KATANYA DEMOKRASI, KENAPA KRITIK KRITIS DIKREMASI?


Tentunya kasus penangkapan Ali Baharsyah masih hangat dan panas menemani kabar berita yang kita saksikan di sosial media. 

Dr. Rizal Ramli melalui akun Twitter mengatakan, "Kritik, yg faktual, yang ngasal & hinaan yg bersifat fisik, bullying thd Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur luar biasa brutal, vulgar dan masif. Tidak ada apa2nya dibandingkan dgn era @jokowi . Habibie tetap fokus, Gus Dur cuek abis “Emang Gus Pikiran”, ndak pakai asal nangkap."

Bisa jadi hal tersebut dinyatakan untuk menanggapi, surat telegram yang diterbitkan Polri untuk menangani hoaks corona dan penghinaan Presiden.

Benar jika menghina tidak dibenarkan dalam Islam. Hanya saja khawatirnya hal tersebut bisa berlaku seperti karet. Bagi oposisi, aktivis, tokoh, dan rakyat yang rajin mengkritisi kebijakan pemerintah bisa terciduk oleh pasal tersebut.

Khawatirnya kritik dianggap menghina, padahal kritik kritis adalah hak di alam demokrasi. Demokrasi menjamin kebebasan berpendapat.

Hanya saja mengapa pendapat yang tak seirama dengan kepentingan penguasa harus dikremasi? Hingga begitu sigap, cepat, dan tanggap mengeksekusi kasus dugaan penghinaan kepada simbol negara yaitu Presiden.

Sungguh aneh, karena hakikinya di tengah pandemi covid-19 seluruh rakyat kesusahan. Sudah ancaman wabah mematikan menerpa, kondisi ekonomi juga susah, semua barang naik di saat yang sama.

Pemerintah memberlakukan PSBB tapi tidak memikirkan nasib hidup rakyat untuk melanjutkan kehidupannya. Makan apa, bayar listrik dengan uang apa, beli bensin uang dari mana? Dan lain-lain.

Wajar jika rakyat mengungkapkan segala kesusahannya dalam berbagai bentuk pernyataan. Tapi, kenapa penguasa tidak peka dengan kondisi seperti ini? Malah sibuk memenjarakan para penghina ataupun pengkritik Presiden?

Sungguh inilah kemunafikan hakiki yang ditunjukkan oleh demokrasi. Demokrasi ternyata hanya omong kosong. Pada faktanya demokrasi telah berubah anarkis dan represif seiring berjalannya waktu.

Inilah rusaknya sistem yang berasal dari hawa nafsu manusia, tidak akan menciptakan ketentraman dan kesejahteraan. 

Untuk mengakhiri penderitaan dan kezaliman ini, tidak lain dan tidak bukan adalah dengan hijrah total menuju sistem penuh berkah yaitu Syariah kaffah.

Karena hanya dengan kembali pada aturan-Nya kita bisa menyelamatkan ancaman amburadulnya ekonomi dan mengatasi wabah ini dengan tuntunan yang benar dari Sang Pencipta Langit dan Bumi.

Tak pantas jika manusia terus berlaku sombong, menolak syariat Nya dan memilih aturan buatan manusia yang notabene bukan seorang Muslim. Wallahu'alam.[]

Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar