Menyikapi Bencana dengan Perubahan Sistem


Mari sejenak kita merenungi apa sebenarnya yang ingin Sang Pencipta manusia ajarkan di balik bertubi-tubinya bencana yang mendera bangsa ini. Belum satu bulan berada di tahun 2021, rentetan bencana datang tiada henti, mulai wabah Covid-19 yang jumlah kasus positif selalu di atas 10 ribu orang tiap harinya, disusul jatuhnya pesawat dengan korban 62 orang, gempa Sulbar yang memakan korban tewas lebih dari 90 orang, banjir besar di Kalimantan Selatan yang merendam hampir 13 kabupaten dengan 21 korban tewas, longsor di Sumedang 40 korban tewas, banjir dan longsor di Manado 6 tewas, banjir bandang di Puncak, Bogor; banjir di Aceh, Jember, Malang, dan berbagai daerah lain. Belum lagi gunung berapi yang meletus berturut-turut dari Merapi, Semeru, dan Sinabung. Bahkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 185 bencana yang terjadi sejak 1 hingga 21 Januari 2021.

Menghela nafas panjang saat menuliskan deret bencana awal tahun ini, maka dari itu kita harus banyak mendapat hikmah dan pelajaran dari apa yang sudah Allah SWT berikan agar kita bersama bangsa ini menjadi lebih baik. Setiap orang yang beriman pasti akan menghadapi ujian dari Allah SWT. Bencana, merupakan salah satu bentuk ujian yang Allah berikan. Maka, ketika suatu daerah dengan penduduk muslim yang bertakwa Allah timpakan bencana, ini adalah ujian bagi mereka, agar mereka membuktikan keimanannya dan bersabar, bertawakal kepada Allah.

Selain itu bencana, juga merupakan teguran dan peringatan Allah bagi kaum muslimin khususnya dan umat manusia umumnya. Bencana yang bertubi-tubi datang boleh jadi adalah teguran dan peringatan Allah atas banyaknya dosa umat. Dosa apa yang tidak dilakukan umat manusia saat ini, termasuk di Indonesia? Mengurangi timbangan dan takaran sebagaimana kaum Madyan? Homo sebagaimana kaum Nabi Luth? Zina, mabuk, membunuh, mencuri, korupsi, dan kejahatan lain?

Sepertinya semua komplit dilakukan di negeri ini. Membuat persaksian palsu pun sudah jamak dilakukan. Menolak hukum Allah, menganggapnya usang dan layak dimasukkan museum, bahkan menantang azab Allah. Yang ironis, di saat dosa makin menyebar, justru upaya amar makruf nahi mungkar dibungkam. Ormas-ormas yang selama ini menjalankan amar makruf nahi mungkar dibubarkan dan dilarang beraktivitas. Aktivis-aktivisnya dikriminalisasi dan dipenjarakan dengan alasan yang dicari-cari. Padahal, berhentinya amar makruf nahi mungkar adalah juga salah satu pengundang bencana.

Bencana sebagai hukuman Allah turunkan kepada orang-orang yang berdosa dan durhaka, sebagaimana bencana yang terjadi pada kaum Ad, Tsamud dan sebagainya. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.(QS Al-Araf: 96) 

Inilah yang semestinya kita hindari mendustakan dan mengingkari ayat-ayat Allah. Karena jika hal tersebut kita lakukan, boleh jadi Allah akan menghukum kita.
Dengan memperhatikan kondisi yang saat ini terjadi, di mana dosa-dosa dan maksiat telah menyebar di seluruh negeri, sementara amar makruf nahi mungkar dibungkam dan aktivisnya dikriminalisasi, wajar bila Allah menegur dan memperingatkan kita dengan bencana demi bencana yang mendera hari ini. Maka, harus ada muhasabah nasional yang dilakukan seluruh umat, baik rakyat maupun penguasa, harus dilakukan dalam rangka mencari dan mengoreksi kesalahan-kesalahan kita.

Muhasabah ini semestinya membawa kita, baik rakyat maupun penguasa, bertobat kepada Allah dan melakukan upaya perbaikan. Bertobat dari semua dosa, bertobat dari semua kezaliman yang dilakukan, bertobat dari menerapkan hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Selanjutnya, melakukan perbaikan dengan menerapkan hukum-hukum Allah seluruhnya, sehingga Allah akan membukakan keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana dinyatakan dalam al quran. Yakinlah, hanya hukum Allahlah yang terbaik untuk manusia. Dan ini hanya bisa terealisasi dalam institusi khilafah Islamiah.[]

Oleh: Agustina, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)

Posting Komentar

0 Komentar