Mencatut Perkataan Al Imam Al Ghazali untuk Menolak Pentingnya Khilafah



Terkait masalah catut-mencatut, jadi teringat dengan dicatutnya perkataan al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali (w. 505 H) untuk menegasikan pentingnya khilafah oleh sdr Idrus Romli (IR) di bukunya "Hizbut Tahrir dalam Sorotan". Dia mengatakan:

"Bahkan menurut al Imam Hujjatul Islam al Ghazali kajian tentang khilafah itu tidak terlalu penting." (hlm 103) 


Lalu dalam catutannya mencantumkan perkataan al Imam al Ghazali dalam kitab beliau, al Iqtishâd fil I'tiqâd:

النظر في الإمامة ليس من المهمات

seraya menerjemahkannya dengan:

"kajian tentang imamah/khilafah bukan termasuk hal yang penting." (hlm 104) 

Ini adalah terjemahan yang tidak sesuai dengan maksud penulis kitab, yakni al Imam al Ghazali. Kenapa? Karena yang dimaksud oleh al Imam dengan kata "al-muhimmat" di maqalahnya tersebut bukan semata-mata perkara penting, melainkan perkara-perkara pokok yang menjadi inti pembahasan akidah (al muhimmat al maqshudah fil mu'taqadat).

Perhatikan penjelasan al Imam sendiri di kitabnya tersebut (hlm 376-377), bagaimana di situ beliau mengeluarkan perkara fiqih (al-fiqhiyyah) dari al muhimmat tersebut. Beliau mengatakan:

وكل ذلك ليس بمهم

Yang artinya:

"semua itu (bahasan tentang logika ('aqli), terminologi (lafzhi), dan juga fiqih (fiqhi)) adalah tidak 'muhimm' (bukan pembahasan inti akidah)."
Tampak jelas beliau tidak memasukkan perkara fiqh dalam ranah tersebut. Dan jika kita kembali ke perkataan al Imam terkait khilafah, maka semakin jelas yang beliau maksud, 

ليس من المهمات وليس أيضا من فن المعقولات، بل من الفقهيات. 

Yang itu artinya:

"Dia (kajian tentang imamah/khilafah) bukan termasuk inti pembahasan akidah, dan juga bukan pembahasan ilmu logika, melainkan dia termasuk pembahasan fiqh (fiqhiyyat)." (hlm 391) 

Jadi maqalah beliau itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa imamah/khilafah tidak penting. Melainkan yang beliau maksud adalah bahwa imamah/khilafah bukan termasuk pembahasan inti akidah, melainkan dia termasuk pembahasan fiqih.

Lalu kendatipun termasuk perkara fiqh, bukan berarti imamah/khilafah tidak penting. Itu terjawab dalam perkataan beliau langsung masih di kitab beliau tersebut, yaitu dalam ungkapan (hlm 395):

... فكان وجوب نصب الإمام من ضروريات الشرع الذي لا سبيل إلى تركه. 

"... maka jadilah bahwa wajibnya mengangkat seorang imam/khalifah itu adalah termasuk perkara syariat yang sangat penting/mendesak (dharuruyyat asy syar'), yang tidak ada celah untuk boleh meninggalkannya."

Begitulah pemhaman yang seimbang tertang maqalah al Imam al Ghazali.

Akan menjadi rancu dan ganjil jika beliau dipahami menganggap imamah/khilafah tidak penting, tapi di waktu yang sama mengatakan imamah/khilafah sebagai perkara syara' yang sangat penting yang tidak boleh ditinggalkan.

Jadi kesimpulannya, beliau menganggap imamah/khilafah itu bukan termasuk bahasan inti akidah, melainkan bahasan fiqh. Namun demikian, imamah/khilafah sendiri merupakan perkara yang sangat penting dan mendesak. Wallahu a'lam.[]


Oleh Ustadz Azizi Fathoni

Catatan:
• Semua data terlampir. 
• Mencatut (baca: mengutip) perkataan ulama itu boleh, asal dengan inshaf dan jujur, sesuai dengan makna yang mereka maksudkan.

Posting Komentar

0 Komentar