WAJAH KAPITALISME DI BALIK PENDEMI COVID



Masih begitu banyak kisruh di muka bumi allah ini, dan bumi sedang tidak baik-baik saja, inipun menjadi visi dan misi bagi kita, utamanya sebagai muslim untuk memperbaiki  sebab manusialah yang diberi amanah untuk menjadi amir halifah-halifah sebagai pengganti allah di muka bumi ini.

Kesombongan dan arogansi pemerintah nampak ketika menghadapi wabah Covid-19 tersebut, mengabaikan upaya serta merasa dapat mengatasi segala hal yang terkaid virus tersebut, virus kini menjadi perhatian serius pasalnya covid-19 tersebut belum bisa dituntaskan dengan berbagai usahanya, ya angka penularan makin hari makin meningkat seiring dengan angka kematian yang juga terus makin meningkat, sebenarnya ini bisa saja di minimalisir apabilah dari awal ada upayah  penanganan cepat, tepat, dan tidak terlambat yang dilakukan sebelum wabah vius merebak. 

Banyak isu yang berkembang tentang penyebaran virus ini, dimana mulai awal penyebaran dari Wuhan Cina, hingga sampai di Indonesia begitupun negara-negara lain, bersimpang siurnya informasi, kurang tanggapnya pemerintah, ketidak adanya ketegasan, perbedaan kebijakan membuat carut-marutnya pelaksanaan actual di lapangan sehingga mengendalikan wabah virus tersebut terkategori lamban penanganan.

Selain masyarakat biasa yang terimbas derita, tenaga kesehatanpun ikut terjangkit, banyak dokter tenaga medis tertular pada saat pelayanan bekerja dan bahkan meninggal, disusul masyarakat sekarat terus meningkat yang datang kerumah sakit untuk berobat karena covid-19 tersebut. Siapa yang kemudian tidak dihantui rasa ketakutan luar biasa, virus ini menjadi perhatian utama sampai saat ini karna dampak yang ditimbulkan begitu besar utamanya pada kesehatan dan keselamatan hidup manusia.

Belum lagi selain dari pada itu, sektor ekonomi dan politik juga menjadi perhatian penting setelah kesehatan dan keselamatan hidup, dimana karna virus tersebut roda ekonomi menjadi anjelok dan lumpuh, Cina, Korea, Italia dan beberapa Negara lainnya bahkan Indonesia contohnya menjadi sasaran wabah tersebut dan perlahan ekonomi mandeg.

Padahal jauh sebelum covid-19 terjadi Indonesia terkaid ekonomi sudah anjlok karna  para ula kapitalis, pemerintah tidak perna jujur dangan masalah sumber-sumber pendapatan negara dan alokasi dana yang dipakai tidak transparan, ditambah lagi permainan-permainan politik, pemerintah dinilai terlalu suka menutup-nutupi fakta masalah dengan isu satu ke isu yang lain sehingga problematika terus bertambah tanpa ada penyelesaian, tumpang tindihnya kasus demi kasus dan tidak pernah terurus, pernyataan-pernyataan tidak tegas dan membuat perasaan rakyat menerus cemas.

Pemerintah sampai saat ini masih berpikir begitu panjang, belum mengambil keputusan Lockdown, ini menjadi pertanyaan  besar apakah pemerintah  benar-benar serius peduli terhadap rakyatnya atau hanya janji-janji semu dan palsu. Karna lambatnya keputusan tersebut pemerintah daerah justru telah melakukan antisipasi social  Distancing, walaupun dengan cara  berbeda-beda dan tidak kompakan, sebenarnya optimalisasi bisa saja terjadi bila semua lini bisa saling bersinergi, nyatanya tidak,  dinilai dari situ yaaa pemerintah pusat masih kala cepat dengan pemerintah daerah yang justrus serius terhadap penanganan wabah, tak jarang kemudian juga beredar informasi beberapa pemerintah daearah yang jusru merelakan gajianya  untuk perhatian kasus wabah tersebut.

Saat ini memang langkah paling tepat adalah melakukan  Stay at home (tetap berada di rumah)
tetapi berkaitan dengan stay at home, berlakukah ini bagi sang kepala keluarga, yang menjadi tulang punggung bagi keluarga rupanya tak mudah bagi mereka untuk meninggalkan kerja, tinggal dirumah tanpa bekerja tidak ada penghasilan padahal tubuh butuh makan dan harus menenuhi kebutuhan sehari-hari,  dan bahkan beberapa pendapat dari masyarakat berkomentar bahwa saya tetap di rumah tetapi uang saya tetap di luar rumah, hal ini seakan-akan rakyak di hadapkan oleh dua pilihan berada dan berdiam diri dirumah karna wabah virus atau kemudian mati kelaparan karna ketidak adanya keresedaian pangan.

Bukankah ini menjadi penjara rakyat untuk dirinya sendiri, ataukah ini cara bunuh diri massal sembari persiapan kuburan massal yang disiapkan, megigigat kemudian angka kemiskinan rakyat di indonesia masih begitu banyak, dan angka pengangguran juga sama, tidak adanya pasokan kebutuhan terhadap rakyat lalu kemudian melakukan isolasi diri bukankah ini bunuh diri ?. Apabilahpun pemerintah punya strategi harusnya subsidi tersedia untuk kebutuhan pokok selama stay at home, terlepas dari stay at home diatas, kebijakan pemerintah memunculkan kegundahan-kegundahan baru dengan beberapa kebijakan terkaid pelepasan napi pidana dan peminjaman atau hutang untuk solusi pandemi virus Covid-19, belum lagi deskriminasi demokrasi yang terjadi di negri ini di mana yang katanaya simiskin di anggap penulara bagi si kaya.

Dilansir dari tribunnews.com. (1/4/2020) 30.000 ribu lebih napi bebas di tengah wabah, dan termasuk koruptor, siapa lagi dalang di balik ini semua yang pasti tikus kantor berdasi yang bebaskan napi, pertanyaannya relevankah situasi ini  dan dijadikan alasan pelepasan napi, bukankah hukuman pada mereka juga adalah isolasi dari kehidupan atas keselahan mereka, covid-19 tidak bisa di sandingkan dengan kesalahan yang napi perbuat, sungguh kepusan ini keputusan yang salah yang di tempum oleh kemenkumham sebab bertentagan dengan visi persiden bahwa indonesia perang melawan korupsi

Selanjutnya langkah yang di tempuh berikutnya adalah berhutang, Selain berbagai elemen masyarakat yang bergabung bersatu mengumpulkan donasi untuk melawan wabah, rupanya negara juga tak mau ketinggalan  dan memintah sumbangan dari rakyatnya, pemerintah  membuat dan membuka rekening untuk penangana Covid -19, dan ini kelolah BNPB badan nasional penanggulangan bencana. Berhubungan dengan donasi wabah tersebut ternyatah   pengalanan dana tidak sedikit dan harus membutuhkan sodoran dana yang lebih banyak.

Bahkan menurut menkeu Sri Mulyani dana dari APBN belumlah cukup sehingga harus melakukan tambahan anggaran, apalagi maksudnya kalau bukan berhutang, terkaid itu pakar ekonomi mengigatkan kepada menkeu agar tidak mengambil pinjaman tersebut karna hal itu dapat menjadi prangkap dan jebekan.

Dari kegundahan–kegundahan tersebut yang di buat orang hebat dinegri ini, ternya banyak elemen tokoh-tokoh dan stekholder bereaksi bersuara berkeritik terhadap rezim dan menkemhum karna kebijakan tersebut, tapi apa boleh buat pemerintah punya kekuatan untuk malakukan persekusi, krimilisasi, menuduh makar dan di cap radikal. 

Ali baharsyah salah satu dari sekian banyak yang menjadi korban dari kezaliman rezim, karena mengkritik kebijakan persiden. Dilansir m.detik.com Pada kasus ini ali baharsyah di tangkap setelah dilaporkan oleh ketua cybey Indonesia Muannas Alaidin ke Bareskrim polri pada rabu (1/4) lalu. Ali baharsyah di laporkan atas tuduhan penyebar ujaran kebencian dan Hoax soal kebijakan darurat sipil dalam penanganan virus corona (Covid-19)  Ali baharsyah di tangkap pada jumat (3/4) malam, tak hanya ali baharsyah 3 temannya yang berada di lokasi ikut digiring aparat ke Bareskrim.  Penjara demokrasi memang begitu kuat dan tak berlaku dengan pejabat hebat. Kritik sedikit main tanggap, kritik sedikit main perdekusi, kritik sedikit main makar, kritik sedikit main bumkam.

Berbicara Demokrasi, bukankah demokrasi mengusung suara rakyar agar dapat berpendapat, bukan malah ditangkap, Demokrasi, bukankah semua warga negara memiliki hak yang setara mangambil keputusan untuk mengubah hidup, realitasnya sungguh jauh berbeda, entah kemudian demokrasi ini milik siapa kalau bukan kapitalis pemegang kebijakan.

Bencana demokrasi yang terjadi, menebar janji kesejahteraan yang tak terindahkan hanya membuat kerusakan, ini menjadi bukti kerusakan nampak karna kemaksiatan manusia, dan hal ini berkaitan dengan firman Allah Swt. Telah nampak kerusakan di darat dan dilaut di sebabkan karena perbuatantangan manusia. Allah menghendaki agar  mereka  merasakan dari akibat perbuatan meraka, agar meraka (kembali kejalan yang benar) “ (TQS Ar Rum 30 :41)

Demokrasi dengan kapitalisnya mencari keuntungan di tengah kepanikan negeri yang sekarat atas pandemi Covid-19. Haram halal bukan ukuran demi hasrat yang terpuaskan,  begitulah setan mengangkan di perbudak jabatan, mencari makan dengan merampok dan merampas, istilah yang tepat linta darat menghisap darah rakyat. Aneh tapi nyata inilah negri kaya dengan derita, sumberdaya alam begitu banyak, kekayaan yang begitu malimpah, tapi jadi pengemis meminjam sana-sini dengan nilai bunga yang besar dan anehnya masih berbangga dengan itu. Dalam dunia demokrasi kapitalis liberal hal semacam itu sudah lumrah, biasa, dan sah-sah saja, didunia demokrasi pemimpin bukan pelayan rakyat tapi baginda rakyat, bukan mengurusi maslahat tapi menzolimi ummat.

Satu lagi hadiah demokrasi kapitalis tahun 2020, kado manis kapitalis di negeri agraris, derita rakyat di negara sekarat, penguasa rasa pengusaha, lebih mementingkat investasi di banding kondisi,  tikus berdasi berkolaborasi  tunggangi napi, hadapi wabah dengan uang, negarapun minta sumbangan, utang pun jadi sulusi,  neo imprealisme bermain lagi, bagaimana mau menjadi Indonesia hebat kalau negara tidak kuat, katanya mau menjadi negara berdaulat, tapi tidak memiliki pondasi ekonomi yang kuat.

JANGAN KARENA WABAH KEWAJIBANPUN TERLALAIKAN

Sudah saatnya kita bermusahaba diri dari segalah musibah sebab bencana bersumber dari Allah Swt, untuk mengigatkan kepada manusia untuk kembali kepadanya dan mengambil segalah hukum yang bersumber dari alquran, ideologi kapitalis sekuler  adalah bentuk hukum  jahiliah yang berbentuk moderan milenial, dan itu wajib di campakkan sebab masa kegemilangan akan hadir dengan mabda islamiah.
Masalah wabah adalah ujian dari bentuk ketakwaan agar tidak hanya kuantitas  iman yang bertamah tapi juaga kuantitas iman yang semakin baik, begitulah muslim muslim  menyikapi masalah  pendemi wabah ini, lain halnya dengan orang  kualiatas iman rendah justru ketakuatan terhadap hal tersebut dan lebih mengutamakan usahanya dari pada ketakwaannya, jangan karena wabah kewajiban terlalaikan, jangan karna wabah kewajiban ditinggalkan saat ini banyak kewajiban diduakan dan kepentingan didahulukan.

Nasehat baik dari kawan pernah berkata yang terpenting itu adalah menjaga kesehatan hati.  Jika membaca dan mendengar informasi jangan cepat mengadopsi karna terkadang ada yang sekedar menakut-nakuti agar hati tergoyoti, jika itu terjadi, penyakit lain akan menghampiri akibat depresi, maka dari itu teruslah bermunahajat memohon pertolongan kepada sang pemilik alam ini karena dialah zat yang maha mengetahui. Ingat pertama ketika di antara manusia mampu mengobati bersukurlah kapada pemilik alam karena dialah yang memberi, manusia hanya diberi,
Kedua Covid -19 tidak mematikan tapi yang mematiakan  adalah yang menghidupkan, covid-19 hanya perantara ketika itu terjadi.

Lalu kapan wabah penyakit diangkat (Hilang) Imam ibnu Hajar Al’Asqalani ra mengatakan. Pada umumnya wabah penyakit yang terjadi di Negara-negara kaum muslimin sepanjang sejarah, terjadi pada musim semi, kemudian diangkat (hilang) pada awal musim panas,’’ (Lihat dalam kitab nya Badzlul Maa’um Fii Fadhlith Thooun Lil Hafidz, Hal. 369), dan awal panas ini bertepatan pada awal bulan Ramadhan, semoga kita tidak di jadikan merugi dengan tidak bertambahnya keimanan dan amal sholeh dalam menyambut Ramadhan. Semoga kita senantiasa diberi rahmat dan ampunan oleh Allah Stw dari segala dosa dosa. Aamiin.

Wallahu’alam Bishawab.[]

Oleh : Ashar Marsa Idris

Posting Komentar

0 Komentar