LGBT: Propaganda Barat Merusak Peradaban Islam, Cukupkah Boikot Produk Pendukungnya?



Di tengah perayaan kelahiran komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) tahun 1968 pada bulan Juni tahun ini, sejumlah perusahaan global secara vulgar menampakkan dukungan terhadap eksistensi kaum pelangi. Perusahaan produsen barang rumah tangga terbesar ketiga di dunia, Unilever, sontak menjadi pembicaraan panas di kalangan warganet Indonesia. Ini terjadi pasca pihak perusahaan Unilever Global mengunggah logo baru dalam akun instagram resminya @unilever.

Letak masalahnya adalah logo barunya berwarna pelangi, sebagai bentuk dukungan resmi terhadap kaum LGBT, seperti yang terlihat sebagai berikut: “Kami berkomitmen untuk membuat kolega LGBTQI+ bangga pada kami karena mereka. Itulah sebabnya kami mengambil tindakan di bulan kebanggaan ini,” demikian caption yang tertulis di akun @unilever, Jumat (19/6). 

Tak sedikit yang memberikan kecaman, bahkan seruan boikot produk Unilever membahana di dunia maya. Ketua Komisi Ekonomi MUI pun mengajak masyarakat untuk beralih ke produk lainnya. 

Menyusul Unilever, aplikasi Instagram juga menampakkan keberpihakannya terhadap kaum LGBT. Ini diperlihatkan pihak instagram melalui kehadiran sejumlah fitur tambahan yang tersemat selama sebulan ini. Dari kemunculan cincin story corak pelangi, stiker warna pelangi, hingga efek AR bertema pride atau kebanggaan.

Instagram menginginkan, selama Covid-19 bisa membantu komunitas (LGBT) merayakan secara virtual, mencari dukungan online dan tetap terhubung dengan orang yang mereka cintai. Instagram pun bekerja sama dengan Queer Muslim Project, sebuah seni visual dan dongeng untuk mempromosikan representasi komunitas dan interseksional yang positif terhadap jenis kelamin, termasuk meluncurkan panduan kesejahteraan bagi komunitas LGBT. 

Kini, dukungan terhadap LGBT deras mengalir dari sejumlah perusahaan internasional seperti Apple, Google, Facebook, Youtube. Laman huffingtonpost pada 2017 lalu juga telah mengeluarkan daftar 20 perusahaan global yang terang-terangan mendukung LGBT. 

Lebih dari 200 perusahaan AS pada Juli 2019 mendesak Mahkamah Agung AS agar memutuskan undang-undang hak sipil federal melarang diskriminasi terhadap pekerja gay dan waria. Ini menunjukkan bahwa negara Barat sudah menganggap LGBT sebagai perilaku biasa dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebagai lifestyle yang terus “dipasarkan” secara global. 

Mengapa sebagai perilaku yang menyimpang dan berbahaya, LGBT kian mendapatkan dukungan terutama dari perusahaan global? Apakah cukup membendung penyebaran LGBT dengan boikot produk pendukungnya?


LGBT Sebagai Propaganda Barat yang Eksis Namun Merusak Peradaban Islam

Masifnya dukungan terhadap LGBT tentu sangat mengkhawatirkan. Padahal jumlah kaum sodom sekarang ini sudah sangat banyak. Bahkan bisa dikatakan Indonesia mengalami darurat LGBT. Coba tengok Data Kemenkes tanun 2012, ada sekitar 1.095.970 LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki) di Indonesia. Jumlah ini naik 37 % dari tahun 2009. 

Hingga tahun 2020 saat ini, sangat mungkin telah bertambah ribuan lagi.  Menurut survey CIA  tahun 2015 yang dilansir di topikmalaysia.com, jumlah populasi LGBT di Indonesia adalah kelima terbesar di dunia setelah Cina, India, Eropa, Amerika.

Adapun sesuai data dari beberapa lembaga survey independen, Indonesia memiliki populasi 3% LGBT. Berarti dari 250 juta penduduk, 7,5 jutanya adalah LGBT. Atau dari 100 orang berkumpul, 3 di antaranya adalah LGBT. 

Kini, mereka kian berani tampil di publik terutama di jejaring media sosial seperti menggelar pesta sex gay, berkumpul di tempat umum seperti taman, terminal, food court, cafe, melakukan adegan tidak senonoh pasangan sesama jenis di sudu–sudut perkotaan, juga membuat grup komunitas di media sosial seperti grup FB gay di berbagai kota. 

Tingginya angka LGBT di negeri ini tentu tidak lepas dari konstelasi LGBT berskala nasional dan global. Hingga akhir 2013, LGBT di Indonesia digerakkan oleh dua jaringan nasional yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Mereka aktif di berbagai bidang kemasyarakatan seperti kesehatan, publikasi dan sosial pendidikan. Satu-satunya ponpes waria di dunia pun berada di Indonesia, yaitu Pesantren Waria Al Fatah di Yogyakarta.

Semakin percaya dirinya mereka tampil di publik, karena di abad 21 ini LGBT tak lagi sebatas aktivitas individual dan semacam komunitas sosial. Kini LGBT telah menjelma sebagai gerakan politik karena didukung oleh Amerika Serikat, negara super power yang telah melegalkan pernikahan sejenis pada tahun 2015. Menyusul dua puluhan negara Barat lainnya.

Rasa jumawa mereka bertambah karena PBB melindungi dan mengakui hak-hak mereka dalam UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity pada Desember 2008. Lembaga internasional ini juga mengeluarkan seruan menanggulangi diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender pada April 2011 sebagai wujud komitmen menentang segala jenis diskriminasi terhadap pelaku LGBT. Sekaligus memantau negara-negara dalam melindungi LGBT dan menyerukannya mencabut undang-undang dan kebijakan diskriminatif.

Sekadar agar dianggap normal dan kehadiran LGBT diterima masyarakat, UNDP dan USAID telah menggelontorkan dana sebesar US$ 8 milion alias 108 milyar rupiah melalui program normalisasi bernama “Being LGBT in Asia.” Indonesia merupakan salah satu targetnya dan telah berakhir September 2017. 

Perusahaan raksasa internasional seperti: Facebook, Starbucks, Nike, Google, Microsoft, Line, Levis, dll. juga mendukung LGBT. Tak heran, akun FB berkonten penolakan terhadap LGBT kerap dihapus berdalih penerapan standar komunitas untuk tidak menyerang orang atau kelompok yang berbeda ras, agama, suku, termasuk berbeda orientasi seksual. Namun ternyata dukungan terhadap LGBT bukan semata-mata membela hak mereka, tapi komunitas LGBT merupakan ceruk pasar menggiurkan. 

Secara marketing, perubahan paradigma masyarakat menjadi penting untuk penjualan produk. Riset PEW (2017) menunjukkan bahwa masyarakat di Amerika semakin toleran dan menerima LGBT dalam hidup mereka. Artinya, jika perusahaan membuat produk yang menyasar kelompok ini, mereka akan mendapatkan keuntungan tersendiri. Pasar produk kebutuhan sehari-hari jelas dibutuhkan oleh komunitas LGBT. 

Komunitas ini juga merupakan sebuah pasar yang besar. Witeck Communications pada 2016 merilis data bahwa kemampuan membeli komunitas LGBT di pasar Amerika Serikat meningkat menjadi 917 miliar dolar. Angka yang cukup besar inilah yang menjadi incaran perusahaan-perusahaan yang berbasis di Amerika. 

Masifnya dukungan global terhadap LGBT telah membuka kran penyebaran idenya secara liar. Padahal LGBT bertentangan dengan syariat Islam dan mengancam peradaban. Gay dan lesbian meruntuhkan institusi keluarga yang bertujuan melestarikan keturunan. 

Pelakunya selalu berlindung di bawah ketiak Hak Asasi Manusia (HAM). Penentang LGBT sering dicap sebagai pelanggar HAM. Sebaliknya, pelaku dan pendukungnya disebut sebagai pembela HAM. HAM merupakan ide yang muncul dari prinsip hidup sekularisme liberal. Dalam masyarakat sekular, seseorang bebas berperilaku termasuk dalam melampiaskan hasrat seksual. Dengan siapapun dan cara apapun.

Jelas pergerakan LGBT sangat berbahaya bagi masa depan negeri ini. Berdasar pola kampanye yang dilakukan, diduga kuat LGBT merupakan salah satu propaganda politik untuk merusak peradaban Islam. Jika perilaku menyimpang ini kian berkembang, siapkah kita menerima peringatan-Nya berupa bencana dan malapetaka? Sebagaimana yang pernah Allah Swt. timpakan kepada kaumnya Nabi Luth as.


Bahaya Perilaku LGBT terhadap Aspek Medis, Psikologis dan Sosial Umat islam

Agar publik menerima eksistensi kaum gay, para pendukungnya sering menyampaikan faktor penyebab LGBT adalah genetis (Bio Genic). Mereka menyebutnya dengan teori ‘gen gay’ (gay gene theory) atau teori ‘lahir sebagai gay’ (born gay). Padahal, jika kita dalami, LGBT bukanlah bawaan lahir tetapi perilaku akibat salah asuh (Psycho Genic) dan salah budaya atau lifestyle (Socio Genic). Bukan diakibatkan bawaan lahir atau genetis (Bio Genic).

Contoh salah asuh ialah orang tua tidak membekali dengan pendidikan agama, tidak menjalin hubungan baik dengan anak, tidak peduli teman bergaulnya si anak, memperlakukan anak tidak sesuai jenisnya, anak laki – laki kehilangan figur ayah. Adapun salah budaya/gaya hidup misalnya bergaul dengan komunitas LGBT, terpapar kampanye masif LGBT dari internet.

Pelaku LGBT juga sering menyebut bahwa kecenderungan homo dan lesbi bukan sebagai penyimpangan seksual karena pergaulan /lingkungan, tapi lebih kepada variasi preferensi seksual. Namun menurut Syamsi Ali, imam masjid di Islamic Center of New York dan direktur Jamaica Muslim Center, variasi preferensi seksual bukanlah bawaan lahir. Sebab baik kata “variasi” ataupun “preferensi” bernuansa “pilihan” dan bukan bawaan. 

Dan ini dibentuk /dipengaruhi oleh pergaulan/lingkungan. Misalnya, ada seorang pria sejati berubah menjadi gay ketika sering bergaul dengan seorang gay. Dan LGBT bisa berubah/disembuhkan. Ada beberapa pria transgender yang menjalani operasi kelamin akhirnya memutuskan kembali menjadi pria.

Adapun dampak yang muncul dari perilaku LGBT ini adalah sesuatu yang berbahaya. Bahayanya baik secara medis, psikologis dan sosial, yaitu:  

1. Bahaya medis.

a. 78% pelaku homoseksual terjangkit penyakit menular (Prof. Abdul Hamid Al-Qudah, spesialis penyakit menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam Dunia dalam bukunya Kaum Luth Masa Kini).

b. Gay 2x lebih tinggi terkena resiko kanker anus dan mulut dibandingkan pria normal (penelitian oleh Cancer Research di Inggris pada 2001, 2003, 2005).

c. Rentan terhadap penyakit HIV/AIDS. Tahun 2010 terdapat 50 ribu infeksi HIV baru, dua pertiganya adalah gay (data dari CDC / Centers for Disease Control and Prevention AS).

d. Wanita transgender resiko terinfeksi HIV 34x lebih tinggi dibanding wanita biasa (Republika, 12/2/2016).

e. Di Indonesia, penularan HIV di kalangan LGBT meningkat signifikan. Dari 6% pada tahun 2008, naik menjadi 8% di 2010, menjadi 12% di tahun 2014. Sedang jumlah HIV di kalangan PSK cenderung stabil 8–9% (Republika, 12/2/2016).

2. Bahaya psikologis.

a. Terjadi distorsi seksualitas.

Sensasi dan kenikmatan seksual akan lebih didapatkan/dirasakan oleh mereka dari pasangan sejenis. Pelaku LGBT juga sangat cenderung berganti pasangan untuk mengejar fantasi kenikmatan yang lebih.

b. Tidak peduli akan dosa atau norma.

Saat sensasi kenikmatan seksualitas diperoleh, menjadikan mereka cenderung untuk tidak peduli pada dosa dan norma agama maupun norma masyarakat. 

d. Memiliki hati yang "kosong." 

Biasanya orang yang terkena pengaruh LGBT tidak punya prinsip hidup, bahkan merasa tidak memiliki Tuhan. 

d. Rentan stres.

Penolakan dan tidak diakuinya eksistensi LGBT oleh keluarga dan masyarakat sekitar, merupakan tekanan yang berpotensi menimbulkan stres bahkan depresi. 

e. Tidak mudah beradaptasi dan memiliki sedikit teman di masyarakat.

Status orientasi seksualnya cenderung membuat orang merasa tidak nyaman berada di dekatnya, sehingga sulit menjalin pergaulan sehari-hari dengan masyarakat secara umum.

3. Bahaya sosial.

a. Mengancam eksistensi keluarga. 

Pelaku LGBT menganggap tidak harus menikah dengan lain jenis untuk mendapatkan kenikmatan seksual.

b. Menghambat pertumbuhan umat manusia. 

Pasangan sesama jenis tidak akan bisa melahirkan keturunan, sehingga mereka mencari solusinya dengan sewa rahim.

c. Merusak tatanan masyarakat.

Seorang gay bisa punya pasangan 20–106 pertahunnya. Adapun pasangan zina heteroseksual tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya. Bahkan ditemukan sekitar 43% gay selama hidupnya melakukan homoseksual dengan 500 orang bahkan lebih. 79% dari mereka mengatakan bahwa pasangan sejenisnya itu merupakan orang yang tidak dikenalnya sama sekali.

d. Menimbulkan tindakan kriminal.

Beberapa gay menjadi psikopat yang mudah membunuh dan memutilasi orang lain. Ingat kasus Ryan yang membunuh sebelas nyawa di Jombang, Jawa Timur.

Demikian bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku LGBT. Mengingat bahayanya yang begitu besar bagi kehidupan umat Islam yaitu membahayakan kelangsungan jenis manusia, generasi dan peradaban Islam, maka perilaku ini wajib ditolak dan dihilangkan.


Strategi Umat Islam Menghadapi Kampanye Global LGBT, Tak Cukup dengan Boikot Produk

Allah Swt. menurunkan Islam sebagai ajaran rahmatan lil ‘alamin. Salah satu tujuan syari’at (maqoshid syari’ah) dalam Islam adalah memelihara /melestarikan nasab (keturunan) manusia. 

”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya. Dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (TQS. An Nisa: 1).

Islam memandang bahwa perilaku LGBT hukumnya haram dan dinilai sebagai tindak kejahatan/kriminal (al jarimah) yang harus dihukum. Sanksi Islam terhadap lesbian berupa ta’zir yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh nash khusus, jenis dan kadarnya diserahkan pada qadli, bisa berupa cambuk, penjara, publikasi, dll. 

Adapun bagi pelaku gay (liwath), jumhur ulama bersepakat bahwa mereka mendapatkan hukuman mati. Sementara bagi transgender, jika sekadar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, hukumannya diusir dari pemukiman. 

Mencermati bahaya LGBT yang kampanyenya dilakukan skala global dan bersifat politis, tentu umat Islam tak cukup melakukan boikot terhadap perusahaan yang mendukungnya. Meskipun boikot dari konsumen ke produsen merupakan tindakan moral yang legal dan dibenarkan sebagai instrumen menyuarakan aspirasi di pasar global dan untuk meningkatkan sensitivitas perusahaan terhadap kepentingan ekonomi, politik dan sosial konsumen. Namun, dampak boikot hanya akan merugikan perusahaan itu sendiri, bukan menyelesaikan tuntas akar masalah LGBT.

Berikut solusi jangka pendek dan jangka panjang untuk menghadapi penyebaran perilaku LGBT:

1. Solusi jangka pendek (praktis):

a. Sebagai orang tua:

1). Mendidik anak berlandaskan iman dan ketaqwaan serta pemahaman syari’at.

2). Memahamkan adab dan batasan pergaulan baik dengan lawan maupun sesama jenis seperti menutup aurat, tidak mandi bareng, tidak tidur dalam satu selimut.

3). Menjalin hubungan baik dengan anak melalui komunikasi efektif dalam nuansa kasih sayang.

4). Mendidik anak sesuai karakter jenisnya.

5). Memantau teman bergaul si anak.

6). Mengarahkan dan memantau anak dalam menggunakan media sosial.

b. Sebagai bagian dari masyarakat.
 
Islam memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar pada mukmin dan masyarakat muslim yang berfungsi sebagai sistem kekebalan dalam masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit sosial. Tugas kita sebagai bagian masyarakat ialah:

1). Mengedukasi masyarakat tentang buruknya perilaku LGBT berikut ajaran HAM.

Ajaran HAM bertentangan dengan Islam dan membahayakan kemanusiaan itu sendiri akibat paham kebebasan individual sehingga tidak peduli dengan kemashlahatan orang banyak, apalagi generasi masa depan.  

2).Menyampaikan bahwa Islam memelihara keturunan umat manusia dan semua yang dilarang Allah pasti bertentangan dengan fitrah manusia.

3). Peduli dan amar ma’ruf nahi munkar. 

Dr. Adian Husaini berpendapat bahwa bentuk kepedulian terbaik kepada para pelaku homoseksual adalah menyadarkan bahwa perilakunya menyimpang. Lalu mendukung mereka untuk bisa sembuh dan kembali pada kodratnya. Bukan diberikan motivasi untuk tetap mengidap perilaku menyimpang dan dibenarkan atas nama HAM. 

4). Jika menemukan ada pelaku LGBT di sekitar tempat tinggal, segera lapor penguasa setempat/digerebek bareng warga. 

Meski saat ini tidak tersedia pasal hukum untuk menjerat, minimal pelaku tahu bahwa perilakunya tidak diterima oleh masyarakat.

2.Solusi jangka panjang (strategis).

LGBT tak lagi sekadar masalah individual-sosial, melainkan problem bernuansa politis yang makin eksis dengan dukungan negara-negara Barat yang notabene memusuhi kaum muslimin. Bahkan LGBT diduga kuat merupakan salah satu propaganda Barat untuk merusak peradaban Islam. 

Jika umat Islam hendak mencabut hingga ke akar–akarnya, tentu tak cukup hanya dengan boikot produk sponsornya, tetapi juga dengan memboikot sistem hidup yang memfasilitasi tumbuh dan berkembang biaknya perilaku sesat ini. 

Menjadi keniscayaan terjadinya pergantian sistem kehidupan dari sekularisme liberal menuju tatanan Islam yang menerapkan aturan Allah Swt dan Rasul-Nya. Mari bersama mewujudkannya.  

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 

Pertama. Tingginya angka LGBT di negeri ini tak lepas dari konstelasi LGBT, baik skala nasional dan global. Kaum LGBT kian percaya diri tampil di publik karena kini LGBT tak lagi sebatas aktivitas individual dan komunitas sosial. Tetapi telah menjelma sebagai gerakan politik yang didukung negara superpower dan negara Barat lainnya. Bahkan PBB sebagai lembaga kelas dunia pun mengakui dan melindungi hak-hak mereka. Plus gelontoran dana dari lembaga keuangan internasional.

Kampanye LGBT juga didukung oleh banyak perusahaan raksasa internasional. Meski mereka tak semata membela hak LBGT tapi lebih karena komunitas LGBT merupakan ceruk pasar menggiurkan. Berdasar pola kampanye yang dilakukan, diduga kuat LGBT merupakan salah satu propaganda politik untuk merusak peradaban Islam. 

Kedua. Dampak yang muncul dari perilaku LGBT ini adalah sesuatu yang berbahaya. Bahayanya baik secara medis, psikologis dan sosial. Mengingat bahayanya yang begitu besar bagi kehidupan umat Islam yaitu membahayakan kelangsungan jenis manusia, generasi dan peradaban Islam, maka perilaku ini wajib ditolak dan dihilangkan.

Ketiga. Mencermati bahaya LGBT yang kampanyenya dilakukan skala global dan bersifat politis, umat Islam tak cukup melakukan boikot terhadap perusahaan yang mendukungnya. Dampak boikot hanya akan merugikan perusahaan itu sendiri, bukan menyelesaikan tuntas akar masalah LGBT.

Ada solusi jangka pendek yang bersifat praktis dan solusi jangka panjang yang strategis untuk menghadapi kampanye LGBT. Jika umat Islam hendak mencabut hingga ke akar–akarnya, maka harus memboikot juga sistem hidup yang memfasilitasi perilaku sesat ini. Menjadi keniscayaan terjadinya pergantian sistem kehidupan dari sekularisme liberal menuju tatanan Islam yang menerapkan aturan Allah Swt dan Rasul-Nya. []

Oleh Puspita Satyawati, S. Sos.
Analis Politik dan Media dan Dosen Online UNIOL 4.0 Diponorogo





Posting Komentar

0 Komentar