Bendera Tauhid: Inikah Bukti Jejak "Sang Khalifah" di Bumi Nusantara?



Masih hangat pembicaraan kita terkait dengan dugaan "persekusi" yang dilakukan oleh salah satu ormas besar di negeri ini terhadap salah seorang eks anggota HTI yakni AH. AH dituduh melakukan penghinaan dan ujaran kebencian kepada seorang ulama sepuh. Sebagaimana dilansir oleh Radar Bromo, Saad Muafi-Ketua PC Anshor Bangil mengaku, postingan yang dilakukan Abdul Halim merupakan penghinaan terhadap Watimpres dan juga seorang Thariqoh dunia, Habib Luthfi. Bahkan, apa yang disampaikannya di facebook juga sebuah penghinaan bagi NU. 

Hal inilah yang membuat ia dan pasukannya datang. Mereka hendak memintai klarifikasi atas apa maksud postingan tersebut. Selanjutnya Muafi mengatakan: “Kami juga sudah lakukan pemeriksaan di sekitar rumah yang bersangkutan. Kami temukan bendera HTI dan beberapa lembaran yang berkaitan dengan HTI,” sampainya. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah: Benarkah itu bendera HTI, ataukah bendera umat Islam? Dua bendera al liwa' dan ar rayah adalah bendera umat Islam. Ia adalah alat pemersatu sekaligus fakta bahwa secara historis kekhalifahan Jazirah Arab mempunyai hubungan yang erat dengan sistem kekuasaan di Nusantara, khususnya Indonesia.

Bendera bagi suatu bangsa merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan suatu komunitas, organisasi, hingga negera bangsa tertentu. Bendera merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa. 

Sebagai sebuah simbol, maka seringkali bendera itu sebagai lambang harga diri. Menghinanya, menistakannya sama saja dengan menistakan harga diri pemilik bendera tersebut. Setelah masa-masa ekspansi dari daulah Islam berakhir (dengan runtuhnya kekhalifahan Utsmani 3 Maret 1924), simbol-simbol menyerupai rayah dan liwa’ kembali muncul. Banyak kelompok dan ormas yang menggunakan simbol tersebut sebagai lambang organisasinya. Namun, apakah hal ini diperkenankan?


Al Liwa dan Ar Rayah adalah Panji-panji Umat Islam, bukan Milik Pribadi atau Organisasi

Salah satu simbol yang memilki makna khusus bagi pemiliknya adalah panji-panji. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. Ada komunitas yang membuat dan mengagungkan suatu panji, ada pula komunitas yang tidak terlalu peduli dengan panji-panji itu. Sepanjang peradaban dunia terbukti banyak peradaban suatu bangsa itu memiliki panji tertentu sebagai simbol keberadaan dan persatuan bangsa itu bahkan sudah dimiliki pada saat suatu komunitas belum menjadi negara bangsa modern, yakni ketika komunitas itu berupa kerajaan. 

Dalam torehan sejarah pemerintahan di nusantara kita mengenal Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan, Ternate, Tidore, Kerajaan Aceh, Kerajaan Cirebon. Kerajaan Yogjakarta, semuanya memiliki panji kerajaan berupa bendera bertuliskan kalimat tauhid. Pada zaman yang mendekati modern, menjelang kemerdekaan Indonesia beberapa organisasi politik juga memiliki panji organisasi berupa bendera yang bertuliskan kalimat tauhid. Misalnya Laskar Hizbullah (cikal bakal TNI) dan Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi juga menggunakan lambang yang memuat kalimat tauhid di dalamnya. 

Semenjak masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, umat Islam sudah mempunyai bendera. Dalam bahasa Arab, bendera sebut dengan liwa’ atau alwiyah (dalam bentuk jamak). Istilah liwa’ sering ditemui dalam beberapa riwayat hadis tentang peperangan. Jadi, istilah liwa’ sering digandengkan pemakaiannya dengan rayah (panji perang). Istilah liwa’ atau disebut juga dengan al-alam (bendera) dan rayah mempunyai fungsi berbeda. Dalam beberapa riwayat disebutkan, rayah yang dipakai Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna hitam, sedangkan liwa’ (benderanya) berwarna putih. (HR Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah).

Rayah dan liwa’ sama-sama bertuliskan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Pada rayah (bendera hitam) ditulis dengan warna putih, sebaliknya pada liwa’ (bendera putih) ditulis dengan warna hitam. Rayah dan liwa’ juga mempunyai fungsi yang berbeda. Rayah merupakan panji yang dipakai pemimpin atau panglima perang. Rayah menjadi penanda orang yang memakainya merupakan pimpinan dan pusat komando yang menggerakkan seluruh pasukan. Jadi, hanya para komandan (sekuadron, detasemen, dan satuan-satuan pasukan lain) yang memakai rayah.

Selain itu, fungsi liwa’ sebagai penanda posisi pemimpin pasukan. Pembawa bendera liwa’ akan terus mengikuti posisi pemimpin pasukan berada. Liwa’ dalam perperangan akan diikat dan digulung pada tombak. Riwayat mengenai liwa’, seperti yang diriwayatkan dari Jabir radi allahu anhu yang mengatakan, Rasulullah membawa liwa’ ketika memasuki Kota Makkah saat Fathul Makkah (pembebasan Kota Makkah). (HR Ibnu Majah).

Suatu komunitas apalagi suatu bangsa memiliki cara untuk menunjukkan bahwa mereka, para anggotanya berhimpun menjadi satu dan memiliki persamaan pendapat (ijtima’ kalimatihim) dan juga persatuan hati mereka (ittihadi qulubihim). Tanda untuk semua itu adalah panji dalam bentuk bendera. Inilah makna tersembunyi dari balik suatu bendera.


Jejak Bendera Tauhid Dalam Sejarah Ketatanegaraan di Nusantara

Banyak yang menyatakan bahwa kita tidak boleh atau jangan sampai melupakan sejarah (jasmerah). Namun, seringkali rezim juga seringkali berusaha melupakan sejarah atau bahkan mengaburkan hingga menguburkan sejarah. Hal itu disebabkan pengungkapan sejarah dapat mengancam kekuasaan politiknya. Demikian pula, jejak bendera tauhid yang keberadaannya kini sering dilekatkan dengan organisasi terorisme seperti ISIS dan juga organisasi masyarakat yang secara kebetulan telah dicabut badan hukumnya oleh Pemerintah, yakni HTI. Meski ada kemiripan kalimat tauhid, namun bendera Tauhid tentu beda dengan bendera HTI, khususnya pada kata ada tidaknya kalimat atau nama Hizbut Tahrir Indonesia. 

Kita perlu dewasa dalam menyikapi bendera HTI dan Bendera Tauhid. Bendera dengan lafadz "laillahaillalloh Muhammadurrasullulloh" adalah bendera tauhid yang terbukti mampu mengusir penjajah (secara fisik) dari Nusantara. Jejaknya dapat kita runut dalam dalam sejarah peradaban Islam di Nusantara ini. 

Ada banyak bukti yang secara historis membuktikan bahwa Panji berupa bendera tauhid bukanlah barang yang asing bagi masyarakat Indonesia. Pemakaian itu terjadi baik pada masa kerajaan dahulu hingga zaman menjelang dan sesudah kemerdekaan. Berikut ini adalah beberapa bukti tersebut:

(1) Konon, lambang kerajaan Samudra Pasai ini dirancang oleh Sultan Zainal Abidin yang kemudian disalin ulang oleh Teuku Raja Muluk Attahashi bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahasi. Hanya saja, pada setiap bagiannya dari kepala, sayap, hingga kaki dipenuhi tulisan-tulisan arab. Tulisan tersebut berisikan kalimat basmallah dan kalimat tauhid.

(2) Kesultanan Cirebon juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid di dalamnya. Bendera Macan Ali namanya. Pada bendera kasultanan Cirebon tersebut mempuat sejumlah kalimat seperti basmalah, surat Al Ikhlas, hingga kaimat tauhid yang membentuk seperti macan.

(3) Sementara kesultanan Tidore juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid di dalamnya. Bendera kasultanan Tidore pada 1890 tersebut berwarna kuning dengan tulisan kalimat tauhid di bagian atas berwarna merah.

(4) Hal yang sama juga digunakan di kesultanan Inderapura di Sumatra Barat. Pada lambang kesultanan ini juga memuat kalimat tauhid di dalamnya. Kesultanan ini mempunyai lambang lingkaran bertuliskan kalimat syahadat yang diapit oleh dua singa dan naga pada tiap sisinya. Selain itu mempunyai mahkota bertuliskan lafaz Allah dan Muhammad. Kesultanan yang berada di pesisir selatan Sumatra Barat itu telah berdiri pada 1347.

(5) Bendera dengan kalimat tauhid juga dimiliki oleh laskar Hizbullah yang kemudian membentuk TNI. Tak hanya dalam bentuk bendera, pada atribut laskar hizbullah lainnya seperti emblem atau pin juga menyertakan kalimat tauhid.

(6) Foto bendera dengan kalimat tersebut misalnya menjadi salah satu bendera yang dipakai Kesultanan Aceh. Pemakaian kalimat tauhid menandakan betapa pentingnya kalimat tauhid dalam sejarah bangsa kita. Heroism dalam perlawanan jihad fi sabilillah rakyat Aceh tentu bagian penting dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.

(7) Tak hanya laskar Hizbullah, Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi juga menggunakan lambang yang memuat kalimat tauhid di dalamnya. Pada lambang organisasi yang dibentuk 1905 itu membuat kalimat tauhid pada bagian bulan sabitnya.


Polemik Bendera Tauhid Muncul Karena Islamophobia dan Kurangnya Literasi

Insiden pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid di Garut tahun 2019 pernah menimbulkan riak-riak di masyarakat. Atas hal itu, berbagai tokoh dan ormas Islam meminta umat Islam Indonesia menahan diri dari tindakan-tindakan yang justru bisa memecah persatuan. MUI (Majelis Ulama Indonesia) memohon kepada seluruh pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing, dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu agar ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan di kalangan umat serta bangsa tetap terjaga dan terpelihara. (Pelaksana Tugas Ketua Umum MUI Zainut Tauhid saat menyampaikan konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (23/10/2018)).

Kepolisian melansir, insiden pembakaran bendera tersebut terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10/2018) pagi. Sejumlah anggota Barisan Serbaguna Anshor Nahdlatul Ulama (Banser NU) melakukan pembakaran dengan dalih bendera hitam bertuliskan Lailahailallah Muhammadur Rasulullah dalam kaligrafi Arab tersebut merupakan bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah tahun 2017 lalu.

MUI mendorong dan mengimbau seluruh pihak untuk menyerahkan masalah ini kepada aparat hukum. Selain itu, MUI meminta kepada pihak kepolisian untuk bertindak cepat, adil, dan profesional. Para pimpinan ormas Islam, para ulama, kiai, ustaz, dan ajengan juga diminta ikut membantu mendinginkan suasana dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Syahdan Polisi mengamankan tiga orang terkait kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut. Polisi menyelidiki ada-tidaknya dugaan tindak pidana terkait peristiwa. F dan M, pembakar bendera berkalimat tauhid yang disebut polisi bendera HTI telah disidang. Keduanya dikenai tindak pidana ringan (Tipiring). Majelis hakim menjatuhkan hukuman 10 hari penjara dan denda Rp 2 ribu. Meski menyayangkan vonis 10 hari kepada F dan M, umat Islam tetap menghormati putusan tersebut. Tapi umat Isam taat hukum kalau pengadilan sudah memutuskan kami terima. Oleh karena tipiring tidak ada peluang untuk mengangkat kembali secara hukum kita lakukan secara hukum.

Terkait polemik bendera, perlu disebutkan bahwa kini tak ada larangan dari pemerintah jika ada pihak yang mengibarkan bendera berkalimat tauhid. Yang tidak boleh jika bendera ada logo Hizbut Tahrir Indonesia--ormas yang sudah dibubarkan oleh pemerintah. Bagaimana kita akan menggunakan dan memaknai bendera tauhid, sangat tergantung dengan literasi yang telah kita kuasai. Umat Islam Indonesia merupakan komunitas yang berpotensi untuk memperbaiki dan menyokong peradaban yang hendak dibangkitkan kembali untuk rahmatan lil ‘alamiin. Cepat atau lambat!

Polemik tentang bendera tauhid mencuat kembali menyusul adanya taruna akmil yang diduga terpapar radikalisme atau terlibat dengan organisasi yang oleh pemerintah dinilai radikal, yakni HTI. Adalah seorang taruna akmil yang bernama Enzo Zenz Allie yang sempat menggegerkan jagat para punggawa hingga rakyat biasa di negeri +62 ini. Tidak berhenti di situ, peristiwa Pasuruan 20 Agustus 2020 khususnya terkait dengan kasus AH juga masih merepresentasikan bahwa umat Islam sendiri tidak menghargai benderanya sendiri dengan menuding-nudingnya sebagai bendera HTI. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perasaan alergi terhadap bendera tauhid yang nota bene nya adalah bendera umat Islam. 

Sebagaimana kita ketahui, ormas HTI yang dinilai radikal oleh pemerintah telah dicabut badan hukumnya pada tahun 2017. Dalam kegiatannya, HTI menggunakan simbol organisasi yg mirip dengan bendera tauhid dg tambahan tulisan Hizbut Tahrir Indonesia. Ternyata penyematan radikal itu tdk hanya pada organisasinya tetapi juga pada simbol yg digunakan tersebut. Meskipun ada bendera tauhid tanpa tulisan HTI, "panji" itu oleh sebagian orang yg "minim" literasi tetap dianggap simbol yg radikal. Bahkan orang yang menyandangnya dikatakan terpapar radikalisme sehingga dipersekusi dengan berbagai dalih dan cara. 

Pertanyaannya adalah apakah dengan menyandang bendera Tauhid ini lalu seseorang akan dikatakan terpapar radikalisme atau setidaknya dia patut dipersoalkan karena terkait dengan radikalisme atau organisasi radikal? Atas dasar ini ada pihak yang menilai bahwa TNI telah kecolongan karena menerima Enzo Zenz Allie sbg taruna Akmil karena Enzo dituduh terpapar radikalisme dgn bukti postingan di FB ketika menyandang bendera tauhid. Hal ini akhirnya menimbulkan polemik menyusul pernyataan Prof Mahfud terkait dengan masukknya Enzo Zenz Allie sebagai taruna Akmil. Namun, pada akhirnya Prof Mahfud membantah tuduhan bahwa mempersoalkan bendera tauhid terkait dengan radikalisme atau organisasi radikal.

Prof Mahfud MD merasa yakin tidak pernah mempermasalahkan Bendera Tauhid. Bahkan barang siapa yang bisa membuktikan bahwa beliau mempermasalahkan Bendera Tauhid terkait dengan Radikalisme dan organisasi radikal akan diberi hadiah 10 Juta Rupiah.

Pawarta tentang sayembara ini setidaknya dimuat pada Inisiatifnews. Tantangan Mahfud MD ini disampaikan setelah sejumlah portal berita online memberitakan pernyataannya soal Enzo Zens Allie. Jika saya berdalih pada pendapat Prof Mahfud, seharusnya dengan Saya menyandang Bendera Tauhid tersebut tidak boleh dikatakan bahwa Prof Suteki telah terbukti terpapar radikalisme. Begitu kan logika berpikir yang benar? 


Penutup

Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sikap ahistori akan menutupi upaya pencarian kebenaran dan keadilan dalam sebuah kekuasaan rezim. Rezim yang terancam kekuasaannya karena terungkapnya fakta sejarah akan melakukan tindakan represif bahkan terkesan hendak mengaburkan bahkan menguburkan bukti-bukti cemerlang sejarah peradaban suatu bangsa. 

Adanya bendera tauhid di nusantara jelas menunjukkan bahwa sungguh nyata sebagai bukti bekas jejak Sang Khalifah. Penggunaan bendera tauhid pada Zaman kerajaan hingga republik tentu membuktikan eksistensinya sehingga rezim penguasa dan masyarakatnya harus memahami bendera tauhid. Dilarang "memperkosa" bendera tauhid khususnya untuk kepentingan sendiri atau kelompok dengan misi memerangi radikalisme.

Sebaliknya, dan siapa pun yang menggunakan, menyimpan, mengibarkan bendera tauhid tidak boleh dikatakan tersangkut organisasi yang dinilai radikal selama dilakukan sesuai dengan UU NOMOR 24 TAHUN 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan. Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa bendera tauhid bukan bendera HTI melainkan bendera umat Islam. Tabik.[]


Oleh: Prof. Dr. Suteki SH. M. Hum.
Pakar Filsafat Pancasila dan Hukum-Masyarakat


Posting Komentar

0 Komentar