Dilema Larangan Mudik dan Tuntutan Penuntasan Pandemi


Setelah satu tahun lebih pandemi tak kunjung usai, kini berimbas lagi terhadap kebijakan tentang pelarangan mudik lebaran yang sebentar lagi akan diberlakukan. Hal tersebut ditanggapi oleh Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (UNKA) Semarang, Djoko Setijowarno menyarankan agar pelarangan mudik lebaran 2021 berjalan efektif, dan meminta kepada pemerintah agar diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres).
Kabarnya penerbitan Perpres tersebut bertujuan untuk  keberlangsungan usaha di bisnis transportasi umum darat wajib mendapatkan bantuan subsidi, seperti halnya moda udara, laut dan kereta. Djoko juga menjelaskan bahwa Keputusan pelarangan mudik sebenarnya empirik based on data. Setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan Covid-19 pasti meningkat signifikan. Menurut Djoko Setijowarno lagi, bahwa hal ini secara psikologis akan membuat menurunkan kepercayaan (low trust) terhadap kebijakan pandemi Covid-19, terutama vaksinasi. Vaksinasi bisa dianggap gagal jika terjadi ledakan penderita covid pasca lebaran dan akan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah.
(Liputan6.com, 28/3/2021)

Disisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, keputusan larangan mudik lebaran 2021 dihasilkan dari rapat tiga menteri. Ditetapkan tahun 2021 mudik ditiadakan, berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, swasta maupun pekerjaan mandiri juga seluruh masyarakat. Pelarangan mudik Lebaran ternyata ada kaitannya dalam mendukung program vaksinasi Covid-19 yang masih berlangsung.
(liputan6.com, 28/3/2021)

Seiring dengan adanya kebijakan pelarangan mudik, hal tersebut dianggap akan menekan tingkat konsumsi masyarakat. Tentu saja ini ada kaitannya dengan pelaku usaha yang akan mengalami dampak negatif dari kebijakan ini. Hal yang sama juga dikabarkan dampaknya oleh dunia pariwisata. Sedangkan kalangan dunia usaha berharap agar pencairan bantuan sosial (Bansos) yang dijanjikan pemerintah pada masa lebaran 2021/Idul Fitri 1442 H, bisa mendongkrak konsumsi dan permintaan pasar sehingga bisa tetap mendorong pemulihan ekonomi.
"Dengan kebijakan pencairan bansos kami rasa ada peluang demand domestik bisa didongkrak lebih tinggi. Ini berdasarkan pengamatan kami di tahun lalu dimana pencairan bansos yang gencar di kuartal IIi 2020 sangat signifikan meningkatkan demand pasar domestik di periode tersebut dan efektif positifnya juga tercermin pada perbaikan tingkat pertumbuhan penjualan ritel. Kami harap hal yang sama bisa terjadi juga tahun ini," ungkap Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani.
(deskjabar.dot.com, 27/3/2021)

Seharusnya pemerintah lebih arif dan bijak dalam menentukan setiap aturan yang akan diimplementasikan di tengah masyarakat dan bukan hanya sekedar kebijakan basa basi belaka.

Pelarangan mudik yang tentu berdampak terhadap ekonomi dan sosial rakyat, sehingga pemerintah perlu memperbaiki kinerjanya sebagai seorang pemimpin. Sehingga tidak ada rakyat yang sengsara akibat kebijakan tersebut karena faktanya rakyat harus tetap menanggung semua kebutuhan pokok tanpa riayah dari penguasa.

Jika dari awal wabah masuk pemerintah telah mengambil langkah lock down bagi wilayah yang terjangkit virus, tentu masalahnya tidak serumit ini. Karena langkah lock down bagi wilayah yang terdampak sejatinya sudah pernah dilakukan di masa khilafah dan dinilai berhasil memutus mata rantai penyebaran wabah saat itu.

Khalifah Umar misalnya, saat melakukan perjalanan ke negeri Syam, dan di tengah perjalanan Umar mendengar kabar bahwa negeri Syam sedang dilanda wabah.

Mendengar hal tersebut, Khalifah Umar memanggil beberapa kaum Anshar dan Muhajirin untuk dimintai pendapatnya. Apakah perjalanan diteruskan atau menunda perjalanan itu, yang akhirnya diwarnai perdebatan.

Salah seorang sahabat mengatakan, jika Umar tidak melanjutkan perjalanan ke negeri Syam, maka Umar dikatakan lari dari takdir Allah.

Umar menanggapi tegas pernyataan tersebut dan mengatakan jika dia dan pasukannya lari dari takdir Allah yang buruk menuju takdir Allah yang baik.

Lalu atas dukungan sahabat Abdurahman bin  'Auf dalam meyakinkan Umar, akhirnya Umar tidak melanjutkan perjalanan dengan mengambil sesuai hadis Rasulullah Saw, "Apabila kalian mendengar wabah tha'un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian-kalian didalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari kisah Umar seharusnya pemimpin di era sekuler kapitalisme tetap harus mencontoh.  Karena wabah bisa saja menyerang siapa saja. Namun karena ikhtiar dibarengi dengan ketawakalan dengan tetap berpedoman terhadap petunjuk Rasulullah Saw sehingga dapat meminimalisir terjadinya korban akibat wabah. 

Khalifah Umar ketika menghadapi masalah mempraktikkan sendiri atas apa yang pernah dikatakannya. Diantaranya yang pertama, yaitu menyelesaikan masalah dengan idenya yang justru semakin merusak. Kedua, menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah kepada orang yang lebih ahli. Ketiga, bingung dan tidak mau menyelesaikan masalah. Tetapi tidak mencari solusi dan tidak mendengar saran dan solusi dari orang lain.

Hal tersebut sudah dilakukan Umar dengan mengambil jalan kedua yaitu, menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah dengan orang yang lebih ahli.

Namun hal tersebut sulit dijumpai di era sekuler kapitalisme. Pertimbangan ekonomi selalu menjadi topik pembahasan utama yang terkadang meremehkan masalah keselamatan rakyat. Sehingga harapan pandemi akan cepat berakhir malah jauh dari kata harap, karena sejatinya meremehkan setiap masukan yang datang dari orang-orang yang lebih baik dan ahli serta faham atas persoalan yang dihadapi sebuah negeri.

Sedangkan dalam Islam masalah keselamatan rakyat menjadi prioritas utama tanpa meremehkan dari jalannya perekonomian negara. Oleh sebab itu orang-orang yang duduk dalam kursi kekuasaan tidak serta merta mementingkan dirinya sendiri yang sering kali materi menjadi pertimbangan dalam melaksanakan amanah tugas.

Khalifah dalam sistem Islam selalu mengambil orang-orang terbaik dan ketika mereka lalai dalam melaksanakan tugas yang diemban maka Khalifah akan memberikan sanksi sesuai yang berlaku dalam syari'at Islam.

Semua demi kebaikan seluruh umat manusia yang hidup dalam naungan syariat Islam. Sehingga meminimalisir efek buruk bagi manusia. Tanpa membedakan apakah dia Muslim ataukah non Muslim. Dari itulah mengapa sistem Islam dapat diterapkan sampai 13 abad lamanya.

Sudah semestinya manusia mengembalikan sistem baik yang telah hilang untuk kemudian diterapkan kembali dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehingga rakyat yang butuh kebijakan yang utuh hanya akan dapat tercapai dalam sistem Islam. Yaitu sistem Khilafah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishshawab.[]

Oleh: Anja Sri Wahyuni

Posting Komentar

0 Komentar