3 Maret 1924



(Sajak Mengenang Runtuhnya Khilafah 3 Maret 1924)

Bagi banyak manusia
3 Maret adalah hari-hari biasa
Seperti hari-hari lainnya
Padahal itu hari malapetaka dunia
bukan cuma untuk umat Islam saja.

3 Maret 1924 memang telah berlalu lama
Sejak hari itu umat Islam tak lagi punya pemimpin sedunia
Sejak itu mereka tak lagi mampu merahmati alam mayapada

Persatuan umat tinggal fatamorgana
Disekat-sekat nasionalisme negara bangsa.

Tak terbayangkan ada “Jalan al-Khawarizmi” di tengah kita
Karena penemu aljabar itu hidup di Uzbekistan sana

Tak ada juga “Salahuddin al-Ayubi” jadi nama lapangan kita
Karena pengusir tentara Salib itu ada di Mesir sana

Padahal mereka orang-orang hebat nenek moyang kita.
3 Maret 1924 memang gerbang ke tak berdaya

Setelah sekian abad sehasta demi sehasta
Umat Islam mengalami kemunduran jiwa

Ketika mereka mulai takut mati dan makin cinta dunia
Meski jumlahnya bermilyar tapi bagai buih di samudra.
Puluhan juta
umat Islam punya tentara bersenjata
Tapi tak mampu membebaskan bumi Palestina

Puluhan juta kilometer persegi negeri kaya sumberdaya
Tapi tak mampu menjadikan umat ini sejahtera

Karena tidak bersatu diatur dalam sistem yang sempurna.
Dunia kini tak memiliki mekanisme yang berhasil guna

Melenyapkan penjajahan dalam segala bentuknya
Mengatasi berbagai krisis yang menghadang di depannya

Menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar di tingkat dunia
Dengan cara-cara berwibawa yang makin dekat kepada-Nya.

Tetapi 3 Maret 1924 bukan akhir segalanya
Allah hadirkan kini orang-orang yang tampak sederhana

Mereka tak pernah bertemu Nabi, tetapi membenarkan kalimatnya
Bahwa khilafah ala minhanjin nubuwwah akan kembali ke dunia

Bahkan meneruskan bisyarah menaklukkan Roma.
Mereka menolak memakai kekerasan apalagi bersenjata

Dan mereka juga tak akan ikut permainan demokrasi utopia
Karena kemunduran jiwa harus diobati dengan pemikiran mulia

Hanya yang sehat isi akalnya akan melakukan perubahan nyata
Dan itulah jalan yang dicontohkan Rasulullah Nabi kita

Wahai umat yang Muhammad lebih dicintainya
Janganlah hidup kita di dunia yang sementara
Berputar-putar dalam kesibukan semu yang sia-sia

Melanjutkan kehidupan Islam adalah persoalan utama
Yang akan menjadi saksi untuk kita di akherat sana.

Oleh : Ustadz Fahmi Amhar

Posting Komentar

0 Komentar