Khilafah Melindungi, Non-Muslim Bebas Memeluk Agama dan Ibadah sesuai Agamanya, Adakah Catatan Memaksa?


Pada serial-9 ini, penulis mengajak kita mendiskusikan jaminan kebebasan memilih dan memeluk agama di dalam sistem khilafah. Selain itu kita akan membahas pula bagaimana perlindungan atas rumah-rumah ibadah. Juga bagaimana jaminan kebebasan beribadah sesuai ajaran agama masing-masing. 

Pembahasan ini sangat penting untuk menjawab pertanyaan yang banyak beredar di publik. Apakah dalam khilafah itu non muslim akan dipaksa masuk islam? Apakah rumah ibadah mereka dihancurkan? Apakah mereka dilarang beribadah? Selama ini publik mendapatkan jawaban dari berbagi media yang lebih terkesan negatif dan penuh kebencian. Khilafah digambarkan sangat menakutkan. Benarkah demikian? 

Baik kita coba membuka catatan sejarah khilafah. Adakah catatan sejarah, kapan dan dimana ada non muslim dikumpulkan di lapangan dan dipaksa masuk islam? Apakah ketika pembebasan kota Makkah ada yang di paksa masuk islam? Apakah ketika pembebasan palestina ada yang dipaksa masuk islam? Mari kita coba baca sejarah dengan dada lapang, tanpa benci dan marah. 

Dalam sejarah panjang khilafah, Non-Muslim yang menjadi warga negara Khilafah disebut sebagai kafir dzimmiy. Mereka mendapatkan perlakuan yang setara dengan kaum Muslim. Hal ini sejalan dengan ketetapan syariat Islam yang mengatur demikian. Hak mereka sebagai warga negara dilindungi dan dijamin oleh Khalifah. 

Adapun perlakuan umum terhadap kafir dzimmiy (non-Muslim) dapat diringkas dalam 5(lima) hal penting sebagai berikut:

PERTAMA; Jaminan BEBAS MEMILIH DAN MEMELUK AGAMA. Sejak dulu, Islam tidak memaksa kafir dzimmiy untuk masuk Islam. Islam mengajarkan umatnya tidak memaksa orang masuk islam. Bahkan diajarkan untuk hidup berdampingan dengan ajaran agama lainnya.  Hal ini termaktub dalam kitab suci al quran:

“Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri,... .”[TQS al-Hajj (22):67-68].

Ayat-ayat di atas menunjukkan, bahwa Islam mengakui dan mengakomodasi adanya pluralitas agama, kebudayaan, dan pemikiran. Seorang Muslim memang diwajibkan menyampaikan dakwah islam kepada semua manusia. Namun jika mereka menolak, mereka tidak dipaksa, dan dibiarkan tetap memeluk agama dan keyakinannya. Al-Quran menyatakan masalah ini dengan sangat jelas.

”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)..…”. [TQS. Al Baqarah (2):256]

Walhasil, Islam tidak akan memaksa orang untuk masuk agama Islam. Mereka juga tidak dipaksa untuk menyakini dan membenarkan keyakinan Islam. 

KEDUA; Jaminan KEAMANAN dan KESAMAAN HAK. Sebagai warga negara, kafir dzimmiy mendapatkan perlakukan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim. 

Bahkan, Rasulullah saw menyatakan dalam banyak hadits, bahwa barangsiapa menyakiti kafir dzimmiy tak ubahnya menyakiti kaum Muslim. Diriwayatkan Al-Khathib dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw pernah bersabda:

“Barangsiapa menyakiti dzimmiy, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya di hari kiamat.”[Imam al-Jalil Abu Zahrah, Zuhrat al-Tafaasiir, Juz 1, hal. 1802. Lihat juga di Fath al-Kabir, Juz 6, hal. 48, hadits nomor 20038); hadits hasan].

KETIGA; Jaminan BEBAS BERIBADAH sesuai ajaran agamanya. Khalifah wajib menjamin kebebasan dan perlindungan untuk melaksanakan ritual-ritual agama mereka tanpa ada intimidasi dan pemaksaan.
 
Kafir Dzimmy juga tidak dipaksa untuk melakukan prosesi pernikahan seperti prosesi pernikahannya kaum Muslim. Mereka juga tidak diwajibkan membayar ZAKAT selayaknya kamum muslim. 
“Rasulullah saw pernah menulis surat kepada penduduk Yaman, ”Siapa saja yang tetap memeluk agama Nashrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya,....”[HR. Abu ‘Ubaid]
 
KEEMPAT; Jaminan kesamaan BISNIS dan MU’AMALAH. Dalam hal ini, kaum Muslim dipersilahkan untuk bermuamalah dengan mereka, sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Kafir dzimmiy diperbolehkan melakukan jual beli, dan syirkah dengan kaum Muslim. 

KELIMA; Jaminan HIDUP DAN KESEJAHTERAAN. Kesejahteraan Kafir dzimmiy menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu, mereka berhak mendapatkan hak pelayanan, perlindungan, hak mendapatkan perlakuan baik dari negara khilafah. 

Pada dasarnya, agama Islam tidak hanya diperuntukkan bagi kaum Muslim belaka. Islam adalah agama universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Al-Quran telah menyatakan hal ini.
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui”.[TQS Saba’ (34):28]

Dalam tinjauan sejarah, sangat jelas bagaimana islam mewujud menjadi rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil ‘alamin. Tatkala Rasulullah saw menegakkan Daulah Islam (Negara Islam) di Madinah, struktur masyarakat saat itu sangatlah beraneka ragam. Mungkin mirip negeri ini yang beragam suku dan agama. Kala itu, Madinah dihuni oleh kaum Muslim, Yahudi, Nashrani, dan juga kaum Musyrik yang lain. Bahkan umat muslim jumlahnya tidak mayoritas. Namun, mereka bisa sepakat hidup bersama dalam naungan Daulah Islamiyyah dan di bawah otoritas hukum Islam. 

Kala itu, tidak ada yang dipaksa masuk ke Islam. Mereka juga tidak diusir dari Madinah. Mereka mendapatkan perlindungan dan kebebasan hak yang sama seperti kaum Muslim. 

Masyarakat Islam yang inclusive seperti ini terlihat jelas dalam Piagam Madinah yang dicetuskan oleh Rasulullah saw. Hal itu tergambar dalam klausul (pasal 13-17) Piagam Madinah/Madinah Charta (622M). Inilah yang kemudian dikenal sebagai masyarakat MADANI. 

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tugas kenegaraan dan pengaturan urusan rakyat dilanjutkan oleh para khalifah (bukan presiden, bukan para raja, bukan Kaisar, dll). Kekuasaan Islam pun meluas hingga mencakup hampir 2/3 dunia. Kekuasaan Islam membentang dari Jazirah Arab, jazirah Syam, Afrika, Hindia, Balkan, hingga Asia Tengah. Para Khalifah tetap menjaga keberagaman dan melindungi semua agama yang ada. 

Bahkan, penerapan syariat Islam saat itu, berhasil menciptakan keadilan, kesetaraan, dan rasa aman bagi seluruh warga negara. Dalam bukunya Holy War, Karen Amstrong menggambarkan saat-saat penyerahan kunci Baitul Maqdis kepada Umar bin Khathathab, pada pokoknya sebagai berikut, 

“Pada tahun 637 M, Umar bin Khaththab memasuki Yerusalem dengan dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar dibawa segera ke Haram al-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat Nabi Mohammad saw melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup memandang Umar penuh dengan ketakutan. Ia berfikir, ini adalah hari penaklukan yang akan dipenuhi oleh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel. Pastilah, Umar ra adalah sang Anti Kristus yang akan melakukan pembantian dan menandai datangnya Hari Kiamat. Namun, kekhawatiran Sofronius sama sekali tidak terbukti."

Justeru Khalifah Umar memberikan jaminan perlindungan atas mereka. Tak ada gereja yang dihancurkan. Di bawah naungan khilafah yang dipimpin khalifah Umar, penduduk Palestina hidup damai, tentram, tidak ada permusuhan dan pertikaian, meskipun mereka menganut tiga agama besar yang berbeda, Islam, Kristen, dan Yahudi.

Keadaan ini sangat kontras dengan apa yang dilakukan oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi. Ketika mereka menguasai Palestina, selama dua hari, 40.000 kaum Muslim dibantai. Keadilan, persatuan, dan perdamaian tiga penganut agama besar yang diciptakan sejak tahun 1837 oleh Umar bin Khaththab hancur berkeping-keping. 

Meskipun demikian, ketika Shalahuddin al-Ayyubiy berhasil membebaskan kota Quds pada tahun 1187 Masehi, beliau tidak melakukan balas dendam dan kebiadaban yang serupa. Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua kalinya atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini, 

“Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang Al-Qur’an anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194)”.

Di Andalusia, kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan selama berabad-abad, di bawah naungan kekuasaan Islam. Tidak ada pemaksaan kepada kaum Yahudi dan Kristen untuk masuk ke dalam agama Islam. Sayangnya, peradaban yang inclusive dan agung ini berakhir di bawah mahkamah inkuisisi.
 
Dalam catatan sejarah yang lain, Pada tahun 1519 Masehi, pemerintahan Islam memberikan sertifikat tanah kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia.

Pemerintah Amerika Serikat pun pernah mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada Khilafah Islamiyyah atas bantuan pangan yang dikirimkan kepada mereka pasca perang melawan Inggris pada abad ke-18.

Surat jaminan perlindungan juga pernah diberikan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari suaka politik ke Khalifah pada tanggal 30 Jumadil Awwal 1121 H/7 Agustus 1709 H.

Pada tanggal 13 Rabiul Akhir 1282/5 September 1865, khalifah memberikan izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah berimigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah khalifah. Sebab, di Rusia mereka tidak mendapatkan kesejahteraan hidup.

Inilah sebagian catatan sejarah yang menunjukkan, bahwa khilafah melindungi dan menjamin kebebasan beragama. Khilafah juga menjamin kemanan dan kesejahteraan warganya. Bahkan turut membantu dunia internasional. 

Dari uraian ini jelaslah bahwasanya pandangan miring dan kebencian terhadap khilafah sama sekali tak beralasan. Isu radikal, teroris, garis keras dan sederet opini negatif terhadap khilafah fitnah yang keji. 

Pertama.  Dalam khilafah tidak ada paksaan untuk memeluk agama. Khalifah menjamin semua orang bebas memilih dan memeluk gama masing-masing.

Kedua.  Khalifah menjamin kebebasan untuk bisa menjalankan ibadah sesuai ajaran agamannya masing-masing.

Ketiga.  Khilafah menjamin keamanan atas rumah ibadah dan keselamatan semua warga negara.

Keempat.  Khalifah menjamin semua warga negara bebas memilih pekerjaan dan bisnis mereka tanpa ada diskriminasi.

Kelima.  Khalifah menjamin kesejahteraan semua warga tanpa membedakan agama yang dianutnya. Khalifah umar memberikan santunan hidup bagi orang jompo tanpa melihat latar belakang agamannya. 

Dunia kini membutuhkan sebuah solusi atas berbagai persoalan. Diantara kegagalan sistem komunis di uni sovyet dan sedang sekaratnya sistem Kapitalis AS saat ini, tawaran solusi dengan system Khilafah Islamiyyah menjadi sebuah keniscayaan. 

Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. PAMONG Institute)

(Serial-9 Kuliah Memahami Khilafah tanpa Benci & Marah)

NB; 
*) Disarikan dari buku Panduan Lurus memahami Khilafah menurut Kitab Kuning, terbitan WadiPress, Jakarta, 2013). 
*) Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Posting Komentar

0 Komentar