suatu bangsa sudah rusak, maka bisa rusak juga masa depan bangsanya.

Ada beberapa contoh pemuda yang dicetak pada masa kejayaan Islam dan turut membawa perubahan besar bagi Islam.  Seperti Zubair bin Awam misalnya, Ia adalah salah seorang dari pasukan berkudanya Rasulullah SAW yang dinyatakan oleh Umar ibnul Khattab. Satu orang Zubair menandingi seribu orang laki-laki.? Ia seorang pemuda yang kokoh aqidahnya, terpuji akhlaknya, tumbuh di bawah binaan ibunya Shofiyah binti Abdul Mutholib, bibinya Rasulullah dan saudara perempuannya Hamzah.

Selanjutnya ada Ali bin Abi Thalib, sejak kecil Ia menemani Rasulullah bahkan dipilih menjadi menantunya. Ia tumbuh sebagai seorang pemuda sosok teladan bagi para pemuda seusianya. Begitu pula dengan Abdullah bin Ja'far, bangsawan Arab yang terkenal kebaikannya, dan dijadikan tauladan di kalangan para sahabat. Ada pula Umar bin Abdul Aziz yang dilantik menjadi Khalifah karena kecerdasan, ketakwaan dan akhlak mulianya pada umur 33 tahun. Dan yang tidak kalah Masyur salah satu pahlawan bersejarah dalam Islam yaitu Muhammad Al Fatih. Di usianya yang sangat muda yaitu 25 tahun, beliau mampu memimpin dan menaklukan Konstantinopel di Romawi Timur.

Namun bagi kehidupan negara religius yang keras dalam gempuran ide-ide dan pemikiran di luar Islam ini, sungguh akan sangat tidak mudah ditemukan pemuda-pemuda yang berkarakter the leader of change ini, kecuali melakukan beberapa strategi berikut:

Pertama, perubahan ideologi. Usia muda kerap dikaitkan juga dengan fase mencari jati diri. Akibatnya para pemuda mudah sekali terasuki oleh ideologi-ideologi kufur dan lama-lama menjadi sifat idealis di kemudian hari. Sifat idealis yang salah akan berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir, akhlak dan perilakunya. Maka yang dibutuhkan segera adalah perubahan ideologi dalam dirinya, ideologi kapitalisme-sekuler yang banyak mendominasi umat hari ini, haruslah dibuang dan digantikan dengan ideologi Islam yang ditopang dengan akidah Islam yang kokoh. Perubahan ideologi shahih dalam dirinya, secara alami akan membentuknya menjadi pemimpin sekaligus aktor perubahan.

Adapun indikator perubahan ideologi pada diri pemuda, apabila dia telah memiliki karakter pokok di bawah ini:

1. Memiliki akidah yang kokoh.
2. Kuat Ibadah dan sibuk dalam ketaatan
3. Pecinta Ilmu Pengetahuan
4. Menjalankan amar makruf nahi mungkar
5. Tidak hedonis (zuhud)
6. Mau berjuang untuk agama, bangsa, dan negara
7. Pandai merawat kemajemukan adat dan budaya yang sesuai dengan tuntunan agamanya
8. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan antar seluruh kaum muslimin dan umat lainnya
9. Teguh dalam membela keadilan dan kebenaran
10. Istiqamah

Itulah beberapa indikator perubahan ideologi yang benar sebagai modal bagi pemuda untuk menjadi pemimpin perubahan.

Kedua, Pendidikan Usia Dini. 
Di masa kejayaan Islam, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk dekat dengan al-Qur'an dan  menghafalnya. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal dan akrab dengan al-Qur'an sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas seperti ini, anak-anaknya sudah mampu dibentuk menjadi pribadi-pribadi yang baik.

Selain bisa menghafal Al-Qur'an di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Saat usia sepuluh tahun, mereka pun bisa menguasai al-Qur'an, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik. Karena itu, di era khilafah bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.

Selain penguasaan knowledge yang begitu luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua-orang tua mereka untuk ke mengerjakan shalat, berpuasa, berzakat, infaq hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair, misalnya, yang dikenal sebagai ksatria pemberani tidak lepas dari didikan orang tuanya, Zubair bin al-Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak berperang oleh ayahnya saat usianya masih 8 tahun. Dia dibonceng di belakang ayahnya di atas kuda yang sama. (Dikutip dari tulisan Ustadz Hafidz Abdurrahman)

Ketiga, (Masih diambil dari tulisan Ustadz Hafidz Abdurrahman) yaitu Kehidupan yang Bersih. Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha’ dan qadar, rizki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.

Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain berbagai pintu ke sana ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras, sehingga membuat siapapun yang hendak melanggar akan berpikir ulang. Pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi di tengah masyarakat benar-benar bersih. Kehormatan [izzah] pria dan wanita, serta kesucian hati [iffah] mereka pun terjaga. Semuanya itu, selain karena modal ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, juga sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat oleh khilafah.

Karena kehidupan mereka seperti itu, maka produktivitas generasi muda di era khilafah ini pun luar biasa. Banyak karya ilmiah yang mereka hasilkan saat usia mereka masih muda. Begitu juga riset dan penemuan juga bisa mereka hasilkan ketika usia mereka masih sangat belia. Semuanya itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya.

Kehidupan masyarakat yang bersih ini juga bagian dari tatsqif jama’i yang membentuk karakter dan kepribadian generasi muda di zaman itu. Peran negara, masyarakat dan keluarga begitu luar biasa dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka. Selain kesadaran individunya sendiri. Karena itu, tradisi seperti ini terus berlangsung dan bertahan hingga ribuan tahun. Bahkan, tradisi seperti masih dipertahankan di beberapa negeri kaum Muslim, meski khilafah yang menaunginya telah tiada. Ini bisa kita lihat di Madinah, Makkah, Mauritania, Hederabad, dan beberapa wilayah lain.

Itulah strategi yang bisa dilakukan di dalam mencetak para pemuda yang akan mampu berperan sebagai pemimpin dan penentu suatu perubahan atau yang disebut The Leader Of Change.



Dari uraian di atas, kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Perlunya mindset bahwa pemuda sebagai the leader of change atau pemimpin perubahan ini, agar bangsa ini memiliki sumber daya manusia yang berkarakter tangguh, idealis, berani melawan kedzaliman dan kemungkaran, berdakwah menentang berbagai kebijakan yang merugikan rakyat, dan menjadi garda terdepan di dalam membela kebenaran dan keadilan.

Keberadaan pemuda sebagai pemimpin perubahan akan membawa dampak yang baik bagi masa depan dan jalannya pemerintahan negeri ini, baik bagi kepemimpinan pemerintah daerah maupun kepemimpinan pusat pemerintahan. Dengan aset para pemuda yang berkarakter the leader of change seperti ini, akan menjadi rem dan pengontrol atas segala bentuk penyelewengan agenda pemerintahan. Pemerintah baik pusat maupun di daerah tidak akan dapat semena-mena dalam menjalankan tugasnya dalam mengurusi kepentingan masyarakat. Seperti maraknya tindakan korupsi, jual beli jabatan, kesewenang-wenangan penegakan hukum, dan berbagai bentuk penyelewengan dan kedzaliman sudah menjadi gaya pemerintahan kita saat ini.

Karakter the leader of change akan terbentuk apabila diakukan beberapa strategi berikut:

Pertama, perubahan ideologi. Sifat idealis yang salah akan berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir, akhlak dan perilakunya. Maka yang dibutuhkan segera adalah perubahan ideologi dalam dirinya, ideologi kapitalisme-sekuler yang banyak mendominasi umat hari ini, haruslah dibuang dan digantikan dengan ideologi Islam yang ditopang dengan akidah Islam yang kokoh. 

Kedua, Pendidikan Usia Dini. Di masa kejayaan Islam, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Sejak sebelum lahir dan saat balita, orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk dekat dengan al-Qur'an dan  menghafalnya. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal dan akrab dengan al-Qur'an sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas seperti ini, anak-anaknya sudah mampu dibentuk menjadi pribadi-pribadi yang baik.

Ketiga, Kehidupan yang Bersih. Kehidupan masyarakat yang bersih ini bagian dari tatsqif jama’i yang membentuk karakter dan kepribadian generasi muda. Peran negara, masyarakat dan keluarga diperlukan dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka. Selain kesadaran individunya sendiri. Karena itu, tradisi seperti ini terus berlangsung dan bertahan hingga ribuan tahun. Bahkan, masih dipertahankan di beberapa negeri kaum Muslim, meski khilafah yang menaunginya telah tiada. []

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Liza Burhan (Analis Mutiara Umat dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo) 
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpgainst

Posting Komentar

0 Komentar