Membentuk Anak Berkepribadian Islam


Keluarga sebagai unit terkecil kepemimpinan umat, berperan besar menjadi madrasah pertama dalam mendidik anak-anak. Pembinaan iman, takwa dan kepribadian Islam, semua berawal dari keluarga. Ibu selaku guru pertamanya dan ayah berperan sebagai kepala sekolahnya.

Namun dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, yang mana agama dipisahkan dari segala aspek kehidupan, sering terjadi keluarga harus berjuang sendiri dalam mendidik anak-anak mereka. Karena keluarga menjadi benteng pertahanan terakhir dari pendidikan anak-anak saat ini, maka diperlukan usaha keras untuk membangun ketangguhan dalam kepribadian yang dimiliki oleh anak-anak kita, yang mana kepribadian itu akan tumbuh, dan menancap kuat dalam jiwa anak-anak kita.

Karena semakin banyaknya keburukan yang terjadi di sekitar kita, seperti pergaulan bebas, buruknya adab anak kepada orang tua, sadisme dan masih banyak yang lain, menjadikan tantangan besar bagi anak-anak kita ke depan. Sehingga diperlukan pula peran masyarakat umum untuk saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif guna membina anak-anak agar terhindar dari pengaruh lingkungan yang semakin rusak. 

Pembentukan kepribadian anak menjadi tanggungjawab bagi para orang tua, maka membangun dan mengembangkannya haruslah benar. Pembentukan kepribadian yang benar dilakukan dengan pembinaan keimanan (akidah), pembinaan dan pembiasaan ibadah, pendidikan perilaku (akhlak), pembentukan jiwa, pembentukan intelektualitas serta pembinaan interaksi sosial kemasyarakatan.

Berikut ini beberapa langkah yang bisa kita lakukan dalam membentuk kepribadian Islam untuk anak kita, diantaranya adalah:

Pertama, pembinaan keimanan. Pembinaan keimanan bisa dilakukan dengan cara mengajarkan keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat dan menyertai manusia dimanapun berada, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah saw. Serta menjadikan Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya sebagai contoh, menyibukkan anak dengan membaca Al-Quran dan As-Sunnah sekaligus membahas maknanya, membina keteguhan dalam mempertahankan keyakinan dan siap berkorban dan siap berkorban untuk hal tersebut. Karena anak merupakan karunia Allah, setiap anak membawa nilai-nilai fitrah dan keimanan, Allah berfirman dalam surat Al-A'raf Ayat 172:

واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشهدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا ان تقولوا يوم القيمة انا كنا عن هذا غفلين

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

Sebagai contoh, Rasulullah Saw menjadikan Ali bin Abi Thalib ra, anak yang belum genap 10 tahun usianya, menjadi anak yang pertama memeluk Islam, mengenal Allah, mempelajari aturan Nya serta membela agama Allah dan RasulNya. Rasa takut kepada Allah SWT akan menghindarkan anak dari segala perbuatan buruk.

Kedua, pembinaan ibadah. Pembinaan ibadah merupakan penyempurnaan dari pembinaan akidah, dan menjadi cerminan keyakinan. Dr. Said Ramdhan al-Buthi mengatakan, Agar akidah anak tertanam kuat dalam jiwanya, ia harus disirami dengan air ibadah dengan segala ragam dan bentuknya. Maka akidahnya akan tumbuh kokoh dan tegar dalam menghadapi terpaan badai dan cobaan kehidupan. Pembinaan akidah dilakukan dengan mendorong pelaksanaan shalat wajib, ditambah dengan melakukan sholat sunnah, mengajak menghadiri shalat berjamaah di masjid. Ibadah shalat akan mencegah anak dari perbuatan keji dan mungkar (QS al Ankabut [29]: 45)

Ketiga, pendidikan akhlak. Akhlak adalah perangai yang dibentuk. Karenanya itu anak memerlukan pendidikan akhlak agar aktivitas sosial mereka terhindar dari penyimpangan serta kesalahan. Anak memerlukan pihak yang memperhatikan perilakunya. Mereka tumbuh sesuai dengan pembiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya. Maka jika pendidikan akhlaq tidak diperhatikan serius, perangai buruk akan menjadi masalah sebagaimana yang terjadi pada remaja dewasa ini. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pendidikan akhlaq, salah satunya adalah adab. Beberapa adab yang wajib diajarkan kepada anak adalah adab kepada orang tua, adab terhadap orang yang berilmu, terhadap orang yang lebih tua, adab berinteraksi dengan sesama Muslim, adab dengan tetangga, adab dalam berpenampilan dan sebagainya.

Keempat, pembentukan jiwa. Pembentukan jiwa dilakukan dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang dalam bentuk langsung yang terasa secara fisik seperti ciuman dan belaian, bermain dan bercanda dengan mereka, menyatakan rasa sayang dengan lisan. Bisa dilakukan dengan cara memberi mereka hadiah. Penghargaan dan pujian. Ini dapat memberi pengaruh besar pada rasa saling berkasih sayang antara orangtua dan anak serta akan membentuk jiwa yang lembut pada mereka. Termasuk menyambut mereka dengan penuh kehangatan.

Kelima, pembentukan intelektual. Orangtua harus memotivasi anak agar semangat mencari dan mencintai ilmu. Menuntut ilmu adalah ibadah utama yang mendekatkan hamba kepada Rabb-nya. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat baik untuk membangun keilmuan dan pemikiran mereka. Orangtua harus membimbing anak memahami hukum-hukum Islam, mencarikan guru yang salih, mendidik anak terampil Bahasa Arab dan Bahasa Asing yang diperlukan. Mengarahkan anak sesuai kecenderungan ilmiahnya, menyediakan bahan bacaan di rumah dengan membuat perpustakaan rumah, mengisahkan riwayat orang-orang salih serta mendorong anak mencontoh penguasaan keilmuan mereka.

Keenam, pembinaan kemasyarakatan. Membina anak untuk melakukan interaksi sosial bersama masyarakat menumbuhkan sikap kepedulian dan tanggung jawab terhadap persoalan umat. Interaksi mereka di tengah masyarakat memerlukan pemahaman yang matang, utamanya ketika mereka memasuki usia balig. Mereka akan terikat dengan aturan interaksi sosial, hubungan antara laki-laki dan perempuan serta hukum-hukum kemasyarakatan seperti perekonomian, hubungan ketetanggaan, kekerabatan, pertemanan dan lain sebagainya. Anak harus memehami jenis pakaian apa yang harus dikenakan untuk keluar rumah, Tahu batas-batas hubungan antara lawan jenis.

Membentuk pribadi anak yang shalih memerlukan keluarga yang memahami idiologi Islam, lingkungan masyarakat yang menganut dan menjalankan syariah Islam, serta negara yang menerapkan sistem pendidikan Islam. Tanpa semua itu pembentukan anak salih seutuhnya sulit diwujudkan.

Sebagai contoh produk generasi yang lahir dari perdapan Islam, dimana Islam diterapkan di seluruh aspek kehidupan, dalam bingkai daulah Islam, adalah sosok Ibnu Sina. Pada usia 10 tahun, Ibnu Sina telah memahami Al Quran dan bahasa Arab dengan baik. Menguasai dasar-dasar agama, berhitung, ilmu mantik dan yang lainnya. Ia mempelajari fikih, ilmu pengetahuan alam, tauhid dan lainnya. Ia senang mempelajari ilmu kedokteran sehingga pada masanya beliau dikenal sebagai ulama yang menguasai banyak ilmu yang saat itu berusia 16 tahun. Disaat beliau menemui kebuntuan dalam memahami satu ilmu, beliau berwudhu dan menuju masjid untuk shalat dan berdoa agar Allah membukakan kunci ilmu untuk dirinya. Beliau mengarang lebih dari 100 buku dan artikel tentang berbagai bidang keilmuan.

Kisah hebat ini tentu menjadi inspirasi semangat sekaligus harapan bagi kita didalam mendidik anak-anak kita. Allah memberikan amanah kepada kita berupa anak-anak yang kelak akan kita pertanggungjawabkan segala sesuatunya.
Bersegera melakukan yang terbaik, memberikan pendidikan dan pengasuhan terbaik. Istiqamah dalam ketaatan dan senantiasa memohon pertolongan Allah agar anak-anak menjadi ahlul Qur'an, yang mencintai Allah dan Rasulnya, dan dilapangkan hatinya menerima kebaikan. 
Maka memberikan pembinaan keimanan dan pembinaan ibadah, pendidikan ahlak, membentuk jiwa, membentuk intelektual anak harus senantiasa dilakukan oleh orang tua seberat apapun tantangan yang dihadapinya.

Kalaupun ada keterbatasan diri kita sebagai orang tua, maka harus berusaha mendekatkan anak kepada orang-orang  shalih dan mendorong agar anak-anak mengambil peran positif dalam keluarga dan masyarakat.

Walaupun tidak bisa dipungkiri pendidikan terhadap generasi tidak dapat dibebankan pada satu pilar saja. Tidak hanya keluarga yang harus mampu menjadi pendidik anak-anaknya, ada peran masyarakat dan terutama negara yang harus masuk dalam setiap permasalahan rakyatnya. Apalagi di saat pandemi yang memperlambat laju gerak di setiap lini kehidupan.

Peran negara harusnya masuk ke semua lini kehidupan dengan memberikan solusi yang mumpuni, yang akan menyelesaikan persoalan umat, termasuk dalam urusan pendidikan pribadi anak yang akan menjadi generasi penerus peradapan yang tangguh.
Wallahu'alam bishawab.[]

Oleh: Istida'iyah

Posting Komentar

0 Komentar