Hukum Menyewakan Rumah dengan Uang Jaminan


Tanya:

Ustadz, apakah boleh menyewakan barang seperti rumah dan menarik uang jaminan? Uang jaminan akan dikembalikan ke penyewa apabila barang yang disewa dikembalikan dengan kondisi seperti semula. (Dwi Condro, Bantul)


Jawab :

Haram hukumnya menyewakan rumah dengan menarik uang jaminan, berdasarkan dua alasan sebagai berikut:

Pertama, terjadi penggabungan satu akad dengan akad lain sebagai syaratnya, yang telah diharamkan. Dalam kasus ini, terjadi akad ijarah (sewa) dengan syarat ada akad lain, yaitu qardh (pinjaman) dalam bentuk pemberian uang jaminan. 

Syara’ telah melarang penggabungan dua akad dimana akad yang satu mensyaratkan akad lain, sesuai riwayat Ibnu Mas’ud RA:

نَهَى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عَنِ صفْقَتَيْنِ في صفْقَةٍ واحدةٍ 

”Rasulullah SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan.” (shafqataini fî shafqah). (HR Ahmad, Musnad Ahmad, I/398). (Muhammad ‘Utsman Syibîr, Al Syurûth Al Muqtaranah bi Al ‘Aqad, hlm. 78).

Kedua, terjadi penggabungan akad tabarru'ât (akad sosial) dengan akad mu'âwadhat / tijârah (akad komersial), yang telah diharamkan. Pada kasus di atas, akad tabarru'ât (akad sosial) berbentuk uang jaminan, yang hakikatnya adalah akad qardh (pinjaman) karena di akhir masa sewa akan dikembalikan pemilik rumah kepada penyewa jika tidak terjadi kerusakan barang sewa. Sedang akad tijârah (akad komersial) yang ada adalah akad ijarah (sewa rumah). 

Maka dari itu, menyewakan rumah disertai uang jaminan, artinya menggabungkan akad tabarru'ât dengan akad mu'âwadhât. Padahal syara’ telah melarang penggabungan dua akad tersebut, sesuai sabda Nabi SAW:

لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ

"Tidak halal salaf (qardh/pinjaman) digabungkan dengan akad jual beli." (lâ yahillu salafun wa bai’un). (HR Tirmidzi, no. 1234; Abu Dawud, no. 3504; Nasa'i, no. 4611; dan dinilai sahih oleh Nashiruddin Al Albani). (Ibnu Taimiyyah, Majmû’ Al Fatâwâ, XXIX/62).

Solusinya, dalam perjanjian sewa tersebut ada rincian siapa yang menanggung kerusakan rumah sebagai berikut:

Pertama, kerusakan menjadi tanggungan pemilik rumah, bukan menjadi tanggungan penyewa rumah, jika kerusakan disebabkan oleh force majeur (kondisi kahar), seperti gempa bumi, banjir, puting beliung, dan sebagainya. 

Dalilnya sabda Rasulullah SAW:

الخَرَاجُ بِالضَّمَانِ

”Segala pendapatan atau keuntungan, diimbangi dengan kesanggupan menanggung risiko atau kerugian.” (al kharâj bi al dhamân). (English: no reward without risk).(HR ِAbu Dawud, no. 3508; Tirmidzi, no. 1258; Nasa`i, no. 4490).

Kedua, kerusakan menjadi tanggungan penyewa rumah, jika kerusakan disebabkan penyewa melakukan taqshîr (tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan); misalnya kebakaran karena penyewa tidak mematikan kompor, atau karena tafrîth (melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan), misalnya tembok menjadi kotor karena dicoret-coret oleh anak penyewa; atau karena mukhâlafât al syurûth (menyalahi syarat-syarat yang disepakati), misalnya listrik diputus karena penyewa tidak membayar pulsa listrik (misal sudah disepakati bahwa listrik ditanggung penyewa). 

Dalam kasus-kasus seperti ini, penyewa membayar ganti rugi kepada pemilik rumah sesuai kadar kerusakan yang terjadi, sebagai upaya menghilangkan dharar (kerugian) akibat kerusakan yang terjadi. 

Ganti rugi ini dalam fiqih disebut ta'wîdh 'an dharar (ganti rugi dari suatu bahaya/risiko), sesuai sabda Nabi SAW:

لا ضَررَ ولا ضِرارَ

"Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun bahaya bagi orang lain.” (lâ dharara wa lâ dhirâra). (HR Ibnu Majah dan Ad Daraquthni, dinilai sahih oleh Nashiruddin Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahîhah, no. 250).

Kesimpulannya, haram hukumnya pemilik rumah meminta uang jaminan kepada penyewa. Solusinya, pada saat akad kedua pihak tersebut menyepakati dua poin; pertama, jika kerusakan rumah disebabkan oleh force majeur (kondisi kahar), kerusakan menjadi tanggungan pemilik rumah, bukan menjadi tanggungan penyewa rumah.

Kedua, jika kerusakan rumah disebabkan pihak penyewa melakukan taqshîr, tafrîth, atau mukhâlafât al syurûth, kerusakan menjadi tanggungan penyewa rumah. Wallahu a'lam.[]

Oleh: KH. Shiddiq al Jawi

Posting Komentar

0 Komentar