Peran Penting Orang Tua Menanamkan Nilai Tauhid kepada Anaknya

Sejak dalam kandungan sebenarnya manusia sudah bersaksi bahwa Allah adalah Dzat yang pantas kita sembah.

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS. Al-A'raf: 172)

Seorang anak yang terlahir ke dunia menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya. Termasuk dalam menanamkan nilai Tauhid. Orang tua harus mengajarkan Tauhid kepada anak-anaknya, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan menjauhkan serta melarang anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Lukman: 13)

Pendidikan yang berlangsung di dalam lingkungan keluarga mengharuskan orang tua berperan sebagai pendidik. Orang tua dituntut mengetahui tentang ilmu agama atau ajaran-ajaran agama, termasuk yang berkaitan dengan pendidikan Tauhid. Meskipun dalam kenyataannya masih banyak orang tua yang belum mengetahui tentang ajaran agamanya, bahkan banyak pula yang tidak pernah mengamalkannya. 

Di sisi lain, kondisi generasi muda yang seharusnya menguasai berbagai aspek tentang kehidupan yang salah satunya yang paling mendasar yaitu tentang agama ternyata banyak yang terlupakan. Bahkan ada siswa dan siswi ketika ditanyai tentang ilmu agama paling dasar yaitu menyebutkan rukun Islam mendadak diam. Ada yang malu-malu, sok berpikir dan juga menutup wajahnya sendiri. Mereka seakan tidak tahu apa rukun Islam.

Lalu bagaimana seharusnya peran orang tua dalam menanamkan nilai tauhid kepada anaknya? Setidaknya ada lima tahapan pendidikan Tauhid kepada anak yang bisa dilakukan oleh orang tua, yaitu:

Pertama. Usia Bayi Baru lahir: Tahap Dengarkan Kesaksianmu Lagi
(Listen to Your Testimony Again).

Orang tua bisa memasukkan maklumat awal tentang nilai Tauhid melalui indera pendengaran dengan membacakan adzan ketika anaknya baru lahir. Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ


“Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Apakah bayi baru lahir sudah bisa mendengar? Tentu saja sudah. Bahkan sejak dalam kandungan bayi sudah dapat mendengar suara detak jantung ibunya, suara dari luar kandungan hingga bunyi gerakan usus. Setelah ia lahir, butuh waktu beradaptasi untuk mendengar bunyi. Namun ia akan senang untuk merespon suara manusia terutama suara ibu dan bapaknya. Maka dari itu, akan sangat baik jika anak yang baru lahir diperdengarkan kesaksiannya lagi mengenai Allah sebagai Al-Khaliq melalui kalimat Tauhid yang ada dalam lafadz Adzan. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, ''Bukalah kalimat pertama pada bayi-bayi kalian dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah.'' (HR. Baihaqi)

Kedua. Usia 0-7 Tahun: Tahap Ulangi Kesaksianmu (Repeat Your Testimony).

Pada usia 6-7 bulan adalah permulaan pada usia anak mulai bicara. Sebab, bayi sudah mulai bisa menggunakan lidah dan bibir secara bersamaan untuk menghasilkan suara. Di usia ini, bayi bisa diajarkan menyebutkan Allah. Di usia-usia selanjutnya, setelah menunjukkan tanda bayi bisa bicara, ia akan mulai menyerap banyak kata yang didengar dari percakapan di sekitarnya. Sebaiknya orang tua banyak memperdengarkan kalimat Laa Ilaaha Illallah kepada anak. 

Lalu, pada usia 18 bulan-2 tahun, anak biasanya sudah bisa berbicara sambil merangkai 2-4 kata dalam satu kalimat. Maka anak bisa diajarkan untuk mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Lama-kelamaan ia akan belajar caranya menjelaskan hal-hal yang ia lihat, dengar, rasakan, pikirkan, dan inginkan. Maka orang tua bisa memberikan maklumat lanjutan tentang makna kalimat Tauhid kepada anak. 

Anak dididik dengan tahap mengulangi kesaksian melalui belajar sholat. Anak diajarkan gerakan dan bacaan sholat. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ،

Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun!" (HR. Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim)

Dengan menyuruh anak sholat maka dalam sholat yang 4/3 rakaat anak membaca syahadat sebanyak 2x, dan dalam sholat yang 2 rakaat anak membacanya 1 kali. Jadi dalam sehari semalam anak 9x mengulangi kesaksiannya melalui bacaan syahadat dalam sholat. 

Ketiga. Usia 7-10 Tahun: Tahap Buktikan Kesaksianmu (Prove Your Testimony).

Usia anak termasuk mumayyiz dalam Islam yang memiliki pengertian anak yang telah mencapai usia sekitar 7 tahun dan dianggap bisa membedakan antara hal bermanfaat dan hal berbahaya bagi dirinya. Istilah mumayyiz sendiri merujuk pada seseorang yang telah mampu melakukan banyak hal, baik tindakan untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Meski begitu, anak yang telah mencapai usia mumayyiz, tindakannya masih berada di bawah pengawasan orang tua atau orang dewasa.

Pada usia ini anak sudah bisa diajak untuk membuktikan kesaksiannya. Orang tua bisa memberikan gambaran penjelasan tentang manusia, alam semesta dan kehidupan. Anak bisa dijelaskan mengenai tubuh manusia, kerja organ dan kehebatan penciptaan yang ada pada diri manusia. Anak juga dijelaskan tentang alam semesta, fenomena di bumi, planet-planet, bintang-bintang, galaxy dan sebagainya. Juga mengenai kehidupan yang ada di dunia. Lalu anak diajak mengetahui sifat alam semesta manusia dan kehidupan yang serba lemah, terbatas dan saling membutuhkan. Itulah sifat makhluk. Sifat itu tidak dimunculkan sendiri oleh makhluk sehingga Pencipta itu wajibul wujud dan sifatnya tidak boleh sama dengan makhluk. Maka yang layak disebut sebagai Pencipta (Al-Khaliq) hanya Allah SWT.

Keempat. Usia 10-15 Tahun: Tahap Pahami Kesaksianmu (Understand Your Testimony).

Anak dalam usia ini diajari orang tua untuk memahami makna kesaksiannya yaitu konsekuensi kalimat syahadat yang diucapkannya. Mengucap dua kalimat syahadat yaitu Asyhadu allailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan Rasulullah (Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah) memiliki konsekuensi bahwa seseorang menjadi Muslim dan harus patuh terhadap hukum-hukum Islam.  

Pantas jika pada usia 10 tahun seorang anak dipaksa untuk sholat dan mendapatkan hukuman yang mendidik agar patuh terhadap syariat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ 

"Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!" (HR. Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim)

Sahabat yang dibina oleh Rasulullah saw di Daarul Arqam yang usianya berada dalam rentang usia adalah Thalhah bin Ubaidillah (11 tahun) dan Al-Arqaam bin Abil Arqaam (12 tahun). Pada usia tersebut mereka sudah berada di dekat Nabi saw dan berjuang bersama Beliau. Tentu dengan usia tersebut mereka sudah mampu paham betul dan bahkan membuktikan kesaksian dalam kalimat syahadat. 

Kelima. Usia Anak Memasuki Masa Baligh: Tahap Segarkan Kesaksianmu (Refresh Your Testimony).

Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Najah menyebutkan ada 3 (tiga) hal yang menandai bahwa seorang anak telah menginjak akil baligh:
Pertama. Usia telah mencapai 15 tahun bagi laki-laki atau perempuan. 
Kedua. Bermimpi _(junub)_ bagi laki-laki dan perempuan ketika melewati umur sembilan tahun.
Ketiga. Keluar darah haidh bagi perempuan sesudah berumur sembilan tahun.

Usia baligh  dapat dimaknai sebagai sebuah masa di mana seorang mulai dibebani dengan beberapa hukum syara’. Oleh karena tuntutan hukum itulah orang tersebut dinamakan mukallaf. Maka anak dalam usia ini sepenuhnya harus sudah memahami dan membuktikan kesaksiannya serta menjalankan konsekuensi menjalankan seluruh hukum syara'. 

Seseorang yang sudah baligh juga dituntut untuk menyegarkan kesaksiannya dengan tetap beriman. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa: 136)

Demikianlah tahapan pendidikan Tauhid yang bisa dilakukan orang tua kepada anaknya. Tauhid merupakan perkara penting yang akan menentukan nasib manusia di akhirat. Rasululllah shalallahu ‘alahi wa salaam bersabda: “Sesunggunhya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa ilaah illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka tugas orang tua menanamkan nilai tauhid kepada anaknya memang bukan tugas ringan. Tugas ini adalah tugas yang sangat besar sebagai bagian dari menjaga keluarga dari api neraka. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6). Wallahu a'lam.[]

Oleh: Tri Widodo 
(Direktur Ulwan Learning Center, Pegiat Dakwah Remaja Purbalingga)

Posting Komentar

0 Komentar