Bebaskan Ali Baharsyah, Kenapa Suara Aktivis Muslim di-Lockdown?


Dilansir melalui  detik.com tanggal 7 April 2020, Seorang pemuda bernama Alimudin Baharsyah alias Ali Baharsyah kini harus mendekam di balik sel tahanan Bareskrim Polri lantaran menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain itu dirinya juga diduga melakukan ujaran kebencian, SARA, serta tindak pidana pornografi.

Laman tersebut juga mengabarkan bahwa Ali kemudian ditangkap pada Jumat (3/4) malam, pukul 20.30 WIB, saat sedang berkumpul bersama tiga temannya. Polisi pun turut mengamankan tiga teman Ali yang diduga memiliki kaitan dengan tindak pidana yang diduga dilakukan Ali.

Sejak kasus tersebut terjadi Ali Baharsyah senantiasa didampingi oleh kuasa hukumnya yaitu Chandra Purna Irawan S.H. M. Hum dan tim LBH Pelita Umat.

Kabar di atas, sangat mengejutkan dan memilukan datang di tengah pandemi corona covid-19. Penguasa yang seharusnya menuntaskan dan melindungi rakyat dari serangan wabah corona, malah sibuk mengurusi kritik kritis aktivis maupun rakyatnya. Sebenarnya lumrah, jika tokoh atau aktivis maupun rakyat terus mengkritisi segala kebijakan terkait wabah covid-19 ini, karena ini menyangkut hidup dan mati rakyat. Mengingat ganasnya virus ini ketika telah pandemi global. 

Tapi anehnya kenapa penguasa bersikap alergi kritik, bahkan seolah anti kritik. Hingga di saat banyak napi yang dibebaskan karena corona, penguasa malah melockdown suara kritis aktivis Muslim Ali Baharsyah. 

Sebagai penguasa yang bijak seharusnya legowo dengan segala bentuk kritik kritis dari rakyatnya. Apalagi negeri ini menganut ajaran demokrasi yang mengagung-agungkan kebebasan berpendapat. Lalu untuk apa membungkam nalar kritis rakyat? Apakah demokrasi hanya ilusi basa basi nir solusi? Ataukah kebebasan berpendapat hanya omomg kosong belaka?

Benar pernyataan dari Presiden Amerika ke dua John Adams, "Ingatlah bahwa demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah, dan membunuh dirinya sendiri. Demokrasi akan segera memburuk berubah menjadi anarki".

Dari fakta dan pernyataan di atas telah mengkonfirmasi bahwa demokrasi ternyata ilusi basa basi nirsolusi, hakikinya demokrasi bisa berubah menjadi tangan besi yang siap menggebuk siapa saja yang dikehendaki. Inilah sistem fasad yang lahir dari birahi keterbatasan manusia. Mengingat demokrasi memang ide yang muncul dari Yunani kuno, dipakai kembali oleh ilmuwan non Muslim seperti John Locke, Montesqueu, JJ Rescueu, dan lain-lain.

Padahal jika kita membandingkan dengan sistem syariah Islam. Penguasa yang menjalankan sistem Islam pun tak lepas dari bentuk kritik dan hujatan rakyatnya. Tapi yang namanya pemimpin bijak harus jeli memandang kritik tersebut. Jika memang kritik tersebut benar, selayaknya penguasa muhasabbah diri. Pemimpin akan dicap zalim jika dimuhasabbah tapi tidak segera berbenah diri.

Sebagaimana kisah sahabat Umar bin Khattab ra, di saat malam hari beliau melakukan ronda ditemani oleh Aslam. Khalifah Umar mampir di sebuah rumah karena mendengar seluruh anaknya menangis. Khalifah Umar bertanya sebab musabab kenapa anak-anaknya menangis. Ternyata anaknya kelaparan dan si ibu tidak punya bahan makanan. Anaknya menangis karena si ibu hanya memasak batu.

Di saat seperti itu, ibu tidak tahu yang bertandang ke rumahnya adalah Khalifah Umar. Si ibu dengan marah menghujat Khalifah Umar, karena merasa terzalimi atas kondisi yang menimpa si Ibu.

Umar tertegun. Tak ada kalimat yang bisa diucapkan. Umar merasa bersalah karena masih ada rakyatnya yang menangis karena kelaparan.

“Seperti inilah yang telah dilakukan Khalifah Umar kepadaku. Dia membiarkan kami kelaparan. Ia tidak mau melihat ke bawah, memastikan kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum”

Ibu itu diam sejenak. “Umar bin Khattab bukanlah pemimpin yang baik. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”


Khalifah Umar tanpa banyak bicara langsung pergi mengambil bahan pokok makanan di gudang baitul mal dan mengantarkan ke rumah ibu tadi. Tak hanya itu, bahkan Khalifah Umar yang memasakkan makanan tersebut. Sampai Khalifah Umar melihat anak-anaknya makan kenyang dan tertidur pulas. Khalifah Umar baru berpamitan untuk pulang.

Inilah gambaran pemimpin bijaksana di sistem sohih yaitu syariat Islam. Tidak alergi dengan kritikan, karena sadar bahwa mereka yang memegang tamuk kekuasaan adalah pelayan umat. Tugasnya adalah mengelola urusan umat, bukan zalim kepada umat atau pun bersikap arogan kepada umat.

Apalagi hal ini terjadi di tengah bencana dunia yaitu datangnya pandemi covid-19. Seharusnya penguasa intropeksi diri dan melakukan taubat nasional agar wabah ini segera berakhir. Mengingat sekecil apapun wabah ini adalah ciptaan Allah SWT. Seharusnya solusi yang diambil juga dari tuntunan yang telah Allah SWT turunkan melalui Quran dan sunnah. Bukan malah sombong menolak solusi yang telah Allah SWT turunkan.

Jika penguasa terus bersikap arogan, alergi kritik, dan represif kepada rakyatnya, biarkanlah Allah SWT segera menurunkan keputusannya. Keputusan akan melenyapkan segala bentuk kezaliman di muka bumi dengan segala cara dan ke Maha Kuasa Nya. Karena tidak akan ada kezaliman abadi, Allah Maha Adil dan Maha Kuasa.[]

Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar