Benci Produk Luar Negeri Solusi Bagi Kemandirian Ekonomi?


Presiden Jokowi menggaungkan seruan cinta produk dalam negeri dan membenci produk asing. Hal itu disampaikan saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, dilansir dari akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (4/3/2021). Menurutnya 270 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar bagi sebuah negara. Pasar tersebut harus dijaga agar tidak dikuasai oleh produk-produk asing. Oleh karena itu Jokowi meminta untuk kembali digaungkan cinta produk Indonesia ditambah juga dengan benci produk asing.

Seruan tersebut tentu harus diapresiasi dan ditindaklanjuti dengan membuat strategi pembangunan ekonomi yang mengutamakan kepentingan nasional. Namun jika seruan tersebut sekadar retorika belaka tanpa kebijakan nyata maka kemandirian ekonomi akan sulit terwujud. Kemandirian ekonomi disini dalam pengertian kemampuan memenuhi kebutuhan barang dan jasa atas kemampuan produksi nasional oleh anak bangsanya sendiri.

Selain potensi pasar yang besar, potensi kekayaan alam Indonesia juga sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun nonhayati. Potensi kekayaan tersebut tersebar di berbagai sektor. Misalnya saja dalam sektor usaha lautan dan perikanan saja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan Indonesia memiliki potensi kekayaan Rp 19.133 triliun atau setara US$ 1.338 miliar (kurs Rp 14.300/US$). 

Namun menjadi suatu kenyataan ironis, di negeri yang kaya raya ini justru tak mampu memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya sendiri. Potensi kekayaan kelautan dan perikanan yang begitu besar yang dimiliki Indonesia belum dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Indonesia menjadi negara yang masih impor ikan. Bahkan pasokan ikan impor perikanan termasuk terbesar dari China, khususnya ikan beku. Data Trademap menunjukkan bahwa impor berbagai macam jenis komoditas perikanan RI dari China nilainya mencapai US$ 71,6 juta atau setara dengan Rp 1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$. Jumlah tersebut setara dengan 25% dari total nilai impor sektor perikanan RI 2018 yang mencapai US$ 290,8 juta (Rp 4,07 triliun).

Jumlah impor barang yang lain juga meningkat hampir setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik merilis angka impor Indonesia pada Desember 2020 naik 14 persen menjadi 14,4 miliar dolar AS secara bulanan. Meroketnya kegiatan importasi pada bulan tersebut karena adanya kenaikan impor untuk migas naik 36,57 persen dan non migas meningkat 11,89 persen. Kegiatan impor konsumsi meningkat paling tajam yang mencapai 31,89 persen, terdiri dari sejumlah barang impor yang berasal dari Cina seperti bawang putih, jeruk mandarin, apel hingga peralatan mesin AC. Tak hanya itu, komoditas impor seperti makanan daging tanpa tulang atau boneless yang berasal dari India juga naik cukup signifikan.

Pemenuhan berbagai kebutuhan negeri berpenduduk sekitar 270 juta orang ini ternyata masih dikuasai produk negara lain. Jika untuk memenuhi kebutuhan konsumtif pun pemerintahan yang berkuasa di negeri ini membangun ketergantungan kepada negara lain bukan membangun kemandirian lalu bagaimana mungkin bermimpi benci produk asing? 

Sistem kapitalisme memiliki metode penjajahan dalam menjaga dan menyebarluaskan ideologinya. Metode penjajahan ini membuat negara-negara kapitalis Barat sebagai negara penjajah dan negara-negara lainnya yang sebagian besar adalah negeri muslim berada dalam posisi negara jajahan. Maka negara-negara kapitalis Barat ingin melanggengkan penjajahannya dengan selalu berusaha supaya negara-negara lainnya terus memiliki ketergantungan kepada mereka.

Bentuk penjajahan yang saat ini dilakukan diantaranya adalah melalui ekonomi. Penjajahan dilakukan melalui hegemoni dengan eksploitasi ekonomi terhadap negara lain sehingga tidak memiliki kemandirian ekonomi. Hegemoni dilakukan negara kapitalis penjajah melalui instrumen penguasaan sumber daya alam di negara lain, investasi sektor pangan, energi, keuangan dan infrastruktur, utang luar negeri serta pembentukan lembaga-lembaga internasional.

Oleh karena itu kemandirian ekonomi akan terwujud dengan meninggalkan sistem kapitalisme dan menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi ini pernah diterapkan sekitar 13 abad lebih di bawah naungan Khilafah Islam. Sistem ekonomi Islam pernah membuktikan bahwa umat Islam menjadi rahmatan lil ’alamiin selama kurun waktu tersebut. Amerika Serikat yang saat ini banyak melakukan kejahatan terhadap kaum Muslim, negara dan rakyatnya pernah dibantu oleh Kekhilafahan Utsmani. Hal ini dapat dilihat surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke sana yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris) abad ke-18.

Khilafah menjadi negara yang punya visi jelas untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata, adil dan stabil. Khilafah mengejawantahkan visi itu diantaranya melalui kemandirian ekonomi. Khilafah akan menerapkan hukum-hukum syariah Islam untuk membangun kemandirian ekonominya dengan mengutamakan kemampuannya sendiri dalam mengatasi persoalan ekonomi. Kemandirian ini tidak berarti menafikan kerjasama ekonomi dengan negara lain dalam perekonomian global. Namun, kerjasama itu haruslah memperhatikan ketentuan syara, bersifat setara, dan menghindari hegemoni. 

Beberapa strategi yang dilakukan dalam mewujudkan kemandirian ekonomi antara lain:

Pertama. Kemandirian negara dalam mengelola kepemilikan, produksi dan distribusi berbagai sumberdaya yang ada.

Islam mengatur kepemilikan harta dengan jelas. Kepemilikan ada tiga macam yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan individu adalah hukum syara' atas benda atau jasa, yang memberinya peluang bagi orang yang memilikinya untuk memperoleh manfaat serta mendapatkan imbalan dari penggunaannya. Kepemilikan umum adalah izin Allah selaku pembuat hukum kepada jamaah (masyarakat) untuk memanfaatkan benda-benda secara bersama. Kepemilikan negara adalah setiap harta kekayaan yang penggunaannya tergantung pada pendapat Khalifah dan ijtihadnya seperti pajak, kharaj dan jizyah

Mengelola kepemilikan dengan menggunakan hak milik terikat dengan izin dari Allah selaku pembuat hukum, baik pengeluaran maupun untuk melakukan pengembangan kepemilikan. Negara tidak boleh mengalihkan hak milik individu menjadi hak milik umum. Kepemilikan umum bersifat tetap berdasarkan jenis dan karakteristik kekayaan bukan berdasarkan pendapat negara. Setiap individu berhak memanfaatkan sesuatu yang termasuk dalam kepemilikan umum. Negara tidak boleh mengizinkan orang-orang tertentu saja dari kalangan rakyat untuk memiliki atau mengelola kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, tambang tembaga dan emas, dan sebagainya. Korporasi swasta apalagi korporasi swasta asing tidak dibolehkan secara mutlak mengeksploitasi sumberdaya alam milik umum.

Negara selalu berusaha memutar harta di antara rakyat dan mencegah adanya peredaran harta pada kelompok tertentu. Negara menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau tidak ada orang yang wajib menanggung nafkahnya. Negara memberikan kesempatan bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan pelengkap serta mewujudkan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. 

Kedua. Strategi pembangunan ekonomi dibuat negara supaya memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sektor pangan, energi, keuangan dan infrastruktur.

Negara melakukan produksi dan berusaha memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan barang dan jasa atas kemampuan produksi dalam negeri atau tercapai swasembada. Negara mengatur urusan pertanian berikut produksinya, sesuai dengan kebutuhan strategis pertanian untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Dalam industri jika produksinya termasuk milik individu maka industri tersebut menjadi milik individu seperti pabrik garmen. Jika produksinya termasuk kepemilikan umum maka industri tersebut menjadi milik umum seperti pembangkit listrik, pabrik besi. 

Investasi dan pengelolaan modal asing di seluruh negara tidak dibolehkan, termasuk memberikan hak istimewa kepada pihak asing. Misalnya, investasi asing pada sektor-sektor milik umum, seperti pertambangan. Contoh lain adalah investasi yang mendominasi umat Islam sehingga ekonomi rakyat tidak dapat berkembang atau bahkan mengalami kerugian.

Negara mencetak mata uang khusus yang independen dan tidak boleh terikat dengan mata uang asing manapun. Mata uang negara terdiri dari emas dan perak, tidak dibolehkan memiliki mata uang selain itu. 

Ketiga. Negara harus memiliki kemerdekaan untuk mengambil kebijakan ekonomi yang terlepas dari pengaruh negara-negara kapitalis Barat.

Negara juga harus menghentikan utang luar negeri (al-qurudh al-ajnabiyyah) baik utang dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia atau IMF maupun utang dari negara lain. Pasalnya, selama ini utang luar negeri tidak lepas dari dua hal yang diharamkan dalam Islam yaitu adanya syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan ekonomi negara peminjam karena utang luar negeri terbukti telah menjadi sarana (wasilah) bagi kaum kafir untuk mendominasi umat Islam dan adanya bunga yang jelas-jelas merupakan riba. 

Negara menghentikan segala bentuk hubungan dengan negara-negara kafir yang sedang memerangi umat Islam (daulah muharibah fi’lan), seperti Israel dan Amerika Serikat. Negara juga menghentikan keanggotaan dalam PBB, termasuk lembaga-lembaga internasional di bawah PBB seperti IMF dan Bank Dunia, serta menghentikan keanggotaan dalam blok-blok perdagangan kapitalis seperti NAFTA, AFTA, MEA, dan sebagainya karena hukumnya haram berdasarkan dua alasan: (1) karena lembaga-lembaga tersebut menjalankan peraturan yang bertentangan dengan syariah Islam; (2) karena lembaga-lembaga tersebut adalah instrumen negara kapitalis penjajah (khususnya AS) untuk mendominasi umat Islam. 

Keempat. Melakukan hubungan dagang dengan negara lain dalam rangka mewujudkan terpenuhinya kemaslahatan dan kesejahteraan warga negara. 

Islam memiliki konsep dan metode praktis dalam mengatur perdagangan luar negeri. Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya melakukan hubungan internasional, tak terkecuali hubungan dagang. Perdagangan dengan negara lain dilakukan dalam rangka mewujudkan terpenuhinya kemaslahatan warga negara untuk memperoleh komoditas yang dibutuhkan (yang tidak tersedia di dalam negeri), mendistribusikan kelebihan produksi, tanpa menimpakan resiko langkanya komoditas strategis dalam negeri  sehingga terancam kedaulatannya.[]

Oleh: Tri Widodo

Posting Komentar

0 Komentar