AL-ALLAMAH AL-QADHI SYAIKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN AL-HAFIDZ AL-MUTAFANNIN AS-SAYYID 'ABDULLAH AL-GHUMARI SATU GURU, SATU KAMPUS, SAMA-SAMA MUJTAHID

(Bagian 4)

Dalam al-Mausu'ah al-Ghumariyah, yang ditulis oleh al-'Allamah al-Muhaddits al-Mutafannin, as-Sayyid 'Abdullah bin Muhammad as-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani, beliau menuturkan sanad keilmuan beliau.

Pada juz I/258, beliau menyebutkan guru beliau yang ke-31, yaitu al-Allamah Muhammad al-Khudhr bin Husain at-Tunisi (w. 1377 H). Beliau ini juga merupakan guru al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ketika di Mesir. Al-Ghumari juga berguru kepada beliau saat di Mesir.

Selain itu, beliau juga menyebutkan guru beliau yang ke-49, yaitu al-'Allamah al-Qadhi Yusuf bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani (w. 1350 H). Beliau tak lain adalah kakek dan guru al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Semua itu dituturkan sendiri oleh beliau di dalam kitabnya, al-Mausu'ah al-Ghumariyah, yang disusun oleh al-'Allamah al-Muhadits Syaikh Dr. Said Mamduh, yang juga mempunyai sanad ilmu yang nyambung kepada Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Bedanya, al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani tidak pernah menulis sendiri biografinya, meski jika mau bisa. Karena beliau memiliki kecepatan menulis dan berbicara luar biasa. Tapi semua itu tidak beliau lakukan. Semua tulisan beliau bukan tentang dirinya, tapi tentang gagasan, visi, misi dan tujuannya membangun peradaban emas. Itulah yang beliau tulis.

Meski demikian, ada yang menarik, dari penilaian yang disampaikan oleh al-'Allamah al-Muhaddits Dr Mahmud Said Muhammad Mamduh as-Syafii, penerus al-'Allamah al-Mutafannin al-Muhaddits Sayyid al-Ghumari, dalam kitabnya, Tasynif al-Asma', juz II/755 dan 758, terhadap al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani:

Penjelasan tentang al-'Allamah al-Mujtahid Taqiyuddin an-Nabhani: 

Di antara mereka (cucu al-'Allamah al-Qadhi Yusuf an-Nabhani) adalah cucu beliau, Yang Mulia Syaikh al-'Allamah, Mujtahid, Pembaharu, Qadhi, Muhammad Taqiyuddin an-Nabhani bin Ibrahim, bin Musthafa, bin Ismail, bin Yusuf an-Nabhani Imam, Pendiri dan Rujukan Tertinggi Hizbut Tahrir.

Dengan banyaknya bidang yang dikarang oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, maka karya pemikiran beliau lebih dari 30 kitab. Ini di luar Catatan Politik yang menyelesaikan berbagai isu politik dan sistem yang penting. Juga sejumlah nasyrah dan penjelasan pemikiran dan politik yang penting.

Saya (Syaikh Said Mamduh) telah diberitahu oleh Syaikh Abdul Aziz al-Khayyath, Menteri urusan Wakaf, Yordania, "Mata saya belum pernah menyaksikan sosok seperti an-Nabhani. Mereka telah memerangi beliau, baik ketika beliau masih hidup maupun sudah wafat. Ketika beliau wafat, saya mau membuat ucapan belasungkawa untuk beliau saja di koran tidak boleh."

Teman saya, Sayyid Yusuf ar-Rifa'i, Menteri urusan Wakaf Kuwait, berkata kepada saya, "Saya pernah bertemu Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Beliau mempunyai akal, yang kalau dibagikan kepada seluruh kaum Muslim saat ini, niscaya cukup."

Syaikh Said Mamduh menilai kedua ulama' ini sebagai mujtahid. Sama-sama menguasai berbagai disiplin ilmu. Sama-sama Alumni Azhari. Sama-sama mendapatkan Syahadah 'Alimiyiyah (selevel doktor), dan sama-sama Ghuraba'. 

Bedanya, al-Hafidz al-Ghumari mahzab fikihnya Maliki, dan Sufi. Sedangkan al-'Allamah an-Nabhani, awalnya Syafii, meski beliau kemudian membangun ushul fikih sendiri, yang membuatnya dinobatkan oleh sebagian ulama' sebagai Mujtahid Mutlak. Selai itu, beliau adalah Siyasi. Tetapi, maqam tasawuf beliau, menurut salah seorang guru saya, luar biasa. 

Dalam tulisannya, al-Allamah Syaikh Said Mamduh menuturkan, bahwa Syaikh Taqi mempunyai firasat yang sangat tajam. Bahkan, analisis politiknya malampui zaman. Sampai seorang Menteri di Yordania, ingin belajar khusus kepada beliau tentang ketajaman analisisnya ini. Sayang kemudian beliau tolak.

Seorang temen senior dari Kanada, asal Paletina, pernah bercerita kepada saya. Syaikh Yusuf al-Kandahlawi yang merupakan pendiri Jamaah Tabligh, sekaligus ahli hadits, pernah diberi kitab Syakhshiyyah Juz I. Beliau memberikan komentar, "Subhanallah, ini kitab yang luar biasa. Masih ada ulama' di zaman seperti ini yang bisa menulis kitab sehebat ini." 

Memang benar. Bagi siapa saja yang pernah membaca kitab ini, dan kitab Muqaddimah Ibn Khaldun, bisa membayangkan betapa hebatnya kedua penulisnya. Itulah sekelumit warisan beliau.

(Bersambung)

Oleh Ustadz Hafidz Abdurrahman
Khadim Syaraful Haramain

Posting Komentar

0 Komentar