Yuk, Menangkan Dakwah Islam dengan Pena dan Tintamu



Mau tak mau umat diajak masuk ke revolusi 4.0 secara drastis. Bagaimana tidak? Datangnya wabah corona Covid-19 semakin memaksa umat untuk melek sosial media. 

Pepatah "jauh di mata dekat di hati" tak lagi laku. Pasalnya sekarang lebih tepat dengan pepatah, "jauh di mata, dekat di sosmed." Tak jauh beda dengan dakwah amar makruf nahi munkar, dakwah pun harus kuasai jagat sosial media.

Lalu, apakah yang akan kita lakukan wahai pemanah busur pena dengan tinta emasnya? Ya, menulis. Menulislah sampai tetes tinta terakhir. Allahuakbar!

Menulis adalah bagian dari dakwah Islam. Menulis juga sebagai bentuk perlawanan propaganda busuk buatan pembenci Islam. Oleh karena itu, ada sedikit pesan agar kita selalu berkecamuk untuk menulis yaitu, sebagai berikut.

Pertama, menulislah karena cinta. Iya, cinta. Menulislah karena kita mencintai Allah dan Rasul-Nya. Karena mahabbah kepada perjuangan Islam dan risalah ini. 

Kedua, menulislah karena butuh. Di era digital menulis memang bukan suatu keharusan, tetapi bagian dari kebutuhan. Dorongan akidah Islam membuat kita senantiasa terdorong untuk menyampaikan kebenaran Islam.

Ketiga, menulislah karena kita bukan setan bisu. Masih ingat siapa setan bisu? Iya, mereka yang mendiamkan kemunkaran bagaikan setan bisu.

Kemunkaran itulah yang membuat kita geram dan geregetan untuk berkontribusi memenangkan opini Islam di tengah masifnya perang opini.

Keempat, menulislah dengan ikhlas. Ikhlas ini syarat diterimanya amal. Bayangkan jika amal tulisan kita, bagaikan debu yang bertebaran karena rusaknya niat. Di sinilah mengapa menjaga hati untuk tetap lillah itu penting.

Hadirnya kita dalam jagat media bukan untuk sebuah ketenaran, dengan harapan banyak like, share, retweet atau sejenisnya. Tapi benar-benar lurus untuk memenangkan dakwah Islam. Karenanya jangan sampai kita menulis hanya kejar viral semata, tanpa mengindahkan kaidah dan adab dalam menulis. 

Kalau pun tulisan kita viral, jangan sampai kesombongan dan kecongkakan merusak keikhlasan kita. Tetap luruskan niat, agar hati senantiasa merendah. Sejatinya, hanya Allah yang berhak sombong atas segala ilmu yang dititipkan kepada kita. Jika tulisan kita benar, sungguh kebenaran berasal dari hidayah Allah SWT, dan apabila tulisan kita salah, itu berasal dari kealpaan kita sebagai manusia.

Kelima, menulislah bukan karena keakuan atau mencari pembenaran diri. Menulis opini Islam adalah menulis kebenaran Islam bukan menulis sebuah pembenaran keakuan diri.

Jika yang kita tonjolkan adalah untuk menyebarkan kebenaran Islam, itu lebih bisa mencerahkan umat, daripada tulisan yang mencari pembenaran diri. 

Keenam, menulislah dengan bahagia. Agar yang membacanya merasakan kebahagiaan yang sedang kita tulis. Sekalipun isinya itu berapi-api untuk melawan isu sampah buatan kaum kufar dan munafik, tulislah dengan bahagia. Niscaya energi bahagia juga akan tersalur kepada pembaca.

Ketujuh, perkaya materi dengan terus membaca. Dengan membaca kita dapat menemukan banyak kosa kata dan letupan ide untuk menjadi bahan bakar menulis kita.

Kedelapan, perbanyak berdiskusi. Terkadang ide menulis muncul di sela-sela diskusi yang sedang memanas. Diskusi juga dapat mempertajam analisis sebagai penulis.

Kesembilan , mengikuti berita atau kejadian. Tak mudah terkecoh berita hoax atau pun framing yang dibuat oleh musuh-musuh Islam dalam menggali informasi. 

Semoga Allah memberi kita keteguhan dan kemantapan hati di jalan Islam. Semoga pertemuan yang hanya sebatas lewat aksara, semakin mengikatkan ukhuwah, sehingga kita suatu saat nanti biasa bersua di jannah-Nya. Aamiin ya Rabb.

Bunga Mawar Bunga Melati, jauh di mata dekat di doa.

Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar