Andaikan Boleh Melakukannya, Ibu Bisa Jadi Kaya



TintaSiyasi.com-- Sejak pandemi saya terpuruk jadi generasi mager (baca: malas gerak) di rumah. Untuk sementara tidak bisa lagi melanglang buana untuk bersilaturahmi dengan para mubaligah. Supaya badan tetap ada ‘pergerakan’ sedikit, saya mendapat bisikan (bukan dari setan ya) untuk meneruskan hobi lama yaitu bercocok tanam. Saya pesanlah di toko online 5 buah pot panjang, 5 buah pot ukuran sedang, 10 buah pot agak kecil, dan  5 buah pot gantung untuk menambah koleksi pot yang sudah ada. Tak lupa juga saya beli tanaman-tanaman yang sekarang sedang digandungi yaitu jenis Monstera adansonii, beberapa jenis sirih hias,  beberapa jenis Calathea, dan Sansiviera.

Saya membeli juga tanaman snow lily, miranti bali dan bunga melati, tanaman melati saya belum lama ini mati karena berebut nutrisi dengan tanaman lain yang ‘menguasai’ lahan. Semua saya beli secara online, padahal dulu tak pernah saya mencoba membeli tanaman hidup dengan cara online, khawatir layu diperjalanan. Tapi ternyata bagus semua, walaupun begitu saya keluarkan dari kardusnya mereka pada menangis karena kepengapan. 

Saya paling suka tanaman jenis Calathea, murah meriah tapi manis-manis bentuk dan warna daunnya. Kemarin saya beli Calathea cynthia dan black lipstick. Calathea cynthia daunnya lebar dengan warna hijau di tengah daun tetapi tepi daunnya berwarna putih. Kalau yang black lipstick daunnya berwarna hijau tua seluruhnya, tetapi ada garis berwarna merah di sekeliling tengah daunnya sehingga kontras sekali warna keduanya, seperti bibir yang dipulas lipstik.

Tanaman Sansiviera atau lidah mertua bagus juga, walaupun namanya agak menakutkan, tetapi tamanan ini dapat menyegarkan sirkulasi udara di dalam rumah atau pun di halaman. Daunnya panjang-panjang seperti daun lidah buaya, tetapi lebih tipis. Lidah mertua juga termasuk tanaman yang ‘tahan banting’, karena bisa hidup di segala kondisi. Tanaman gantung jenis Philodendron juga ‘tahan banting’, awal Mei saya tanam yang jenis micans dan sri rejeki, sekarang sudah berkembang biak jadi banyak anakan yang bisa saya tanam lagi di pot gantung yang lain.

Yang baru saja saya coba tanam sejak pandemi ini adalah jenis Monstera adansonii, di Indonesia orang biasa menamakannya Monstera janda bolong. Begitu saya buka kardus paketnya dan saya beri tahu ke Yasmin, anak saya yang nomor tiga, dia menggeleng-gelengkan kepala sambil nyengir, “Namanya vulgar banget” katanya. “Bentuk daunnya bolong-bolong, makanya dinamakan begitu” kata saya sambil sumringah. Jujur saya membeli janda bolong ini karena termakan ‘hasutan’ para pecinta tanaman di medsos yang ramai mem-posting tanaman janda bolong koleksinya yang sudah dimutasi menjadi jenis Variegata. Bolong-bolong di daunnya jadi lebar-lebar sehingga tiap helai daunnya lebih didominasi oleh  bolong-bolong, hanya tersisa sedikit saja bagian yang ada daunnya. 

Janda bolong ini juga bisa dilakukan tindakan mutasi kepadanya sehingga daunnya jadi ada bercak-bercak putihnya, tidak berwarna hijau seluruhnya. Adakalanya di helaian daun itu separuh berwarna hijau, separuh lagi berwarna putih. Itu artinya telah dilakukan mutasi pada tanaman tersebut sehingga tumbuh menyimpang dari pertumbuhan alaminya. 

“Yang bercak-bercak itu sekarang sedang trend,” menurut para kolektor tanaman hias. Info dari beberapa kolektor tanaman hias di beberapa channel Youtube, seperti yang dikatakan oleh bapak Chandra Gunawan, kolektor tanaman yang memiliki ribuan tanaman hias langka di tamannya yang diberi nama Godong Ijo, harga tanaman janda bolong jenis Variegata beliau beli sangat mahal. Tiap lembar daun tamanan Variegata ini bisa dihargai 25 juta. Jadi ketika pak Chandra Gunawan menunjukkan tanaman janda bolong Variegata miliknya yang terlihat mempunyai empat helai daun, beliau mengatakan, “Ini harganya 100 juta.” Saya terbelalak dibuatnya.

Menurut seorang dosen IPB, Ir. Edhi Sandra di Channel Youtube-nya Esha Flora, ternyata mengubah tanaman jenis ‘biasa’ menjadi tanaman jenis Variegata tidak telalu sulit. Ada tutorial caranya beliau ajarkan, dan ada cairan yang dipergunakan, beliau juga menjual cairan EMG tersebut, dengan jaminan hasil yang pasti, tidak bersifat coba-coba. Cara melakukan mutasi dan variegata saya perhatikan tidak sulit, hanya dengan melakukan pemotongan pada pangkal daun yang di baliknya ada bakal daun muda yang akan tumbuh, lalu dilakukan penyayatan kecil pada pangkal daun muda tersebut sehingga mengenai Meristem titik tumbuh dan kemudian diteteskan cairan EMG pada sayatan itu.

Kalau tanaman tersebut tidak mati, artinya bisa beradaptasi dengan cairan EMG tersebut, dan terjadi mutasi sel padanya, maka besar kemungkinan tanaman jenis ‘biasa’ tersebut akan berubah menjadi tanaman Variegata. Dan itu bisa dibuktikan dengan warna daun baru yang tumbuh setelah diperlakukan mutasi genetik padanya. 

Awalnya saya langsung tertarik untuk segera membeli cairan EMG tersebut, ada nomor kontaknya pula. Tapi keesokan harinya ketika saya ceritakan ke Yasmin tentang hal itu, saya menjadi ragu karena terpengaruh oleh kata-kata saya sendiri. Saya katakan bahwa mutasi genetik itu bisa berhasil jika daun baru yang ditetesi EMG itu berubah kebiasaannya, dari yang seharusnya menghasilkan klorofil jadi tidak, karena sel-nya diganggu oleh cairan tadi.  “Jadi proses alamiahnya berubah”, nah sampai di situ saya jadi terdiam sendiri. Kata Yasmin, “Jadi kasihan dong, dia enggak hidup secara normal”. Saya mengernyitkan alis, “Sebentar Yas, ibu cari tahu dulu hukumnya melakukan mutasi pada tanaman hias’. “Ibu mau tanya ke siapa?”. “Ustadz Siddiq al-Jawi, ibu ada link ke admin kajian beliau. Kalau tanya masalah Fiqih, beliau andalan ibu”, ujar saya. 

Beberapa hari setelah saya chat asisten ustadz Siddiq, ternyata belum dibalas juga oleh beliau, “Mungkin beliau sibuk, jadi belum sempat”, ujar saya ketika kakaknya Yasmin bertanya pada saya, saya juga menceritakan perihal membuat tanaman menjadi jenis Variegata kepada anak saya yang nomor dua. “Tunggu saja, tapi sebelum ada dalil yang pasti membolehkan, ibu enggak akan melakukannya”, ujar saya. Kakaknya Yasmin spontan berkata, “Andaikan boleh melakukannya, ibu bisa jadi kaya”. Saya hanya tersenyum datar mendengarnya.  []

Oleh: Dewi Purnasari  
Peserta Kelas Teknik Menulis Feature (Coaching with Om Joy)

Posting Komentar

0 Komentar