Musibah Beruntun, Buah Pembangunan Ugal-Ugalan



Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Sepenggal bait lagu Ebiet G Ade "Berita Kepada Kawan" di atas mungkin mewakili rasa miris kondisi alam di negeri kita. Alam seperti sedang marah kepada kita. Betapa tidak. Negeri ini dilanda musibah alam beruntun. Satu di antaranya banjir bandang di Kalimantan Selatan. 

Sejumlah daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel) terendam banjir pada beberapa hari terakhir. Hujan deras yang merata selama ini diduga menjadi penyebab.

Menurut Staf Advokasi dan Kampanye Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, M. Jefri Raharja menegaskan banjir tahun ini lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Benarkah banjir di Kalsel hanya disebabkan hujan deras yang merata selama beberapa hari terakhir?
Tak dipungkiri, curah hujan tinggi selama beberapa hari terakhir berakibat langsung pada banjir. 

Namun, masifnya pembukaan lahan, alih fungsi hutan menjadi tambang dan perkebunan sawit secara terus menerus serta bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini juga turut andil dalam banjir bandang di Kalsel. 

"Bencana semacam ini terjadi akibat akumulasi dari bukaan lahan tersebut. Fakta ini dapat dilihat dari beban izin konsesi hingga 50 persen dikuasai tambang dan sawit," ujar Jefri. 
(kompas.com, 14/1/2021).

Meluasnya lahan sawit dari tahun ke tahun telah mengubah kondisi lingkungan sekitar. Hingga tulisan ini dibuat, semua kemungkinan musibah alam bisa terus terjadi.  

Menurut Koordinator Bidang Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, meskipun gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene tidak menimbulkan gempa-gempa lain di Indonesia, Indonesia memiliki sumber gempa yang sangat banyak. Ada 13 sumber gempa megathrust dan sumber gempa sesar aktif lebih dari 295 sumber. Selain Sumatera bagian timur dan Kalimantan bagian barat, terdapat sumber gempa yang sangat banyak. (republika.co.id, 18/1/2021)

Tak kita pungkiri, bencana sewaktu-waktu bisa terjadi. Bagaimana kita menyikapinya juga telah diajarkan oleh nash Syara'. 
Allah berfirman, 

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (Qs. At-Taghabun: 11)

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

"Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus sebagian dosa-dosanya." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Artinya, semua musibah terjadi atas kehendak Allah. Oleh sebab itu, kita harus menyikapinya dengan sabar dan ikhlas. Agar kesabaran kita berbuah pahala. 

Namun, musibah juga terjadi akibat "human error" atau ulah perbuatan (dosa) manusia. 

Allah berfirman, 

وَمَاۤ اَصَابَكُمۡ مِّنۡ مُّصِيۡبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِيۡكُمۡ وَيَعۡفُوۡا عَنۡ كَثِيۡرٍؕ

"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura: 30)

ظَهَرَ الۡفَسَادُ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِى النَّاسِ لِيُذِيۡقَهُمۡ بَعۡضَ الَّذِىۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Ruum: 41)

Musibah banjir bandang di Kalimantan dan musibah lainnya di berbagai wilayah lebih banyak disebabkan oleh perbuatan dosa manusia. 

Di sinilah kita wajib melakukan muhasabah. Allah sengaja mengujikannya dengan maksud "..agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Sebagaimana yang dijelaskan-Nya dalam QS. Ar-Ruum: 41. 

Di Kalimantan, telah terjadi perusakan besar-besaran terhadap alam dan ekosistem kehidupan. Seperti "illegal logging", pembalakan hutan demi memenuhi syahwat rakus manusia kapitalis yang haus akan sumber daya alam di Kalimantan Barat atas nama investasi. Akibat pembalakan liar ini, habitat ekosistem kehidupan, baik manusia maupun hewan, ikut terancam rusak. 

Alih-alih "kembali ke jalan yang benar" yang diridhai Allah, pemerintah justru menyalahkan hujan sebagai penyebab terjadinya banjir bandang di Kalimantan Selatan.  

Presiden Jokowi mengatakan tingginya curah hujan, yang terjadi hampir selama 10 hari berturut-turut, itulah yang menyebabkan banjir Kalsel. Menurutnya, daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik meluap, hingga air sebanyak 2,1 miliar kubik membanjiri 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan. (Tempo, 18/1/2021)

Padahal banjir bandang di Kalsel ini disebabkan oleh rusaknya ekologi di tanah Borneo. Hutan-hutan di sana sudah beralih fungsi menjadi tambang dan perkebunan sawit yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan pemilik tambang dan kelapa sawit. 

Pembangunan secara "ugal-ugalan" dengan mengeksploitasi alam sekitar terbukti menyebabkan musibah alam tiada henti.

Tak ada solusi lain kecuali dengan bertobat nasuha, tak hanya secara personal tapi juga sistemik. 
Terapkan syariat Islam secara kafah. 
Allah Swt. berfirman, 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِى السِّلۡمِ کَآفَّةً ۖ وَلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ‌ؕ اِنَّهٗ لَـکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)

Syariat Islam kafah mustahil diterapkan oleh negara berasaskan sekularisme, yang menjauhkan umat dari Rabb dan agama-Nya. Syariat ini hanya mampu diterapkan oleh negara berasaskan Islam. 
Asas Islam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah saw., khulafa'ur Rasyidin dan para khalifah sesudahnya selama kurang lebih 13 abad, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  

Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar. Pembangunan yang dilakukan oleh negara harus memperhatikan hak-hak hidup makhluk Allah termasuk lingkungan alam. 

Pada masa kekhalifahan Islam, peradaban Islam di Semenanjung Arab memiliki kawasan konservasi yang disebut Hima. Hima merupakan zona yang tak boleh digunakan untuk apapun bagi kepentingan manusia. Tempat tersebut digunakan sebagai konservasi alam, baik untuk kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan. Hima berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi binatang dan tumbuhan agar tetap dilestarikan.

Nabi Muhammad saw. pernah membuat Hima al-Naqi dekat Madinah sebagai tempat kavaleri, membuat kota Makkah dan Madinah sebagai dua tempat suci yang tidak boleh diganggu gugat keberadaanya. Nabi melarang berburu binatang pada radius empat mil di sekitar kota Madinah. Selain itu, masyarakat juga dilarang merusak tanaman dalam radius 12 mil di sekitar kota tersebut.

Sepeninggal rasul, khulafa’ur rasyidin giat menyerukan dan mempraktikkan perlindungan terhadap hima.
Setiap spesies binatang memiliki bangsanya sendiri. Menjaga hima merupakan kewajiban relijius dibandingkan kewajiban komunitas.
Selain itu, Hima juga harus memberi keuntungan lingkungan bagi masyarakat. 

Khalifah Umar bin Khaththab pernah memerintahkan penjaga Rabadhah hima. Sang Amirul Mukminin berkata, “Bukalah tanganmu bagi orang-orang yang membutuhkan, dengarkanlah keluhan orang-orang yang tertindas, biarkanlah para gembala yang hidupnya tergantung kepada unta dan domba masuk ke dalam hima, dan tinggalkanlah ternak milik Ibn ‘Awf dan Ibn ‘Affan (dua orang kaya teman Nabi Muhammad). Mereka memiliki banyak pohon kelapa sawit dan ladang jika ternak mereka membutuhkan makan. 

Namun, jika ternak mereka kekurangan makan dan hampir mati, mereka bisa datang padaku. Namun lebih mudah bagiku menyediakan rumput bagi mereka dari pada menyediakan emas dan perak. Semua properti milik Allah SWT. Dan semua makhluk di muka bumi ini tiada lain adalah hamba Allah. Jika bukan karena Allah, aku tidak akan melindungi tanah ini.”

Rasulullah dan para khalifah sangat tegas dalam menjaga Hima. Hima menjadi tempat yang diharamkan untuk berburu dan sakral, di mana binatang dan tumbuhan di dalamnya dilindungi.

Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab, ada seorang komandan perang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas menemukan seorang budak memotong tumbuhan yang ada di dalam hima. 

Kemudian Sa’ad bin Abi Waqqas memukul budak itu dan mengambil kapak dari tangannya. Wanita yang merupakan saudara si budak mendatangi Khalifah Umar dan melaporkan apa yang dilakukan Sa’ad terhadap budak tersebut. Kemudian Umar berkata, “Kembalikan kapak dan baju budak tersebut. Semoga Allah Swt. mengampunimu.”

Sa‘ad menolak dan berkata, “Aku tidak akan melanggar apa yang Nabi perintahkan kepadaku. Tetapi jika kamu suka, aku akan mengganti rugi. Kemudian Sa‘ad mengatakan bahwa nabi pernah bersabda, ”Siapapun yang melihat seseorang memotong pohon di dalam hima, maka dia harus memukul orang yang memotong pohon tersebut dan menyita alat yang digunakan untuk memotong pohon tersebut.”

Setelah itu, Khalifah Umar menerapkan hukuman tersebut bagi siapa saja yang merusak pohon di wilayah hima. Di kota Madinah, ketika sahabat Nabi Abu Sa‘id al-Khudri melihat seekor burung berada di tangan beberapa pemuda, dia mengambil burung tersebut dari tangan pemuda itu dan melepaskan burung tersebut terbang ke alam bebas. Sahabat Nabi Abu Ayyub al-Ansari pernah melihat beberapa anak laki-laki mengepung seekor rubah di sebuah sudut kota Madinah. Kemudian dia berkata, “Ini merupakan tanah yang diharamkan untuk berburu.” Sedangkan Abu Hurairah pernah berkata, “Jika aku melihat kijang di Madinah, aku tidak akan mengganggu mereka.”

Selain itu, kepemilikan umum seperti hutan dan sumber daya alam lainnya, dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan segolongan individu apalagi pihak asing. 

Terapkan syariat Islam secara kafah agar konsep Islam "rahmatan lil alamin" terwujud, musibah beruntun yang melanda negeri ini berangsur-angsur sirna dan limpahan berkah Allah dari langit dan bumi akan menghampiri hidup kita. 

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastiy Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96)

Wallahu a'lam bishawwab.[]

Oleh: Dian Puspita Sari 
Ibu Rumah Tangga, Member AMK 

Posting Komentar

0 Komentar