Bolehkah Menunjukkan Keburukan Diri Seseorang?



Dalam tradisi ilmu hadits, kita mengenal istilah al-jarh wa al-ta'dil. Jarh artinya sifat negatif seorang rawi yang dengan sifat itu riwayatnya ditolak. Adapun ta'dil adalah sifat positif seorang rawi yang dengan sifat itu riwayatnya diterima. Esensi dari ilmu ini adalah dalam rangka mendudukkan kebenaran pada tempatnya. Jadi tidak perlu berlebihan juga. Perhatikanlah Imam Bukhari, setajam apapun jarh beliau, Imam Bukhari tetap santun. 

Dalil kebolehan melakukan jarh adalah hadits Nabi dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berikut, 

أَنَّ رَجُلًا اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَلَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ رَجُلُ الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ أَلَانَ لَهُ الْقَوْلَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ لَهُ الَّذِي قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ الْقَوْلَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Artinya: Bahwasanya ada seorang laki-laki meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah berkata: "Izinkanlah ia masuk, sungguh sangat buruk pribadinya, atau orang yang paling buruk di kabilahnya." Setelah orang tersebut masuk, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbicara kepadanya dengan Iunak. Aisyah berkata; 'Saya bertanya kepada Rasulullah; 'Ya Rasulullah, tadi sebelum orang tersebut masuk, engkau berkata seperti itu, tapi setelah ia masuk, maka engkau berkata kepadanya dengan lembut.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: 'Hai Aisyah, sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang dihindari oleh manusia karena takut kejelekannya.' (HR. Bukhari, Muslim, Abdu Daud, Ahmad. Lafazh Muslim)

Hadits ini dengan amat jelas menunjukkan bahwa Rasulullah menjarh seseorang yang buruk dari suatu kabilah dengan ungkapan,

فَلَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ رَجُلُ الْعَشِيرَةِ 

"Sungguh sangat buruk, atau orang yang paling buruk di kabilahnya"

Imam Abu Abdillah al-Hakim menegaskan bahwa ini adalah perkaran yang memiliki bobot agama, bukan termasuk ghibah yang diharamkan. Apalagi jika dalam rangka menyeleksi hadits dari para pendusta. 

Dalil lainnya adalah hadits Nabi terkait dengan tiga orang yang melamar Fathimah binti Qais,  

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِي فَآذَنْتُهُ فَخَطَبَهَا مُعَاوِيَةُ وَأَبُو جَهْمٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لَا مَالَ لَهُ وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Jika kamu telah halal (selesai masa iddah), maka beritahukanlah kepadaku." Setelah masa iddahku selesai, saya memberitahukan kepada beliau. Tidak lama kemudian Mu'awiyah, Abu Jahm, dan Usamah bin Zaid datang melamarnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mu'awiyah adalah orang yang miskin harta, sedangkan Abu Jahm suka memukul wanita, sebaiknya kamu memilih Usamah." (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad. Lafazh Muslim)

Pada hadits kedua, Rasulullah juga menjarh dua orang (Abu Jahm dan Mu'awiyah) dan menta'dil satu orang yakni Usamah. Untuk menyelamatkan seorang wanita saja boleh melakukan jarh apalagi untuk menyelamatkan agama, seperti dalam menilai rawi hadits. 

Berkaitan dengan itu, dalam konteks dakwah yang bersifat fikriyah dan siyasiyah, jika diperlukan, boleh bagi da'i untuk melakukan jarh terhadap para pengkhianat agama, ahli fitnah, atau pemecah belah persatuan umat. Tujuannya dalam rangka melindungi umat dari keburukannya. []

Oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung

Posting Komentar

0 Komentar