Takut Lockdown: Takut Ekonomi Ambrol?


Data terbaru per 22 Maret yang disampaikan pemerintah dilansir via detikcom yaitu kasus positif COVID-19 mencapai 514.
"Ada penambahan kasus positif sebanyak 64 orang," kata juru bicara pemerintah terkait penanganan wabah Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube BNPB, Minggu (22/3/2020).

Sebelumnya ini adalah alasan pemerintah belum melaksanakan 'lockdown' yang dikutip dari laman CNN Indonesia 18/3/2020, "Karena dengan lockdown orang di rumah semua, aktivitas ekonomi sulit. Dan secara ekonomi berbahaya," ujar Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers daring Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (18/3).

Korban semakin banyak yang berjatuhan, bahkan ada dokter dan tenaga medis yang telah meninggal. Entah karena terpapar wabah atau kelelahan karena banyaknya pasien. Jika 'lockdown' tidak segera dilakukan virus yang tak terlihat ini akan terus menyebar mencari mangsa.

Apalagi banyaknya yang masih lalu lalang antar kota bahkan antar provinsi ini malah membuat wabah ikut tersebar secara tak terkendali. Belum ada ketegasan dan kepastian atas wabah yang kian parah merajalela.

Benar jika pemerintah mengkhawatirkan kondisi ekonomi, jika 'lockdown' terjadi. Pasalnya ekonomi pasti akan lumpuh, dan pemerintah harus melakukan mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Tak hanya itu, pemerintah harus memfasilitasi 'lockdown' dengan menggratiskan biaya listrik, air, dan sebagainya. Sekalipun ada yang masih bekerja karena urgen sebagai tenaga medis, pengaman atau yang lain, pemerintah harus melengkapi dengan perangkat untuk melindungi mereka. Jelas semuanya itu, membutuhkan dana yang luar biasa. 

Dalam cengkraman sistem ekonomi Kapitalisme, dimana terlilit utang meroket dan SDA dikuasai kapitalis asing aseng, jelas hal ini membuat pemerintah tidak akan mampu melakukan 'lockdown', karena memang tak ada sumber dana segar. Kecuali jika pemerintah menambah utang lagi, beginilah jahatnya ekonomi kapitalisme. Menjadikan utang dan pajak untuk menghidupi negeri. 

Apabila kita melihat secara seksama, 'lockdown' memang akan susah dilakukan jika sebuah  negeri menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme. Dalam sistem ini pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator, segala yang terjadi diserahkan ke pasar. Rakyat akan kelimpungan jika pemerintah me-'lockdown' tapi tak memikirkan bagaimana pangan rakyat ke depan saat 'lockdown' terjadi. 

Apakah mereka mampu bertahan hidup, ketika tidak bekerja? Apakah rakyat akan tetap mendapatkan gaji baik yang bekerja sebagai ASN atau pun di swasta selama 'lockdown' terjadi? Siapa yang akan menggaji rakyat ketika lockdown terjadi? 

Lalu, mereka akan mendapatkan uang untuk membeli makan dari mana? Membeli kebutuhan pokok darimana? Bagaimana memasok bahan pangan ketika 'lockdown' terjadi?Ini adalah hal yang membuat pemerintah maupun rakyat bingung sendiri jika 'lockdown' terjadi. 

Secara pemerintah tidak mampu memberi solusi untuk bertahan hidup jika 'lockdown' dilakukan. Ada pernyataan lucu dari netizen yaitu, “kalau takut Corona, gak kerja, ya gak makan”, "lebih baik mati diluar rumah karena mencari nafkah untuk keluarga, daripada mati di dalam rumah tapi gak kerja", dan lain-lain.

Ini membuktikan bahwa masyarakat belum memahami pentingnya 'lockdown' ketika suatu daerah terkena wabah pendemi. Selain itu, peran negara sebagai pelindung umat sangat diperlukan jika 'lockdown' dilakukan untuk menekan angka korban wabah pendemi yaitu corona covid 19.

Terbukti di beberapa negara mampu mengurangi angka korban kematian setelah lockdown dilakukan. Pembatasan inetraksi dan mewajibkan mereka untuk ‘stay at home’ terbukti mampu menekan angka korban covid-19.

Lalu bagaimana agar ekonomi tidak ambrol ketika lockdown? 'lockdown' akan sukses dilaksanakan jika ekonomi negara melaksanakan sistem ekonomi Islam. Selain itu, syariah Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan.

Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pendapatan negara adalah dari baitul mal. Salah satu sumber baitul mal adalah kekayaan sumber daya alam negara. Haram dalam Islam sumber daya alam dikelola oleh kapitalis/penguasa lebih-lebih kapitalis asing.

Dalam Islam, jelas pemerintah akan memberlakukan 'lock down' secara tegas, disiplin, dan penuh tanggungjawab, sampai wabah dapat diatasi secara sempurna.

Pembatasan interaksi hingga jaminan kebutuhan hidup akan diupayakan secara maksimal oleh negara. Begitu pula dengan umat, umat juga turut membantu peran negara dalam mensukseskan program 'lockdown' dengan patuh pada peraturan. Karena memang ini butuh kerjasama antara negara dan rakyat, demi kemaslahatan bersama.

Oleh karena itu, solusi dari segala permasalahan ini adalah taubat nasional, menerapkan syariat Islam secara paripurna dalam segala aspek kehidupan. Karena hanya dengan 'lockdown' dapat menyelamatkan nyawa umat manusia.

Perombakan tatanan ekonomi dan sistem menuju Syariah kaffah dapat memberlakukan 'lockdown' dengan maksimal. Inilah wujud taubat dan kepatuhan kepada Sang Khaliq yang telah Maha Kuasa atas segalanya. Semoga dengan cara ini mampu menyelamatkan nyawa umat manusia. Insya Allah.[]

Oleh Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice

Posting Komentar

0 Komentar