LOCKDOWN: KALKULASI DILEMATIS ANTARA HARTA DAN NYAWA



Covid 19 menjadi musibah terbesar abad 21 Masehi. Wabah yang bermula dari daerah Wuhan di Provinsi Hubei Tiongkok sejak pertama kali ditemukan pada 17 november 2019, telah menimbulkan korban meninggal mencapai 37.818 jiwa di seluruh dunia (www.worldmeters.info, 31/03).  Beberapa negara mengambil kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini dengan metode lockdown. 

China menerapkan opsi lockdown lokal pada wilayah wuhan dan meluas sampai ke seluruh wilayah Hubei sejak tanggal 23 januari 2020. Sampai saat ini lockdown masih berlaku hingga direncanakan akan dibuka tanggal 08 April 2020 mendatang seiring dengan turunnya persebaran virus ini di sana. Praktis kurang lebih selama 2 bulan, Provinsi Hubei menjadi kota mati. 

Menurut data kumparan (25/03), ada 17 negara yang mengambil opsi lockdown. Seluruh kegiatan di ruang publik benar-benar dibatasi secara ketat. Tidak jarang bahkan di beberapa negara ada hukuman serius bagi warga yang keluar rumah. Negara-negara yang melakukan lockdown diantaranya China, Italia, Mongolia, Denmark, Filipina, Lebanon, Prancis, Spanyol, Belgia, Malaysia, Argentina, El savador, Inggris, Kolombia, India, Afrika Selatan, dan Selandia Baru.

Sebelumnya Inggris sempat akan menerapkan opsi herd immunity yaitu menciptakan imunitas komunal dengan cara membiarkan para pemuda terjangkiti oleh wabah corona. Melawati diskusi yang alot petinggi negara pada Selasa (24/3) dini hari PM Inggris Boris Johnson memutuskan lockdown total di Inggris selama 3 minggu ke depan.

Beberapa negara yang mengambil opsi lockdown tidak hanya sekedar membuat kebijakan lockdown. Diantara mereka juga memikirkan nasib rakyatnya, terutama kebutuhan pangan yang harus tercukupi. India menyiapkan USD 22,5 miliar untuk membantu warga yang terdampak lockdown karena corona. (Kumpuran.com, 27/03). 

Nagara tetangga Malaysia juga sudah mengalokasikan dana sebesar 600 juta ringgit atau setara dengan Rp 2,2 trilyun untuk program yang bernama Paket Stimulus Ekonomi Prihatin Rakyat. Bahkan Negeri jiran serius melayani masyarakatnya dengan menggratiskan internet dan memotong tagihan listrik hingga 50% pada masa pandemi ini. (riau1.com, 29/03). 

A. Menelaah Lockcdown Pilihan Terbaik Dibanding dengan Opsi Lain Atasi Pandemi Corona di Indonesia 

Virus corona covid-19 masih menjadi momok yang menghantui seluruh dunia, terkhusus di Indonesia. Selasa (31/03/2020) update corona: 1528 kasus, 136 meninggal, dan 81 sembuh. Menteri Kesehatan Terawan sempat membuat seremoni duta imunitas, walau mendapatkan kritikan dari netizen terkait pemberian gelar tersebut.  Laman tirto.id mengabarkan tentang tanggapan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) terkait herd immunity. PAPDI menilai penerapan herd immunity untuk mengatasi corona covid-19 di Indonesia sama sekali tidak boleh dijadikan pilihan. 

Alasannya cukup tegas: cara itu dapat menghilangkan satu generasi, alih-alih menghentikan pandemi. Hal tersebut mempertegas bahwa herd immunity bisa membahayakan keselamatan generasi, dan tidak ada opsi lain kecuali dengan lockdown.

Seruan lockdown juga menggema di Indonesia yang terdampak covid 19. Dengan rasio mortality yang cukup besar (8%), banyak komunitas dan tokoh bersuara untuk mengambil opsi ini. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui ketua satgas covid-19, Zubairi Djoerban, ketika ditanya wartawan menyatakan,”sangat setuju banget lockdown dan minta segera, itu penting”. (kumparan.com, 22/03). 

Sekjen MUI, Anwar Abbas, juga menyarankan pemerintahan Jokowi untuk segera melakukan lockdown  atau karantina kewilayahan total di seluruh Indonesia untuk menghentikan dan memutus mata rantai penyebaran covid-19. (waspadaaceh.com, 29/03). Bahkan di beberapa daerah, beberapa pimpinan daerah sudah mengambil opsi lockdown untuk melindungi warganya, meskipun kebijakannya berseberangan dengan pemerintah pusat.

Lockdown harus menjadi salah satu opsi yang harus diambil dan dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi warga negaranya. Opsi ini sejalan dengan perintah syara’ ketika terjadi wabah di suatu wilayah. 

Rosulullulloh SAW pernah bersabda: “Dari Abdulloh bin Amr bin Rabi’ah, Umar bin Khattab r.a menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rosululloh SAW pernah bersabda: “Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu”. Lalu umar bin khattab berbalik arah meninggalkan Sargh. (HR Bukori Muslim). Menurut berbagai riwayat, Sargh adalah sebuah desa di ujung Syam yang berbatasan dengan Hijaz.

Sebelumnya, Rasulullah Saw juga melakukan lockdown ketika terjadi wabah penyakit menular yaitu kusta. Sebagai langkah antisipasi, Rasulullah Saw melakukan karantina dan isolasi terhadap penderita kusta supaya penyakit tersebut tidak menular kemana-mana. Rasulullah Saw juga meminta untuk tidak mendekati atau pun melihat para penderita kusta tersebut.

Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR. al-Bukhari).

Rasulullah Saw juga pernah memperingatkan untuk lockdown kepada umatnya yaitu melarang mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:

"Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu." (HR. Al Bukhari). Hal tersebut semakin mempertegas bahwa lockdown adalah bagian dari ajaran Islam dan terbukti efektif menghambat laju penularan sebuah wabah di suatu wilayah.

Opsi lockdown secara hukum positif Indonesia juga sudah disiapkan. Indonesia punya UU No 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan yang similiar dengan istilah lockdown. Berdasarkan UU tersebut, karantina wilayah dilakukan jika situasi kesehatan masyarakat dikategorikan darurat. Pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai bahwa situasi penyebaran virus corona di Indonesia saat ini sudah bisa dikategorikan darurat. (CNNIndonesia.com, 29/03). Namun hingga makalah ini diyatangkan, pemerintah belum mengambil opsi ini. 

B. Konsekuensi Kalkulasi Ekonomi Ketika Pemerintah Mengambil Opsi Lockdown Berdasar UU No. 6 Tahun 2018

Virus corona covid-19 semakin tersebar tak terkendali. Pasien yang positif corona maupun orang dalam pemantauan semakin bertambah. Korban yang meninggal akibat virus tersebut juga semakin banyak. Mortality rate di indonesia akibat covid 19 juga masih termasuk tertinggi di dunia (8% lebih). Oleh karena itu, netizen tak henti-hentinya mengajak pemerintah untuk melakukan lockdown. Sekalipun physichal distanting sedang berlangsung, publik juga mendesak untuks segera dilakukan lockdown.

Opsi lockdown sejatinya sudah diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018. Ada beberapa macam karantina menurut UU No. 6 tahun 2018. Ada karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial.

Pasal 1 poin 1 undang-undang itu mengatakan, “kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.”

Definisi karantina wilayah dijelaskan dalam poin 10 sebagai, “pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”

Sementara definisi pembatasan sosial berskala besar terdapat pada poin 11, yakni “pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”

Terkait penerapan kebijakan ini, Pasal 10 ayat (4) mengatakan harus melalui pembuatan Peraturan Pemerintah (PP).  Sementara aturan penyelenggaraan karantina di wilayah termuat dalam Pasal 49 ayat (1) sampai (3).

Pasal 49 ayat (1) menyatakan, “dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan.”

Lalu ayat (2) menyatakan, “karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.”

Berkaitan dengan hal tersebut, LBH Jakarta melalui akun Twitter resmi menyampaikan situasi pandemi corona di Indonesia telah memenuhi kriteria sebagai situasi kedaruratan kesehatan masyarakat. Karenanya, penerapan karantina seharusnya dilakukan guna memotong rantai penyebaran pandemi corona. LBH Jakarta meningtkan jika opsi ini diambil maka pemerintah tidak boleh melupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Lantas, apa saja tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh pemerintah bila terjadi karantina wilayah?

Berdasarkan ketetuan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 78, Pasal 80, dan Pasal 82 UU Kekarantinaan Kesehatan, ada beberapa hal dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah selama karantina wilayah diberlakukan.

Pertama, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan; 

Kedua, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. 

Ketiga, pendanaan kegiatan penyenggaraan kekarantinaan kesehatan bersumber dari APBN, APBD, dan atau masyarakat. 

Keempat, penyelenggaraan informasi kekarantinaan kesehatan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

Kelima, pemerintah pusat melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah dengan melibatkan pemerintah daerah.

Selama karantina wilayah terjadi, rakyat mendapatkan hak-hak yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Apa saja hak rakyat?

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 UU Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 5 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan juga merujuk pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rakyat mendapatkan hak selama karantina wilayah, antara lain:

1. Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan;

2. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan pelayaan kesehatan dasar selama karantina;

3. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan kebutuhan dasar medis selama karantina;

4. Setiap orang mempunyai hak mendapatkan kebutuhan dasar pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainya selama karantina;

5. Berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak oleh pemerintah, yang mana pelaksanaannya melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan pihak terkait;

6. Bagi orang yang datang dari negara dan/atau wilayah Kedaruratan Kesehatan Mayarakat, ia mendapatkan pelayanan dari Pejabat Karantina Kesehatan yang meliputi (1) Penapisan, (2) Kartu Kewaspadaan Kesehatan, (3) Informasi tentang tata cara pencegahan dan pengobatan wabah, (4) Pengambilan spesimen/sampel, (5) Rujukan, (6) Isolasi.

7. Mendapatkan ganti rugi akibat mengalami kerugian harta benda yang disebabkan oleh upaya penanggulangan wabah.

Lock down menjadi opsi yang terus didengungkan oleh beberapa kalangan. Opsi ini ternyata jika berkaca pada UU menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah. Pada pasal 8 UU no 6 tahun 2018 maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainya selama karantina. 

Jika Indonesia mengambil opsi lockdown, yang menjadi pertanyaan serius adalah berapa stimulus yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat indonesia? Berikut akan kami ulas.

Pendekatan pertama adalah berdasarkan data yang ada. Data dari katadata.co.id (25/10, konsumsi beras nasional periode Januari-September 2018 mencapai 22,11 juta ton. Artinya, setiap bulan konsumsi beras nasional mencapai 2,5 juta ton atau 2,5 juta x103 kg. Jika harga beras diambil dengan harga HPP beras Bulog per 19 Maret 2020 yang mencapai Rp 8.300,- perkg, maka kebutuhan beras nasional perbulan mencapai Rp 20,75 trilyun. 

Berdasarkan data kementan (Kementrian Pertanian) 2018, kebutuhan telur nasional pada tahun 2018 perbulan mencapai 213.755 ton atau 213.755.000 kg per bulan. Maka dengan asumsi harga terul perkg mencapai Rp 25.000,-, maka kebutuhan telur nasional setiap bulan mencapai Rp 5.3 trilyun. 

Data kemendag (2019)  menyatakan bahwa kebutuhan minyak goreng nasional selama setahun mencapai 5.1 juta ton. Artinya kebutuhan minyak nasional minyak goreng per bulan mencapai 425 ribu ton. Dengan massa jenis 0.92 kg/m3, maka kebutuhan minyak goreng nasional perbulan mencapai 462 juta liter. Maka dengan asumsi harga minyak goreng Bimoli per liter Rp 15.500,-, maka kebutuhan minyak goreng nasional perbulan mencapai Rp 7.1 trilyun. 

Dengan demikian, jika Indonesia mengambil opsi lockdown dan harus memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya (makan nasi lauk telur), dibutuhkan dana segar hanya sekitar Rp 33.15 trilyun dalam waktu sebulan. Hemat bukan? 

Data BPS (2018) menyebutkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia mencapai 260 juta jiwa. Jika seluruh kebutuhan pangan 260 juta jiwa rakyat indonesia ditanggung sebulan dengan asumsi kebutuhan makan  perhari setiap orang Rp 30.000,-. (harga nasi padang @Rp 10.000,0-), maka jumlah stimulus yang harus disiapkan oleh pemerintah mencapai Rp 7.8 trilyun saja. Lebih murah dari nasi telur kan? Lantas apa yang membuat pemerintah berat menjalankan UU sementara biaya stimulus tak sebanding dengan harga nyawa? Tidakkah pemerintah malu dengan pernyataan Presiden Akufo Addo yang menyatakan “we know how to bring the economy back to life. But we dont know is how to bring people back to life”. 

C. Menelisik Opsi Lockdown Lebih Menyelamatkan Nyawa Daripada Opsi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)

Selanjutnya melalui laman viva.co.id Selasa (31/03/2020), Presiden Jokowi menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dalam upaya memerangi pandemi virus corona di Indonesia. Status ini berdasarkan faktor risiko dari wabah ini.

Presiden menjelaskan pemerintah memutuskan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terkait pandemi virus COVID-19. "Kita telah memutuskan dalam rapat terbatas kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB," ujar Jokowi. 

Dalam pasal 59 disebutkan, PSBB merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Tujuan PSBB adalah mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat, yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.

Tindakan pembatasan sosial berskala besar meliputi: 
a. peliburan sekolah dan tempat kerja
b. pembatasan kegiatan keagamaan
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Hal tersebut mempertegas bahwa opsi lockdown yang selama ini ditawarkan kepada pemerintah belum bisa diterima melalui keputusan tersebut. Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai keputusan ini dapat memberikan dampak ekonomi yang tidak terlalu besar dibandingkan harus lockdown.

Mengutip catatan hukum Ahmad Khozinudin, SH, tanpa Pengumumaan Status Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Presiden, secara substansial Pemerintah telah melakukan sejumlah tindakan yang memenuhi aktivitas Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 6 Tahun 2020. Padahal, publik sebenarnya menunggu Pemerintah mengumumkan status Karantina Wilayah atau lebih dikenal dengan istilah Lockdown, baik secara lokal maupun nasional. Sebab, persoalan virus Covid-19 ini perkembangannya sudah sangat mengkhawatirkan.

Ditambah lagi, pendapat dari Chandra Purna Irawan, SH, MH mengatakan patut diduga keengganan menetapkan status karantina  wilayah dan/atau lockdown dan/atau karantina kesehatan adalah menunjuk pada dasar politik dan ekonomi dalam penanggulangan pandemi corona.

Upaya lockdown dinilai mampu menjaga nyawa karena dengan lockdown persebaran virus dari manusia satu ke yang lain mampu dihambat secara maksimal. Semakin banyak terjadi interaksi, semakin liar persebaran virus corona. Karena pada dasarnya semua berpotensi membawa dan menyebarkan virus tersebut.

Jika jumlah virus di dalam tubuh masih sedikit, tentunya tubuh dengan imunitas yang tinggi mampu melawan adanya virus tersebut. Tetapi, jika kondisi imunitas lemah, virus akan berkembang biak secara cepat dalam tubuh. Pada akhirnya, tubuh akan mudah sekali drop, hingga pada titik kritis, virus menyebabkan kematian pada korban. Inilah mengapa corona covid-19 tergolong virus ganas, bentuknya yang berupa RNA(Ribonu Nukleat Acid) membuat virus mudah berkembang, tersebar, dan bermutasi sesuai kondisi inangnya.

Oleh karena itu, kenapa opsi lockdown yaitu karantina wilayah dan kesehatan menjadi solusi utama diharapkan mampu melindungi rakyat yang belum tertular dan mampu digunakan sebagai upaya penyembuhan pasien yang telah positif corona virus covid-19. Diperkuat lagi, bahwa lockdown adalah tuntunan syara yang merupakan bagian dari ajaran Islam.

Indonesia sejak awal memang sudah tidak siap menghadapi pandemi covid 19 yang berat dan mengancam. Hal ini tercermin dari respon pemerintah yang lambat saat covid 19 sudah mulai menyebar keluar China. Bahkan salah satu pejabat pemerintah yakin kalau wabah ini tidak akan masuk ke Indonesia. Lebih parah lagi adanya kajian pemberian diskon tiket pesawat kapada para wisatawan asing yang berasal dari negara yang tidak terdampak covid 19 yang akan berwisata ke Indonesia pada akhir februari.

Ketidaksiapan pemerintah mangambil opsi lockdown total bisa dimengerti saat kita mengetahui tata kelola keuangan yang amburadul. Sudah menjadi konsumsi publik bahwa era Jokowi menjadi era raja hutang. Tercatat di akhir pemerintahan SBY, hutang Indonesia masih berada di angka Rp 2.600 trilyun. Saat ini hutang pemerintah sudah menjadi Rp 5.569 Trilyun atau naik 100% lebih. 

Hutang pemerintah selalu menjadi beban dalam pembiayaan. Hal inilah yang kemudian menjadi kritik yang sangat keras termasuk oleh ekonomi Rizal Ramli. Pembayaran pokok hutang Indonesia tahun 2020 mencapai Rp 351 trilyun sedangkan bunganya mencapai Rp 295 trilyun. Maka total pokok dan bunga hutang indonesia tahun 2020 mencapai Rp 646 trilyun. Jumlah tersebut adalah 25% dari jumlah APBN indonesia tahun 2020.  

Jika hutang tersebut dibagi dalam 12 bulan, maka jumlah uang yang harus dibayarkan perbulan untuk melunasi hutang pemerintah sebesar Rp 53.8 Trilyun. Informasi yang ada, juga banyak lembaga pemerintahan yang memiliki hutang jatuh tempo pada masa pendemi ini. Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan plat merah memiliki hutang jatuh tempo Rp 6,8 trilyun yang harus dibayarkan pada mei 2020.  Nilai yang cukup berharga jika digunakan untuk opsi lockdown total dengan konsekuensi perundang-undangan (menanggung pangan rakyat). 

Prioritas belanja pemerintah memang tidak untuk rakyatnya. Di tengah pandemi yang cukup berat ini, hal itu tercermin dari pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan tetap memilih opsi untuk melanjutkan pembangunan ibukota baru yang dananya mencapai Rp 466 trilyun. Jika pemerintah berkilah bahwa dana tersebut hanya 19% yang berasal dari negara, maka uang dari negara telah mencapai Rp 88,54 Trilyun. Dengan demikian, apakah nyawa seorang rakyat lebih murah dari pada Rp 88, 54 Trilyun? Padahal Rosululloh SAW pernah menyatakan bahwa nyawa seorang muslim lebih utama dari pada dunia dan seisinya.

Inilah akibat jika sistem yang diterapkan berbasis kapitalisme liberal. Prioritas tertinggi bukan untuk rakyat, melainkan lebih untuk memenuhi kepentingan para kapitalis. Hal itu adalah konsekuensi logis penguasa yang telah terikat kerjasama dengan mereka. Tentunya para kapitalis pasti akan menolak lockdown karena dapat merugikan kepentingannya.


Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik tiga kesimpulan:

1. Lock down atau karantina wilayah menjadi opsi yang sudah diatur oleh UU no 6 tahun 2018. Dengan kondisi kedaruratan kesehatan seperti ini, opsi ini layak untuk dijalankan pemerintah Indonesia semata untuk melindungi nyawa rakyatnya. Jika rakyat khawatir mau makan apa, maka berdasarkan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 UU Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah wajib menanggung kebutuhan pangan selama masa karantina. Tambahan pula, bahwa lockdown merupakan tuntunan syara dan bagian dari ajaran Islam.

2. Satu nyawa manusia apalagi muslim lebih berarti dari pada dunia dan seisinya. Jika lockdown menjadi pilihan untuk melindungi nyawa rakyat Indonesia, maka berdasarkan kalkulasi sederhana, pemerintah hanya cukup menyediakan Rp 33.15 trilyun untuk memenuhi makan nasi telur seluruh rakyat indonesia dalam satu bulan. Bahkan jika dihitung dengan jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa dan   ditanggung pangannya perhari setiap orang Rp 30.000,-. (harga nasi padang @ Rp 10.000,0-), maka jumlah yang harus disiapkan oleh pemerintah hanya mencapai Rp 7.8 trilyun saja. Tidakkah pemerintah malu dengan pernyataan Presiden Akufo Addo yang menyatakan “we know how to bring the economy back to life. But we dont know is how to bring people back to life”. 

3. Lockdown adalah opsi terbaik untuk melindungi nyawa manusia. Opsi lockdown yang masih ditolak oleh pemerintah mengkonfirmasi bahwa pemerintah lebih mementingkan dampak politik dan ekonomi akibat konsekuensi jika lockdown dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah hanya melakukan PSSB, dimana opsi ini sebenarnya telah dilakukan dan belum mampu menekan persebaran virus covid-19 yang semakin ganas dan liar. Indonesia tidak siap menghadapi pandemi covid 19. Prioritas belanja negara tidak digunakan sepenuhnya untuk rakyat. Tata kelola keuangan yang amburadul dan tagihan hutang negara yang mencekik menambah beratnya opsi ini untuk diambil. 

Oleh: Ika Mawarningtyas (dosol Uniol)
MATKUL ONLINE UNIOL DIPONOROGO 4.0


Posting Komentar

0 Komentar