Nestapa Gaji Guru Honorer di Tengah Fantastisnya Bayaran bagi Influencer



TintaSiyasi.com-- Cerita nestapa guru honorer di negeri ini ternyata belum berakhir, adalah Hervina (34), seorang guru honorer yang sudah 16 tahun mengajar di SDN 169 Desa Sadar, Kabupaten Bone, Sulsel. Hervina, yang sudah mengajar di sekolah tersebut sejak 2005, kini dipecat oleh kepala sekolah hanya karena mem-posting gajinya Rp700 ribu di media sosial. Padahal menurut pengakuannya uploadan gaji selama 4 bulan sebesar Rp700 ribu itu, bertujuan sebagai ucapan terima kasih kepada suami kepala sekolah tempatnya selama ini mengabdi. Tapi apa daya, posting-an itu malah membuat kepala sekolah murka dan memecatnya langsung tanpa diberi waktu mengklarifikasi maksudnya (detikcom, Kamis (11/2/2021).



Akar Masalah Problematika Penderitaan Guru Honorer

Potret ketidakadilan yang dirasakan para guru honorer yang tiada berujung di negeri ini sejatinya adalah buah dari penerapan sistem demokrasi-sekularisme- kapitalisme, yang tidak menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengatur segala mekanisme dunia pendidikan termasuk upah/gaji bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Sistem sekularisme mengkotak-kotakan golongan guru di antaranya, honorer, kontrak/swasta dan pegawai negeri. Sehingga tidak heran dengan itu pula berbagai kesenjangan terjadi di dalamnya. Ada perbedaan yang kontras terhadap perlakuan, penghargaan atau gaji yang diterima masing-masing golongannya.

Status sebagai guru honorer tidak mendapatkan jaminan atau fasilitas gaji yang memadai, begitu pun juga hak bertindak atau bersikap sebagaimana yang dimiliki oleh guru yang berstatus pegawai negeri. Walaupun pada dasarnya tugas dan risiko antara guru honorer dan guru tetap/pegawai negeri sama beratnya, namun perbedaan hak antara keduanya begitu nyata. Lamanya waktu berkiprah dan kontribusi guru honorer di dunia pendidikan seakan tidak pernah menjadi pertimbangan dalam memberikan perlakuan atau perhargaan yang layak bagi mereka. Inilah bentuk kesenjangan dan ketidakadilan dalam sistem sekuler demokrasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dampak Negatif dari Rendahnya Penghargaan Kepada Guru Honorer dan di Tengah Isu Tingginya Bayaran bagi Influencer yang Menjadi Pendukung Penguasa

Sengkarut rendahnya nilai kemanusiaan dan penghargaan secara materil terhadap para pendidik yang berstatus guru honorer di negeri ini, sungguh berbanding terbalik dengan fakta penghargaan atas keberadaan profesi yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Adalah profesi sebagai Influencer, belakangan profesi ini disebut-sebut dijadikan jasa oleh pemerintah untuk memuluskan satu wacana, atau pun juga dipakai untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah melalui postingan akun sosial media. 

Dilansir dari sindonews.com yang secara gamblang memperlihatkan jumlah harga Influencer di Indonesia yang disebut-sebut sering dipakai jasanya oleh pemerintah. Di mulai dari kelas akun nano, mega hingga akun makro yang dibayar jutaan hingga puluhan juta rupiah pada setiap postingannya. Sungguh hal demikian adalah jumlah yang sangat fantastis dibandingkan dengan gaji kepada guru honorer, yang sangat kecil berkisar di bawa tiga ratus ribu perbulan yang sangat jauh dari kelayakan.

Dengan fakta demikian tentu hal tersebut akan sangat berdampak buruk, yakni akan semakin menumbuhkan distrus (ketidakpercayaan) masyarakat atas kinerja pemerintah yang notabene sebagai pengurus rakyat. Bagaimana mungkin baik perlakuan maupun penghargaan secara materil terhadap Influencer atau buzzer yang fatwa keharaman terhadap profesinya sudah dinyatakan oleh MUI ini, jauh lebih tinggi dan sangat berbanding terbalik dengan penghargaan kepada guru yang pada hakikatnya adalah pendidik yang sangat berjasa dalam mencerdaskan anak bangsa. Mengapa pemerintah cenderung abai dengan nasib mereka? Di mana akhlak negara yang katanya sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, sesuai dengan isi dari sila pancasila yang diagungkan sebagai dasar negara?

Strategi Islam dalam Memberikan Penghargaan bagi Profesi Guru

Allah Swt telah menganugerahkan Islam sebagai tuntunan dalam menjalani kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara, tidak terkecuali dalam memberikan kesejahteraan bagi para pendidik sangat diperhatikan dan dimuliakan di dalamnya. Islam tidak mengkotak-kotakkan status antara guru honorer dan guru tetap pegawai negeri. Yang berbeda dalam Islam hanya penggolongan masing-masing skill yang dikuasai oleh setiap guru/pengajar. Sistem gaji melalui akad ijarah atau kontrak/sewa, sehingga tidak ada perbedaan status antar honorer dan tetap. Akan tetapi dalam status yang sama yaitu dengan sistem kontrak yang disepakati. Maka pemenuhan hak dengan cara yang adil dan setara pada masing-masing amanah atau tanggung jawab yang dijalankan, dapat terlaksanakan dengan benar.

Agar dengan itu juga, tujuan dari keberadaan lembaga pendidikan yang bervisi mulia mampu berjalan sebagaimana mestinya. Yakni upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia atau generasi yang memiliki: kepribadian Islam; menguasai pemikiran Islam dengan handal; menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); serta memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Yang akan mampu melahirkan para peserta didik yang bertaqwa menjadi penerus para ilmuwan dan ulama yang keberadaannya sangatlah penting dalam kehidupan suatu negara. Hanya dengan sistem Islam kemelut penderitaan guru honorer ini akan dapat terselesaikan, mereka akan mendapatkan hak yang semestinya atas pengabdian dan kontribusinya sebagai elemen terpenting dalam mencerdaskan anak bangsa.


Dari uraian singkat di atas kami dapat tarik kesimpulan yaitu, minimnya penghargaan atas kiprah atau kontribusi guru honorer sebagai pendidik generasi hari ini, tidak terlepas sebagai buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang diterapkan. Kesenjangan itu semakin tampak tatkala keberadaan profesi Influencer dipakai oleh pemerintah, yang dibayar mahal atas jasanya dalam mendukung wacana atau menyerang pihak-pihak yang notabene berbeda pandangan politik dengan pemerintah. Hanya dengan strategi sistem Islam berbagai kesenjangan termasuk penderitaan bagi guru honorer ini dapat diselesaikan. Hanya Islam yang mampu memberikan hak yang adil dan setara dengan pengabdian dan kontribusi para guru sebagai elemen terpenting dalam mencerdaskan anak bangsa.[]

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum dan Liza Burhan
Dosen Online UNIOL 4.0 Diponorogo

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar