Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Mampukah?


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan tahun 2019 masih berada di bawah laki-laki yaitu 69,18, sedangkan nilai IPM laki-laki adalah 75,96. Rendahnya IPM perempuan ini berkontribusi terhadap rendahnya IPM nasional (71,92).
“Angka ini menunjukkan realitas ketimpangan yang dihadapi perempuan hingga saat ini, mulai dari kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga kasus kekerasan yang menimpa perempuan,” jelasnya.
(kemenpppa.go.id, 25/3/2021)

Para aktivis feminis mendefinisikan gender berbeda dengan jenis kelamin. Menurut mereka gender merupakan konsep yang mengacu pada perbedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat. Sehingga dapat berubah dari waktu ke waktu. Sementara itu stereotype yang berkembang di tengah masyarakat, laki laki dikenal lebih rasional, kuat, agresif dan tegas. Sementara perempuan bersifat emosional, ragu-ragu, pasif dan lemah.

Pengertian kesetaraan gender menurut UN Women mengacu pada persamaan hak, tanggung jawab dan kesempatan antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
(kumparan.com, 1/11/2020).

Pengarusutamaan gender (PUG), menurut mereka bukanlah merupakan program atau kegiatan, melainkan suatu strategi. Yakni sebuah strategi guna mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi pembangunan untuk mencapai keadilan. Sementara itu tujuan dari PUG adalah memastikan seluruh kebijakan program dan kegiatan setara serta adil bagi laki-laki, perempuan, anak-anak, lansia dan kelompok rentan lainnya.

Sekilas tidak ada yang salah dengan PUG. Sebab PUG dianggap sebagai strategi pembangunan pemberdayaan perempuan. Sebagai implementasinya melalui prinsip kesetaraan dan keadilan gender sebagai dasar setiap kebijakan dalam pembangunan. Sementara itu strategi yang sering dijadikan argumentasi, diantaranya:

Pertama. Adanya diskriminasi yang menimpa perempuan. Dari sini diperlukan adanya peraturan berbasis gender agar bisa lebih adil dan setara dengan laki-laki. Namun, tanpa disadari justru ide ini menyerang ajaran Islam. Ide ini sering kali mempermasalahkan soal pembagian warisan, kepemimpinan perempuan, pakaian perempuan dan lain sebagainya.

Kedua. Banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Hal ini sering kali dijadikan dalih atas pentingnya aturan berbasis gender. Namun mereka sesungguhnya telah lupa, bahwa banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak adalah buah diterapkan sistem liberal.

Ketiga. Strategi 50:50 dalam kekuasaan, akhirnya perempuan ramai-ramai mengambil peran di ranah publik. Sebagai dalih perempuan mampu berperan besar dalam perubahan ekonomi negara. Sehingga menimbulkan kontradiksi mengenai peran politik perempuan menurut Islam. Selain itu tidak lagi mempertimbangkan hukum Allah.

Peningkatan peran perempuan, khususnya dalam pemberdayaan ekonomi dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan pembangunan. Akan tetapi pada kenyataannya, berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan, seperti kesulitan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan juga pekerjaan bukan hanya dialami oleh perempuan saja tetapi oleh seluruh lapisan masyarakat. Jadi permasalahan pembangunan bukan semata-mata masalah perempuan yang harus diatasi dengan pemberdayaan perempuan. Persoalan pembangunan sejatinya dikembalikan pada fungsi pengaturan negara, bukan pada pemberdayaan perempuan.

Islam telah memberikan gambaran bahwa negara harus bertanggung jawab penuh dan langsung dalam memberikan layanan kesehatan dan pendidikan bagi rakyatnya baik laki-laki maupun perempuan. Pengelolaan sumber daya alam secara optimal oleh negara akan menjadikan negara berkemampuan secara finansial dan memadai dalam memberikan layanan kesehatan dan pendidikan. Kesenjangan dan persoalan dalam pemenuhan layanan kesehatan dan pendidikan tidak lain disebabkan oleh pengelola sumber daya alam yang diserahkan kepada pihak lain secara sepenuhnya.

Rasulullah telah mengingatkan dalam sabdanya: "Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah Saw berkata, 'Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka'." (HR. Abu Daud)

Pun dalam masalah pembangunan ekonomi, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggung jawab negara. Sehingga penyediaan lapangan kerja sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara.

Dikisahkan bahwa seorang pengemis dari kalangan anshor, dia meminta-minta pada Rasulullah, kemudian dia ditanya adakah yang dia miliki di rumah. Si pengemis menjawab ada, maka diminta mengambilnya oleh Rasulullah dan dijuallah barang milik pengemis tadi. Kemudian dengan uang tersebut dibelikanlah kapak. Kapak tersebut diberikan pada sang pengemis untuk digunakan mencari kayu bakar dan menjualnya ke kota. Kisah ini menjadi simbol pemberian lapangan pekerjaan oleh Rasulullah selaku kepala negara.

Begitulah Islam mengatur pembangunan dan kesejahteraan masyarakat ada di tangan negara. Sumber daya alam dikelola dengan optimal dan sepenuhnya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan tanpa memandang gender. Hanya dengan tegaknya Islam di muka bumi ini, pembangunan dan kesejahteraan akan terwujud. Wallahu a'lam.[]

Oleh: Ninik Suhardani

Posting Komentar

0 Komentar