TETAP MEMAKMURKAN MASJID DI TENGAH SITUASI PERLAWANAN TERHADAP COVID-19: Mungkinkah?

Bagi umat beragama khususnya umat Islam, satu kegiatan yang paling terdampak dari Virus Corona adalah ibadah berjamaah. Sejak dikeluarkannya Fatwa MUI pada akhir Maret 2020 kemarin, sudah empat pekan (satu bulan) ada beberapa Masjid meniadakan Sholat Jum’at berjamaah, atau kalau pun ada Masjid yang tetap melaksanakan sholat Jum’at berjamaah namun khusus bagi warga yang rutin berjamaah di Masjid tersebut dengan tetap memperhatikan “Protokol Kesehatan” ketika memasuki Masjid.

Hari ini, insyaAllah adalah “H-6” sebelum bulan Ramadhan. Menjelang Bulan Suci Ramadan, berbagai kegiatan umat Muslim turut terdampak. Beberapa negara sudah meminta agar sholat tarawih berjamaah agar ditunda dahulu untuk mencegah penyebaran COVID-19. 

Umat muslim dunia berpotensi tidak leluasa sholat tarawih di masjid karena pandemi Corona (Covid-19), wabah ini mempersulit berbagai kegiatan di tempat umum hingga muncul kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam bentuk Jaga Jarak Aman (Social Distance dan Physical Distance) demi menyetop penyebaran virus ini. 

Pemerintah telah menetapkan Darurat Bencana Covid-19 sampai 29 Mei 2020. Dapat diduga bahwa untuk hari jum’at depan dan beberapa waktu kedepan tetap akan ada Masjid yang tidak menyelenggarakan shalat jum’at dan shalat berjama’ah lima waktu di masjid. Apalagi grafik wabah covid-19 semakin menanjak. 

Jika “darurat tidak shalat di Masjid” tersebut tetap mengikuti Darurat Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah , maka bukan saja masjid akan kosong dari shalat jum’at dan shalat lima berjama’ah, tapi juga bulan Ramadhan tahun ini –yang sebentar lagi akan tiba– akan dilalui umat Islam dengan “hambar” tanpa shalat tarawih berjamaah. Dan mungkin juga tanpa shalat Hari Raya Idul Fitri 1441H.

Secara fiqih tentu tidak salah menetapkan pelarangan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah lima waktu di Masjid. Banyak dalil yang bisa jadi rujukan. Ulama-ulama kita tentu telah mendalami berbagai dalil agama dan argumentasi ilmiyah untuk kemudian menetapkan fatwa. Karena itu fatwa yang sama juga dikeluarkan oleh hampir semua lembaga fatwa di negara-negara muslim.

Namun demikian, sebagaimana dalam tradisi fiqih, adanya pandangan yang berbeda adalah suatu hal yang biasa. Maka jika ada saudara-saudara kita yang memilih tetap menyelenggarakan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah di masjid dapat pula diberi ruang pemakluman dalam konteks ini.

Dalam pandangan penulis, ada “jalan tengah” yang sesungguhnya dapat dilakukan untuk kembali ke Masjid di tengah wabah Covid 19 ini. Masjid tidak harus terlalu lama kosong tidak ditempati shalat. Kita tidak harus pasrah menunggu sampai musim wabah Covid-19 lewat kemudian kembali shalat di masjid.

Oleh karena itu, keadaan ini tidak bisa dibiarkan secara terus menerus di masa akan datang. Materi ini kami ketengahkan di forum Civitas Akedemik UNIOL 4.0 DIPONOROGO sebagai bentuk ikhtiar kita untuk memberikan alternatif solusi.

Dengan sedikit perjuangan atau mujahadah maka kita sudah bisa kembali memakmurkan masjid. Dan ini berarti kita pun akan menjalani Ramadhan tahun ini tetap bersama dengan keberkahan shalat tarawih sebagaimana biasanya.

Yang jelas jika program ini menjadi kesadaran umum umat Islam dan dapat berjalan dengan baik, maka sebagian besar masjid dan umat Islam dapat kembali memakmurkan Masjid dengan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah di masjid. Dan tidak kalah pentingnya adalah ummat dapat memenuhi “panggilan spiritual” shalat tarawih dengan perasaan aman.

A. Meyakini bahwa Masjid adalah tempat yang aman dari penularan Covid-19

Pro-kontra penutupan masjid gara-gara wabah corona masih viral dan jadi bahan pembicaraan. Masing-masing saling beradu dalil sebagai dasar argumentasi. Pihak yang pro penutupan masjid beralasan untuk berjaga-jaga dan waspada, tidak ingin masjid menjadi pusat penyebaran wabah corona. Sebaliknya, pihak yang kontra menentang penutupan masjid karena alasan ibadah. 

Penulis tidak ingin menyoroti pro/kontra tersebut, melainkan penulis ingin mengungkapkan pemikiran yang saat ini jarang sekali dibahas yaitu: "Benarkah masjid menjadi tempat RAWAN untuk penularan Covid-19? Atau justru sebaliknya, Masjid menjadi tempat PALING AMAN dari penularan Covid-19?"

Penulis yakin, bahwa masjid bisa menjadi TEMPAT PALING AMAN dari penularan Covid-19. Keyakinan kami ada dasar alasannya.

1. Keajaiban Masjid

a. Masjid disebut Rumah Allah.

Orang yang datang ke masjid untuk beribadah disebut tamu Allah. Logikanya, sang tamu akan dijaga, diawasi, dilindungi oleh Sang Pemilik Rumah. Mustahil seorang tamu yang sedang bertamu ke rumah Allah dibiarkan celaka akibat serangan Corona.

Sang Pemilik Rumah yang Maha Tahu dan Maha Mengatur makhlukNya yang berukuran nano bernama virus corona. Bagi Sang Pemilik Rumah tentu sangat mudah untuk memerintah atau menahan virus corona agar tidak masuk Rumah Allah.

Pihak takmir masjid dalam upaya untuk pencegahan penularan Covid-19 dapat melaksanakan Protokol Kesehatan dengan cara membersihkan area masjid, bila perlu dapat melakukan penyemprotan disinfektan di area masjid dan juga memasang gerbang atau bilik desinfektan di depan pintu masuk masjid.

b. Tata tertib masuk Rumah Allah

Adab dan Tata Tertib masuk Masjid menjadikan virus corona sulit masuk masjid. Tata tertibnya misal: Sebelum masuk masjid, para tamu Allah pasti sudah dalam kondisi bersih dan bersuci (sudah mandi dan berwudhu). Itu artinya, andaikata ada virus yang menempel pada anggota badan yang harus diwudhui, niscaya si virus sudah hanyut terbawa limbah air wudhu.

Dan ketika akan memasuki Masjid para jamaah juga dapat melakukan Protokol Kesehatan, misalnya: sebelum memasuki masjid, setiap jamaah diharuskan mencuci tangan dengan sabun dan dibilas dengan air mengalir, atau menggunakan cairan Hand-Sanitizer.

Kemudian setiap jamaah diharapkan membaca Do’a Masuk Masjid sebagai adab mohon izin masuk kepada Allah sebagai Sang Pemilik Rumah juga doa untuk memperoleh perlindungan dan agar Allah bukakan pintu-pintu rahmat-Nya bagi para jamaah yang dating ke masjid. 

Misal ada yang bertanya, Bagaimana jika ada tamu Allah yang sudah terpapar Corona ikut shalat berjamaah?, janji Allah pada surah Ath.Thalaq : 2-3 pasti ditepati "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya & memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya."

Janji Allah ini pasti ditepati untuk memberi jalan keluar dan memberi rezeki yang tidak disangka-sangka berupa kesehatan bagi hamba-Nya yang barangkali sudah terpapar Corona.

c. Meluruskan dan Merapatkan Shaf

Setiap perintah ibadah selain mengandung pahala, pasti ada rahasia kemanfaatan dalam kehidupan. Shaf yang lurus dan “relatif” rapat serta khusyuk pada jamaah insyaAllah akan terjadi interaksi gelombang elektromagnetik ilahiyah yang panjang gelombangnya sangat bervariasi dan saling mengait kemudian saling menguatkan untuk memberi penguatan pada hati para jamaah. Dampaknya, para jamaah akan merasakan ketenteraman dan tidak menutup kemungkinan akan muncul energi biolistrik yg akan menjadi obat penyembuh.

Memang ada himbauan untuk menjaga jarak antar jamaah dalam pelaksanaan sholat termasuk juga himbauan untuk membawa sajadah sendiri sebagai bentuk penerapan protocol kesehatan di dalam masjid. Jika tidak mampu untuk “relatif" merapatkan shaf, maka berusahalah untuk tetap meluruskan shaf sementara selama pandemic Covid-19 masih berlangsung.

d. Rasa Rindu untuk Kembali Kepada Masjid

Rumah Allah yang  senantiasa dimakmurkan dengan shalat berjamaah, dalam perlindungan Allah dari amukan bencana. Menurut teori fisika kuantum ada yang disebut Hukum Tarik-Menarik (LOW: Law Of Attraction) yang menyatakan, "Sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang satu sifat dengannya."

Penjelasannya, apabila ada yang takut terjangkit virus corona dan ketakutan itu sudah memasuki alam bawah sadarnya, maka meski pun dia sudah menggunakan SOP pencegahan virus corona, pada suatu saat ketika tiba limit waktu detik lengah si dia mungkin akan terpapar juga. 

Sebaliknya, bila Anda datang ke Masjid merasa berada di tempat paling aman dan haqul yakin, Allah pasti melindungi, maka hukum LOA akan berlaku. Andaikata Anda berada di episentrum corona, yakinlah Covid-19 tak akan mencelakai Anda. Sebab, pada saat keyakinan hati mencapai kadar maksimal, hormon Endorfin (hormon pengurang rasa sakit) & Serotonin (hormon pengurang depresi) secara alami diproduksi lebih banyak dalam tubuh yang bermanfaat untuk memperbanyak & memperkuat antibody makrofag & mikrofag. Antibody inilah yang akan memakan virus yang masuk ke tubuh, termasuk covid 19.

Dalam Hadits Qudsi, Allah berfirman, "Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku kepadaKu". Sangkaan atau prasangka kepada Allah adalah aktivasi hati atau perasaan yakni "Yang akan terjadi dalam kenyataan adalah yang disangkakan ketika memikirkan sesuatu."

Kembali pada topik di atas, energi vibrasi ilahiyah yang dihasilkan dari ibadah khusyuk dalam masjid yang makmur jamaahnya, tetap mengendap di masjid. Energi vibrasi ilahiyah inilah yang memancarkan keberkahan bagi lingkungan masjid, dan atas kehendak Allah akan dipancarkan menjadi pelindung dan penyelamat masjid serta yang berada di dalamnya apabila terjadi bencana.

Sudah tak terhitung bukti yang Allah SWT tunjukkan, misal ketika terjadi bencana seperti tsunami muncul keajaiban yakni banyak masjid yang tetap berdiri kokoh, sementara banyak bangunan di sekitarnya luluh-lantak disapu bencana. 

Logika keimanan menghadapi wabah corona mestinya demikian. Pada saat terjadi bencana dahsyat, Allah selalu menunjukkan Maha kuasanya melindungi masjid. Tentunya pada saat terjadi bencana corona, Allah pasti menyelamatkan masjid, agar menjadi tempat aman dan steril dari Covid-19.

Namun yang terjadi saat ini adalah ironi. Pada saat terjadi bencana alam, umat manusia lari menuju Rumah Allah untuk berlindung. Tapi kini, pada saat Allah memberikan peringatan terjadinya wabah pandemi corona, justru umat Islam mencurigai masjid, sehingga menjauh dari Rumah Allah.

2. Keajaiban Wudhu

Ada baiknya sebelum kita berangkat ke Masjid kondisi tubuh kita dalam keadaan sehat, bersih dan juga telah bersuci atau berwudhu. Bagaimana cara paling efektif untuk mencegah virus corona masuk ke tubuh?, ajaran Islam luar biasa, Salah satunya adalah berwudhu. Tentang keutamaan wudhu ditinjau dari ilmu kesehatan sudah banyak disampaikan oleh para pakar di bidangnya. Kami hanya akan menyampaikan keutamaan wudhu, sebagai benteng paling ampuh untuk menangkal masuknya virus corona. 

Diantara sunah berwudhu adalah berkumur & menghirup air lewat hidung. Sungguh luar biasa hikmah kedua sunah tersebut yang terbukti saat ini. Virus corona masuk ke dalam tubuh hanya melalui 2 lubang yaitu mulut dan hidung.

Berarti sunah tersebut memiliki rahasia besar yang disiapkan Allah pada suatu saat akan menjadi penangkal masuknya virus yang berbahaya dan kini rahasia itu dibuka oleh Allah SWT lewat Pandemi Corona. 

Mengerjakan wudhu sesuai tuntunan, disebutkan oleh Rasulullah SAW kelak di akhirat akan menjadi pelindung dari jilatan api neraka. Nah, berwudu waktu di dunia saja, buahnya bisa dipetik nun jauh di akhirat sana, yakni selamat dari jilatan api neraka. Tentunya sebagian bukti hikmahnya diberikan sekarang. Api neraka saja bisa dilindungi dengan wudhu, apalagi untuk menghadapi serangan virus. Pastilah Allah memberikan bukti manfaatnya secara kontan. 

B. Potensi Masjid Mengambil Peran Sebagai Pusat Peradaban di Tengah Pandemi Corona dan Teknis Pelaksanaannya.

Mantan Wakil Presiden yang juga sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mengatakan bahwa jumlah masjid dan mushola di Indonesia mencapai 800 ribu atau mungkin juga bisa mencapai 1 juta, dan menurut beliau angka tepatnya jumlah masjid dan mushola di Indonesia hanya Tuhan yang tahu dan merupakan jumlah masjid dan mushola terbanyak di dunia. Banyak tempat ibadah itu diharap dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat Islam, ini perkembangan luar biasa sekali.

Dalam situasi masa bencana pandemi Covid-19 yang cukup berat ini, solusi sebenarnya ada di bagaimana kita mengatur sumber daya manusia dan asset. Bila negeri ini punya 1 juta titik masjid yang tersebar di seluruh wilayah negeri. Jika 30% dari total masjid tersebut adalah tergolong masjid sehat kepengurusannya, berarti ada 300 ribu titik koordinasi warga.

Program ini dilakukan dengan kerjasama antara pengurus Masjid dan pemerintah pada level bawah, yaitu ketua RT atau RW. Mereka bekerjasama mendata dan memastikan masyarakat sekitar Masjid untuk mesterilkan diri dari Covid 19 dengan cara _stay at home_ selama 14 hari, dan untuk hari-hari selanjutnya tetap menjaga _Physical/Social Distancing._ Ini tentu memerlukan kejujuran dan komitmen kuat dari semua warga. Kalau perlu diperketat hanya untuk mereka yang memang sudah terbiasa atau rutin shalat berjama’ah dimasjid.

Semakin kecil lingkup suatu Masjid, apalagi Mushalla, semakin mudah melakukan program ini. Masjid dalam lingkungan pesantren dan kompleks perumahan dapat melakukan ini dengan baik. Mungkin program ini agak sulit dilakukan untuk Masjid Raya atau masjid-masjid besar. Kami kira itu tidak masalah, dalam masa kebijakan _“Stay at Home”_ dan _“Work from Home”_ tentu ada baiknya kita terapkan program ini di Masjid dekat rumah kita.

Dari sejak hari ini, Masjid harus dapat mengambil peran sebagai kepemimpinan arus bawah. Artinya melayani masyarakat, memastikan kelangsungan hidup, memastikan kelangsungan pasokan pangan dari jamaah.

1. Bentuk langkah konkret Masjid bisa ambil peran:

a. Segera bentuk tim Satgas Penanganan Covid di setiap masjid. Bikin kepanitiaan kecil yang melibatkan orang-orang yang mau kerja dan melayani umat. Memang akan sulit untuk dapat menemukan orang-orang yang rela bekerja melayani umat, tetapi insyaAllah aka nada pahala besar yang akan didapatkan mereka.

b. Setelah terbentuk tim, tim Satgas langsung mendata jamaah sekitar masjid, baik muslim dan non muslim, untuk kemudian didata secara lengkap: nama, jumlah anak, jumlah lansia, sumber penghasilan darimana. Ini untuk mensikapi kebijakan PSBB atau Karantina Wilayah atau Lockdown. Jadi kita bisa mengetahui dan faham mana jamaah yang bisa survive atau gak bisa survive.

Karena ada di suatu negara dimana warganya sudah banyak yang mati dalam senyap, mati di rumahnya sendirian tanpa suplai bantuan. Makanya data ini penting bagi jamaah yang ingin diperhatikan dan diurusi masjid. Bagi yang mau, silakan data dirinya ke masjid. Jangan sampai ada jamaah yang gak bisa makan, atau mati sendirian, lalu masjid gak tahu.

c. Secara perlahan bangun pusat logistik bantuan sederhana di masjid. Dimana bila harus mengumpulkan dan menimbun sembako jangan secara pribadi dan personal, tetapi tim Satgas Masjid. Masjid harus bersiap jadi titik supply ketahanan pangan bagi jamaah yang sudah mendatakan dirinya ke masjid. Intinya, siapa yang mau diurusi oleh masjid, dirinya didata. Data ini jadi pegangan masjid untuk prioritas distribusi.

d. Tim Satgas melakukan edukasi tentang Covid-19 (Corona) ke jamaah, karena ada kemungkinan tidak semua jamaah teredukasi baik. Edukasi bahwa orang sehat juga bisa menjadi carrier virus Covid-19 (OTG: Orang Tanpa Gejala), gejala baginya bisa saja ringan, tapi walau tampak sehat jangan sampai menularkan ke orang banyak terutama kepada orang manula dan anak-anak.

Edukasi tentang bagaimana bila ada warga yang kemudian muncul gejala yang mirip gejala orang yang terkena Corona. Bila takut lapor negara, minimal disuruh lapor ke tim satgas masjid, biar kemudian masjid mediasi ke petugas kesehatan.

Termasuk juga edukasi tentang Fiqih penanganan wabah. Jadi umat bisa faham dan legowo atas beberapa keputusan. Misalnya MUI bahkan sudah melarang shalat jumat di beberapa area pendemi. Termasuk juga edukasi tentang protokol keamanan penanganan pasien termasuk juga bila ada warga yang meninggal dengan status ODP, PDP dan Positif Covid-19.

Umat sebegini banyak tidak bisa dikelola 1 posko skala kota/kabupaten. Pengelolaannya harus diserahkan ke cluster kecil pembinaan. Dalam hal ini salah satunya adalah Satgas Masjid.

e. Masjid mendorong aliran Asset para Muhsinin (donatur) yang berniat membantu menanggulangi beberapa masalah kedepan. Misalnya, siapkan wakaf manfaat kendaraan yang bisa digunakan oleh umat sebagai ambulance darurat. 1 masjid punya 1 kendaraan medis. Mobil APV biasa bisa diubah jadi mobil ambulance darurat.

Mulai juga bangun rasa saling peduli. Yang berlebihan harta mulai bangun sistem supply sembako ke dhuafa di sekitar masjid. Mulai dari sekarang, agar saat memang masalah besarnya datang, infrastruktur masjid sudah siap.

Bahkan kalo mau lebih jauh lagi, siapkan Asset 1 rumah wakaf manfaat sebagai fasilitas isolasi klinis. Karena negeri ini gak bisa bangun rumah sakit 100 ribu kamar dalam sepekan.

Jadi bila mampu kita siapkan, 1 masjid, 1 mobil ambulan darurat, 1 rumah klinis isolasi. Dinas Keseharan, Puskesmas dan rumah sakit terdekat bisa koordinasi dengan satgas masjid.

f. Pemerintah bersama Dewan Masjid Indonesia alangkah baiknya segera koordinasi termasuk melibatkan MUI. Karena harapan penanggulangan bencana ini akan mudah dilangsungkan jika negeri ini membagi penduduk menjadi cluster se-area masjid.

Saatnya Masjid ambil peran, hadir menjadi pengayom masyarakat. Saatnya aktivis masjid membuktikan kepemimpinannya. Apa itu kepemimpinan dalam Islam? Pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin (yang sesungguhnya).

Pemimpin sering juga disebut Khadimul Ummah (pelayan umat), seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. “Dengan demikian, hakikat kepemimpinan sejati adalah karakter seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah SWT untuk mengurus dan melayani umat masyarakat.

C. Strategi Membangun Sistem Manajemen Masjid dalam Rangka Memakmurkan Masjid di Tengah Wabah Penyakit: Kini dan Masa Depan.

Dulu, di zaman Rasululloh SAW, dilanjutkan di masa kepemimpinan para Khulafaur Rosyidin dan diteruskan di masa Kekhilafahan Bani Ummayah, Bani Abbasiyah hingga berakhir di masa Bani Utsmaniyah; Masjid selain sebagai tempat ibadah, adalah juga pusat kegiatan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Lambat laun, masjid lebih banyak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah (sholat, buka puasa, sahur, zikir dsb). Fungsi lain sudah beralih ke lembaga lainnya.

Apa yang saat ini terjadi adalah bagian dari kealpaan kita bersama dalam menata masjid. Kekhawatiran mengenai penyebaran penyakit karena interaksi antar jamaah di dalam masjid menjadi sebab keluarnya fatwa pembatasan kegiatan ibadah di masjid, sehingga keputusan untuk meniadakan pelaksanaan ibadah selama beberapa waktu dianggap bisa memutus rantai penyebaran virus. Dan saat ini kita mencoba untuk memberikan solusi untuk membangun kemakmuran masjid.

1. Membangun Database Jamaah

Bila pada bagian sebelummya kita sudah memberikan langkah awal pendataan para jamaah, selanjutnya pada pada bagian ini kita mencoba untuk mengadministrasi data-data awal tadi menjadi sebuah Database. 

Beberapa hal yang perlu kita fokuskan yakni mengenai Database Jamaah Masjid. Hingga saat ini, belum banyak masjid yang memiliki database jamaah. Bagi masjid yang memiliki database baru bersifat umum (nama, usia, alamat, pekerjaan). Belum sampai pada hal-hal yang spesifik.

Kedepan, sudah harus dimulai untuk membangun database jamaah masjid secara lebih spesifik, nama, usia, alamat, pekerjaan, rata-rata jumlah penghasilan/pengeluaran, nomor kontak, akun media sosial, rekam medis, tingkat kemampuan bahasa arab, penguasaan fikih, hingga kemampuan dan skill lainnya.

Rincian data ini penting sebab Masjid adalah unit terkecil dalam sebuah negara namun karena tidak memiliki badan hukum yang jelas maka tidak memiliki otoritas dalam mengatur dan mengendalikan jamaah (masyarakat), hanya pada taraf anjuran dan imbauan. Pemberian sanksi pun baru sebatas moral dan etik.

Padahal, kelurahan/desa sebagai unit negara memiliki keterbatasan untuk mengelola lingkungan. Sisanya diberikan pada RT/RW itupun dengan skala terbatas. Bila mempelajari sejarah kejayaan Islam jaman Rasulullah SAW dan para Khulafaur Rasyidin Bersama para sahabat mulia lainnya menjadikan Masjid sebagai Pusat Peradaban, termasuk juga pusat pemerintahan.

2. Kekuatan Database Masjid penting untuk beberapa hal :

Pertama, database jamaah bisa menjadi bahan analisis untuk membangun kekuatan ekonomi umat yang berbasis masjid. Bagi jamaah yang ekonominya lemah, bisa mendapat subsidi dari yang lebih. Bisa pula dicarikan pekerjaan yang layak atau usaha halal yang bisa mereka kerjakan. Fungsi ekonomi juga bisa menggerakan produk-produk jamaah masjid tersebut untuk bisa dijual dan dikonsumsi.

Kedua, database jamaah juga bisa menjadi bahan analisis untuk merumuskan model pendidikan Islam berbasis masjid bagi jamaah, tentu dengan klasifikasi sesuai kemampuan dan tingkat pendidikan. Bagi anak-anak jamaah, bisa ada kegiatan ekskul berbasis masjid. Dibandingkan sebagian pendidikan Islam saat ini terkesan eksklusif hanya untuk golongan tertentu, maka lembaga pendidikan berbasis masjid bisa dibangun dan dikelola secara gotong royong.

Ketiga, database usia dan rekam medis (data ini bersifat rahasia, hanya orang di level tertentu dalam Dewan Kemakmuran Masjid yang boleh tahu) bisa jadi rujukan dan bahan analisis untuk mengklasifikasikan jamaah. Sebagai contoh, pada pandemi Covid-19 yang memiliki kerentanan adalah usia tua dan memiliki penyakit bawaan. Maka, klasifikasi tersebut tidak bisa lagi hadir dalam kegiatan ibadah, karena rentan terinfeksi.

Data rekam medis penting agar masjid bisa membangun fasilitas kesehatan yang bisa digunakan oleh jamaah dan warga lainnya. Karena pada bagian sebelumnya 1 Masjid dapat memiliki 1 mobil Ambulan Darurat dan 1 rumah isolasi, dan apabila wabah ini telah sirna rumah tersebut bias menjadi rumah fasilitas kesehatan yang dikelola masjid. Pengelolaan dan pembangunan pun dilakukan secara gotong royong.

Keempat, database juga memuat riwayat alamat jamaah, bisa juga memuat riwayat media sosial jamaah untuk bisa menjadi sarana sosialiasi secara digital. Sekaligus wahana dakwah kegiatan masjid bagi netizen media sosial.

Database ini tidak sekedar data saja, tapi sebuah “big data” yang bisa dianalisis oleh sistem kecerdasan buatan (artificial intelegence) yang bisa dintegrasikan dengan basis data pemerintah agar setiap pengambilan keputusan bisa berbasis data.

Sebagai contoh, jika kondisi pandemi terjadi, semua jamaah bisa di-tracking interaksinya selama pandemi terjadi. Bagi yang termasuk ODP, PDP, Suspect atau mungkin sebagai Carrier bisa dikarantina dan dilarang berinteraksi di masjid termasuk dilarang melakukan kegiatan ibadah di masjid. Tentu masjid-masjid di masa akan datang mesti disiapkan infrastruktur deteksi virus yang bisa cepat diketahui hasilnya. Sehingga tidak berefek pada kepanikan seperti saat sekarang.

Masjid-masjid di masa akan datang jika mempersiapkan dari sekarang ketahanannya tentu tidak akan sampai menutup dan menghentikan semua kegiatan. Jika misalnya ada yang ditutup sementara itu hanya berlaku pada lingkungan yang levelnya sudah kategori rentan-tinggi. Untuk menentukan level tersebut, tidak bisa diputuskan dengan logika umum, tapi melalui big data analysis yang kuat dan integratif.

Jika hari-hari belakangan ini banyak masjid yang ditutup dan ditunda kegiatan ibadah, hal itu karena kebijakan yang dikeluarkan tidak berbasis pada analisis data yang akurat serta rigid dalam menentukan keputusan.

Tentu jika masjid “masa depan” bisa diwujudkan seperti diatas, maka masjid bisa jadi jalan keluar persoalan, bukan tempat lari dari persoalan. Masjid masa depan bisa jadi pusat semua kegiatan, seperti masjid di era Rasulullah SAW silam.

Berdasar uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa penularan wabah Covid-19 adalah dengan adanya kontak fisik, dan salah satu tempat yang memungkinkan adanya kontak fisik dan sosial yang mengakibatkan penularan corona adalah Masjid. Namun bila dibandingkan dengan tempat-tempat umum lainnya, misalnya Mall dan Swalayan atau pasar tradisional, kendaraan umum, dan lain sebagainya; maka dapat dikatakan bahwa potensi penularan Covid-19 di dalam masjid kemungkinannya relatif kecil, sehingga Masjid adalah tempat yang paling Aman terhadap penularan Covid-19, apalagi bila Masjid dan para jamaah bersedia menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan. Walaupun memang ada juga masjid dan para jamaahnya yang kurang peduli terhadap kebersihan dan kesehatan sehingga bisa menjadi tempat rawan penularan Covid-19.

2. Adanya pandemi Covid-19 saat ini dapat dijadikan momentum bagi Masjid untuk mengambil peran dan langkah-langkah untuk menyelamatkan umat, baik berupa tindakan untuk menjaga kesehatan jamaah dari penularan Covid-19, juga tindakan penyelamatan dampak ekonomi akibat adanya kebijakan PSBB, hikmahnya para jamaah akan merasa nyaman dan rindu untuk selalu dekat dan datang ke Masjid.

3. Langkah selanjutnya setelah masjid siap mengambil peran dan langkah strategis dalam menyikapi pandemi Covid-19 ini, Masjid dapat merumuskan dan membangun Sistem Database Masjid sehingga nanti setelah pandemi Covid-19 ini sirna bila suatu saat terjadi kembali wabah atau bencana maka Masjid sudah siap untuk cepat mengambil langkah-langkah darurat untuk menyelamatkan umat. Dari masjid dahulu kejayaan Islam dibangun dan semoga dari masjid pula akan terulang kejayaan Islam kembali.

Wallahu a’lam

Diolah dari berbagai sumber termasuk artikel berjudul MASJID STERIL COVID-19 karya Hamka Suyana, Motivator ilmu Manajemen Sasyuik ( Sabar, Syukur, Ikhlas)

Ditulis kembali oleh: Widhi Nugroho

Posting Komentar

0 Komentar