PERSATUAN ISLAM MENUJU TEGAKNYA PERADABAN : Permasalahan dan Peran Sentral Mujahid Islam


Melihat situasi terkini umat Islam di seluruh penjuru dunia, pasti akan memberikan sikap pesimis akan kemungkinan bangkitnya kembali Peradaban Islam sebagaimana pernah secara gemilang menguasai dan mewarnai Peradaban Dunia. Bagaimana tidak, semenjak keruntuhan Peradaban Islam, nasib umat Islam kian terpuruk jauh ke dalam ketidak berdayaan untuk menghadapi begitu banyaknya tantangan zaman. Umat Islam seakan hanyalah menjadi obyek yang dipermainkan oleh berbagai macam paham yang jauh dari nilai-nilai luhur Islam.

Umat Islam hanya bisa melihat dengan kepala tertunduk, betapa ajaran Islam yang sangat dibanggakan keunggulannya tidak mampu berbuat banyak atas penindasan yang dilakukan secara terang-terangan di depan batang hidungnya. Entah ke mana raibnya Ruh Jihad dan Persatuan dari dada-dada para Mujahid Islam.

Begitu banyaknya ayat-ayat Al Qur’an serta Hadist yang mewajibkan umat Islam untuk bersatu seakan belum mampu menggerakkan hati yang telanjur terhijab oleh pekatnya fitnah dunia yang sangat melenakan. Belum lagi banyaknya tantangan dari kaum pembenci Islam yang tidak  pernah berputus asa dalam usahanya untuk selalu mengadu domba antar umat Islam agar Persatuan Islam yang sangat mereka takuti tidak terjadi.

Tanpa persatuan, menjadikan Islam seakan-akan laksana domba yang kehilangan penggembalanya, berpencar sendiri-sendiri sehingga sangat rawan terhadap ancaman serigala yang mengincar setiap saat. Terbukti dengan adanya kedzaliman yang dialami oleh umat Islam sebagai warga minoritas seperti di Rohingya, Uighur, India, lalu serangan secara militer yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap Palestina serta adu domba terhadap umat Muslim di Suriah dan Yaman yang dilakukan oleh kekuatan utama dunia melalui dukungan dan pasokan senjata kepada kedua belah pihak yang mengakibatkan perang saudara yang berkepanjangan. Lebih miris lagi adalah yang terjadi di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia di mana umat Islam semakin merasakan beratnya tekanan yang dilakukan oleh rezim penguasa yang notabene adalah beragama Islam juga.

Tanpa persatuan, umat Islam yang tertindas sulit mengharapkan bantuan dari saudara-saudaranya di belahan dunia lain untuk membela, memerangi dan mengusir para penindas. Alih-alih menolong, bahkan terkadang negara Islam lainnya turut andil dalam kedzaliman tersebut.

Materi kuliah online kali ini akan membahas seputar Persatuan Islam yang diharapkan bisa memberikan sedikit sumbangsih bagi pemecahan masalah yang amat sangat penting tersebut.


Berbicara masalah persatuan bagi umat Islam, sepertinya sama saja dengan membahas upaya untuk menegakkan benang basah. 

Berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam saat ini sudah sedemikian kompleksnya sehingga teramat sulit untuk mengetahui di mana ujung di mana pangkal. Untuk mengurai permasalahannya, diperlukan sebuah upaya serius, fokus, terstrukur dan sistematis serta melibatkan sosok-sosok handal yang ikhlas berjuang demi menegakkan marwah Islam dalam percaturan dunia.

Di bawah ini penulis mencoba mengajukan beberapa problem yang perlu untuk mendapatkan perhatian lebih supaya bisa segera diupayakan cara-cara pemecahannya yaitu:

1. Mengapa Umat Islam sulit untuk menjadi umatan wahidah padahal telah banyak dalil yang mendasarinya yang berakibat menyulitkan peradaban yang terpuruk untuk bangkit kembali?

2. Faktor apa saja yang mendukung dan mengambat persatuan umat Islam dalam rangka membangkitkan peradaban Islam kembali?

3. Bagaimana peran Mujahid Islam dalam mempersatukan berbagai fikrah Islam sehingga mampu mendorong kebangkitan peradaban Islam kembali?


Memahami makna Persatuan Islam, sebuah upaya agar fokus pada permasalahan

Persatuan Islam termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang paling penting yang terkandung dalam agama ini. Al Qur`an dan Rasulullah senantiasa menyerukannya. Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, semuanya diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan, karena tidak ada faidahnya. 

“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai...” (Ali Imran: 103)

Pada ayat ini, Allah telah menekankan agar orang-orang yang beriman bersatu dalam melaksanakan agama Islam. Dalam hal ini Allah menegaskan dengan empat lafadz penegasan agar muslimin bersatu.

Pertama, adalah lafadz اعْتَصِمُوْا(berpegang teguhlah kamu), berupa fi’il amer dengan dhomir jamak.
Berpegang teguh artinya memegang erat-erat, melaksanakan prinsip yang tidak berubah dari jaman nenek moyang yakni melaksanakan syari’at Al-Islam dengan tidak berpecah belah, hendaknya bersatu dalam agama Islam sebagai agama tauhid.

Yang kedua, adalah lafadz بِحَبْلِ اللّٰهِ (dengan tali agama Allah).
Tali agama Allah yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Dalam hal ini, orang-orang yang beriman hendaknya melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara serempak dan tidak keluar darinya. Beraqidah, berakhlak, beramal dengan kaidah tuntutan Al-Quran dan Sunnah.
Al-Quran adalah tali Allah dan penjabarannya adalah Sunnah Nabi Muhammad saw.

Yang ketiga, adalah lafadz جَمِيْعًا (berjama’ah).
Lafadz jami’an adalah _ismul hal_ yang menerangkan tentang keadaan.
Jami’an atau jama’ah adalah wujud bersatunya kaum Muslimin dengan adanya seorang Imam yang memimpin dan adanya makmum yang dipimpin dengan standar minimal dan maksimal satu Imam dan dua orang makmum atau lebih.

Yang keempat, adalah lafadz وَّلَا تَفَرَّقُوْا (dan janganlah kamu berpecah belah).
Ini adalah fiil nahi atau larangan yang di tujukan kepada orang banyak kepada semua orang-orang yang beriman. Merujuk pada dkomir ayat ini adalah untuk orang-orang yang beriman.

Nabi Muhammad SAW juga dalam sabdanya banyak menyebutkan masalah persatuan ini, yang juga berisi anjuran untuk menjaga persatuan dan menghindari perpecahan, di antaranya adalah :

Dari Abu Hurairah , dari Nabi bersabda: “Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan jama’ah (jama’atul muslimin) lalu meninggal dunia dalam kondisi seperti itu maka dia meninggal dalam kondisi Jahiliyyah.” (H.R. Muslim)

Faktor-faktor Yang Mendukung dan Menghambat Persatuan Islam Dalam Rangka Membangkitkan Peradaban Islam Kembali

Faktor Pendukung

a.  Keinginan umat Islam untuk meraih kembali kejayaan Islam yang agung.

Adanya keinginan dari setiap Muslim untuk bersatu di bawah pimpinan seorang Imam (Khalifah), sebagaimana masa-masa kejayaan Peradaban Islam yang mampu menghadirkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, menjadi salah satu aktor utama yang mendukung dilakukannya persatuan.

Tetapi dengan melihat kenyataan yang sedang dihadapi umat Islam sekarang, maka timbul keraguan dalam hati: mungkinkah...? 

Menjawab keraguan orang tentang kemungkinan bersatunya umat Islam di bawah seorang Imam (khalifah), Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dengan tegas mengatakan, kesatuan umat Islam adalah realita dan pasti akan terwujud, bukan sebuah khayalan .

Namun, kesatuan itu tidak akan datang begitu saja. Untuk mewujudkannya perlu kerja keras dan perjuangan yang berkesinambungan.


b. Adanya sinyalemen atau berita gembira dari Allah akan datangnya persatuan setelah perselisihan yang terjadi.

Dalam kelanjutan ayat 103 Surat Ali Imran disebutkan:

“…..dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara….”

Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan yaitu di masa Jahiliah.
Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka ± 120 tahun lamanya senantiasa berperang.
Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan.

Di dalam ayat tadi, Allah mengisyaratkan kepada kita bahwa  peristiwa seperti yang tersebut  di atas akan bisa terjadi lagi di masa sekarang. Hal ini menguatkan keyakinan kita bahwa Persatuan Islam bakal terwujud. Semua itu tergantung dari kesiapan hati kita untuk mau dijinakkan oleh Allah agar bersedia melupakan perselisihan dan perpecahan menuju kepada persatuan dan persaudaraan karena nikmat Allah ta’ala.

Faktor Penghambat.

a. Gangguan dari negara yang memusuhi Islam.

Hampir semua negara non muslim di seluruh dunia pada dasarnya menolak dan memusuhi Islam. Trauma akibat Perang Salib yang berkepanjangan, nafsu mereka untuk selalu ingin diunggulkan, karena terpengaruh oleh informasi sesat yang selalu dihembuskan oleh media massa, dan yang paling mendasar adalah: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka...”( Al Baqarah: 10).

Negara-negara tersebut terus menerus mengupayakan penentangan terhadap Islam dan negara Islam dengan berbagai macam cara, mulai dari intimidasi terhadap kaum Muslim baik secara fisik maupun mental, melakukan campur tangan terhadap negara-negara Islam baik secara politik, ekonomi dan budaya, sampai kepada penyerangan secara militer baik melalui proxy ataupun secara langsung.

Politik adu domba antar umat Islam selalu mereka mainkan agar Persatuan Islam yang sangat mereka takuti tidak terjadi.

b. Tekanan dari kaum Muslimin sendiri.

Akibat dari politik adu domba yang dimainkan oleh negara-negara musuh Islam tersebut menghasilkan oknum-oknum umat Islam yang terpengaruh oleh propaganda busuk mereka serta terkena pengaruh gemerlapnya materi keduniawian yang diberikan sebagai kompensasi keikutsertaannya pada program politik adu domba tersebut.

Tantangan yang dihadapi dari kalangan Muslim itu sendiri menjadikan sebuah problema yang sangat kompleks di tengah upaya umat menggalang persatuan. Oknum umat Islam tersebut bisa berasal dari kawan sekerja, teman kuliah, tetangga, bahkan dari kalangan saudara sendiri dan yang paling menyakitkan adalah tantangan yang datang dari para pemimpin pemerintahan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam yang seharusnya menjadi pelindung dan pemersatu.

Diperlukan cara dan perlakuan yang hati-hati dalam menyikapi kompleksitas permasalahan agar tujuan dakwah untuk mempersatukan umat bisa tercapai dengan baik.

c. Pengaruh pemikiran dari berbagai paham ideologi.

Ideologi di dunia diciptakan manusia sebagai: pemandu tindakan sosial individu di masyarakat, menjadi sumber inspirasi norma dan nilai sosial, menjadi panduan bagi individu dalam menemukan identitas dirinya dan memberikan motivasi bagi individu dalam menggapai tujuan hidupnya.

Karena ideologi diciptakan oleh suatu komunitas masyarakat, tentunya yang menjadi dasar pemikiran dan referensi permasalahan adalah masyarakat yang berada di tempat di mana ideologi tersebut diciptakan. Dengan demikian dimungkinkan adanya penyimpangan atau bias permasalahan apabila sebuah ideologi ingin diterapkan di tempat selain komunitas masyarakat asal ideologi tersebut. Bahkan untuk dijadikan sebagai suatu solusi permasalahan pada masyarakatnya sendiripun terbukti ideologi buatan manusia tersebut lemah dan tidak bisa menyelesaikan berbagai masalah, baik masalah individu, masyarakat dan bernegara.

Contoh-contoh ideologi tersebut adalah: Sosialisme, Kapitalisme, Sekulerisme, Liberalisme,  Feminisme dan lain sebagainya.

Berbagai ideologi tersebut menjadi sebuah tantangan bagi umat Islam yang berwujud pemikiran yang akan meracuni dan menjauhkan umat dari  ajarannya.

Wujud tantangan dari ideologi tersebut antara lain adalah adanya sistem kehidupan yang dipisahkan dari nilai-nilai ajaran Islam di semua lini mulai dari ekonomi, sosial, budaya dan politik, adanya perilaku sex bebas, LGBT dan lain sebagainya.

d. Adanya kelompok-kelompok dalam Islam.

“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Hadist di atas menunjukkan pada kita akan adanya perpecahan umat Islam menjadi berbagai macam kelompok dan golongan. Tetapi ada satu golongan yang akan masuk ke dalam surga, artinya hanya satu golongan itulah yang benar, yaitu yang disebut dengan Al Jama’ah. Siapakah itu yang disebut dengan Al Jama’ah ?

Pada pasal A mengenai makna Persatuan Islam di bab III di atas, telah disinggung perihal arti dari kata Al Jamaah yang diambil dari Surat Ali Imran ayat 103 sebagai berikut:

“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai...”(Ali Imran: 103)

Lafadz jami’an adalah _ismul hal_ yang menerangkan tentang keadaan.
Jami’an atau jama’ah adalah wujud bersatunya kaum Muslimin dengan adanya seorang Imam yang memimpin dan adanya makmum yang dipimpin dengan standar minimal dan maksimal satu Imam dan dua orang makmum atau lebih.

1).  Golongan Sunni dan Syi’ah.

Salah satu upaya kaum kafir memecah-belah kesatuan dan persatuan umat Islam adalah mengadu domba kaum Muslim melalui isu perbedaan mazhab, aliran kalam, kelompok dan golongan. Melalui agen-agennya, kaum kafir terus menanamkan fanatisme dan sentimen mazhab, kelompok dan golongan agar kaum Muslim sibuk memusuhi saudara-saudaranya sendiri dan melupakan musuh sejati mereka, yakni orang-orang kafir yang terus memerangi Islam dan kaum Muslim siang dan malam. Kaum kafir juga tidak segan-segan membentuk faksi-faksi di tubuh kaum Muslim untuk menimbulkan kesesatan, perselisihan dan permusuhan.

Di antara isu sentimen kelompok yang terus dieksploitasi untuk menghancurkan kesatuan kaum Muslim adalah isu Sunni-Syiah. Isu ini secara efektif digunakan oleh Amerika Serikat, pasca invasi di Irak, untuk memecah-belah kekuatan kaum Muslim serta mengalihkan medan pertempuran sebenarnya, yakni berperang melawan tentara Amerika Serikat, ke arah perang antara kelompok Sunni dan Syiah. 

Amerika Serikat juga mempersenjatai dan mendanai kelompok-kelompok di Irak untuk menimbulkan konflik internal di tubuh kaum Muslim. Dengan cara seperti itu, perlawanan kaum Muslim menjadi lemah, dan eksistensi penjajahan Amerika Serikat di Irak bisa tetap bertahan hingga sekarang.

Padahal kaum Sunni dan Syiah di Irak dan juga negeri-negeri Islam yang lain sejak ribuan tahun yang lalu bisa hidup harmonis dan berdampingan satu dengan yang lain. Tidak hanya itu saja, di sepanjang lintasan sejarah Khilafah Islamiyah, kelompok Sunni dan Syiah, mendapatkan perlakuan yang sama, baik di depan hukum maupun politik. Dalam batas-batas tertentu, pemikiran hukum dan kalam Sunni dan Syiah berkembang dan diakomodasi dengan baik oleh penguasa-penguasa Islam pada saat itu. Hal ini bisa dimengerti, karena Negara Khilafah adalah institusi politik yang bertugas mengatur urusan rakyat dengan syariah Islam, tanpa memandang lagi latar belakang agama, mazhab, golongan, suku, ras dan lain sebagainya; dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Dalam konteks ri’ayah, Negara Khilafah berdiri di atas semua kelompok, golongan dan agama serta memperlakukan kelompok-kelompok tersebut berdasarkan ketentuan-ketentuan syariah yang dilegalisasinya. Negara Khilafah bukanlah negara milik kelompok tertentu, mazhab tertentu, atau untuk agama tertentu; tetapi ia adalah institusi yang menaungi dan mengatur seluruh entitas yang ada di dalam Daulah Khilafah Islamiyah tanpa terkecuali, berdasarkan syariah Islam.

2). Kelompok atau organisasi massa Islam yang ada di Indonesia: NU, Muhammadiyah, Persis, Syarikat Islam, Al Irsyad, Al Washliyah, DDII, LDII, FPI, ICMI, dan lain sebagainya.

Awal keberadaan kelompok-kelompok Islam tersebut dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi umat Islam pada saat itu. Diantara permasalahan umat saat itu adalah masalah kebebasan bermadzhab dan pelestarian warisan peradaban (NU) , memurnikan ajaran Islam dari mistik (Muhammadiyah),  memajukan kaum pedagang Muslim (SI), menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan (FPI), dan lain-lainnya.

Pada perjalanannya, banyak dari organisasi masyarakat tersebut kemudian tertarik untuk ikut serta dalam percaturan politik, misalnya NU dengan PKB nya dan Muhammadiyah lewat PAN. 

Dengan adanya peran serta ormas Islam tersebut dalam percaturan politik, otomatis juga mengakibatkan adanya persaingan dalam perebutan kekuasaan diantara mereka. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam tubuh umat Islam. Padahal seharusnya keberadaan organisasi massa Islam yang ada bisa saling melengkapi satu dengan lainnya sesuai dengan bidang kegiatan yang dimiliki.

Hal tersebut di atas diperparah lagi dengan adanya tekanan dan bujuk rayu dalam rangka tujuan global musuh Islam untuk memecah belah persatuan umat Islam. Berbagai macam bantuan dana untuk ormas Islam disinyalir diberikan dengan tujuan agar ormas Islam dimaksud mau menjalankan program-program yang sudah disusun secara rapi yang tujuan utamanya adalah memecah belah dan menghalangi terjadinya Persatuan Islam.

Mujahid Islam: sosok tangguh yang diharapkan

Penulis tidak pernah bosan-bosannya selalu menyertakan peranan dari Mujahid Islam dalam berbagai materi bertema perjuangan, karena memang sosok Mujahid Islam merupakan sosok yang sangat bisa diandalkan untuk mengatasi berbagai macam tantangan. Hal ini karena di dalam diri seorang Mujahid Islam telah tertanamkan 4 (empat) buah karakter hebat.

1. Tangguh Dalam Aqidah.

Dengan ketangguhan aqidah yang dimilikinya, seorang Mujahid Islam akan mampu berdiri tegak dan bertahan dari segala macam tantangan yang menerpanya. Hal ini bisa terjadi karena dia telah mempunyai keyakinan yang kuat akan kebenaran Islam sebagai agama yang sempurna dan tidak memerlukan paham-paham buatan manusia.

Dengan aqidah yang ada padanya, seorang Mujahid Islam juga akan meyakini betul apa yang tertulis dalam ayat 103 Surat Ali Imran dan ayat-ayat Al Qur’an lainnya serta Hadist Nabi SAW sebagai sarana dalam rangka menciptakan Persatuan Islam.

2. Mencintai Ilmu.

Albert Einstein, seorang ilmuwan Yahudi pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.

Aqidah, ibadah, muamalah dan semuanya membutuhkan ilmu untuk bisa dipahami secara benar. Karakter cinta ilmu yang dimiliki seorang Mujahid Islam akan mengantarnya menjadi sosok yang ‘alim, yang memahami hakikat berbagai permasalahan yang ada. 

Kekuatan ilmu tersebutlah yang akan mampu menahan serangan pemikiran yang dilancarkan oleh penganut ideologi-ideologi buatan manusia, bahkan akan bisa melakukan serangan balik yang mematikan dengan kekuatan hujjahnya. Selama ini umat Islam selalu dalam posisi lemah dan kalah serta menyerah terhadap godaan ideologi sesat yang secara sepintas sesuai dengan akal pikiran, tetapi setelah dimasuki bukannya ketenangan jiwa yang didapatkan melainkan kegelisahan yang tiada habisnya. 

3. Kuat Ibadah.

Dengan modal kekuatan aqidah yang didukung oleh dalamnya ilmu yang dimiliki, seorang Mujahid Islam akan bisa melaksanakan ibadah dengan benar secara ilmu dan dengan khusyuk disebabkan kuatnya keyakinan. 

Ibadah yang seperti itu akan mampu mencapai tujuannya, yaitu mendapatkan ridlo Allah dan akan menempatkan seseorang pada posisi dekat kepada Allah. Dengan menempati posisi seperti itu seorang yang kuat ibadahnya, dalam hal ini seorang Mujahid Islam, akan mudah diijabah doa-doanya, dijaga dari perbuatan keji dan munkar serta dilindungi dari mara bahaya yang mengancam.

4. Zuhud.

Dunia saat ini dikuasai oleh paham Kapitalisme liberal yang memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi individu untuk menyalurkan dan memuaskan hawa nafsunya. Setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan akses kepada pemuasan hawa nafsu tersebut di dalam sebuah suasana persaingan tidak sehat yang dikuasai oleh segelintir orang pemilik modal. Prinsip survival of the fittest pun berlaku, siapa kuat dia yang menang. Norma-norma kesantunan, agama, kejujuran dan sejenisnya dicampakkan jauh-jauh digantikan dengan segala macam ilmu tipu-tipu.

Bisa dibayangkan betapa beratnya karakter zuhud ini diterapkan pada saat dunia dianggap segala-galanya. Tetapi untuk menjadi seorang Mujahid Islam, karakter ini harus dimiliki untuk melengkapi tiga karakter sebelumnya.

Dengan memiliki karakter zuhud, seorang Mujahid Islam tidak akan mempan terhadan godaan dan rayuan kemilau nya dunia. Zuhud bukan berarti meninggalkan sama sekali kehidupan dunia, tetapi dia lebih mementingkan kehidupan akherat. Dunia yang didapatnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk bekal kehidupan akherat, baik untuk menolong sesama, memperbaiki ibadahnya maupun untuk perjuangan menegakkan agama Allah.

Peran Sentral Mujahid Islam Dalam Mempersatukan Islam: Sebuah Jalan Keluar

Dengan memiliki 4 (empat) buah karakter luar biasa seperti yang tersebut di atas, seorang Mujahid Islam menjadi sebuah sosok sakti yang ditakuti oleh musuh-musuh Islam dan dipercaya oleh umat Islam dari kelompok manapun.

Modal kepercayaan tersebut menjadikan para Mujahid Islam memiliki peran yang vital dalam menyatukan kelompok-kelompok dan golongan Islam yang saling berselisih satu dengan lainnya.

Peran penting yang bisa dimainkan adalah:

1. Melakukan pendekatan terhadap kelompok-kelompok dalam Islam agar bisa dicapai suatu kesepakatan bersama untuk menyatukan perjuangan.

2. Merumuskan dan menentukan musuh bersama (common enemy).

3. Mengadakan pembicaraan dan musyawarah untuk membuat agenda perjuangan yang akan dipakai sebagai guidance.

4. Membimbing umat Islam untuk menjalani agenda perjuangan.

Sosok Mujahid Islam bisa siapa saja: Ulama, cendekiawan Muslim, pejuang Islam, atau siapa saja yang bisa memenuhi ke-4 karakter di atas. Dengan begitu sosok ini bersesuaian dengan sosok Al Jama’ah yang disebutkan dalam ayat 103 Surat Ali Imran, dan juga dengan Hadist berikut ini:

“Berpeganglah pada Al Jama’ah dan tinggalkan kekelompokan. Karena setan itu bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua. Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min” (HR. Tirmidzi no.2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”)

Sosok-sosok inilah yang kemudian akan membuat sebuah Jama’ah atau kelompok yang pada materi-materi sebelumnya disebut sebagai *_”Islamic Creative Minority”_*.

Islamic Creative Minority, yaitu sekelompok Mujahid Islam yang memiliki 4 buah karakter hebat ini, akan bertugas untuk menggagas munculnya ide-ide kreatif yang bisa dipergunakan sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang dihadapi serta untuk mengadakan pendekatan terhadap kelompok-kelompok Islam agar tercipta Persatuan Islam dengan tujuan tegaknya Peradaban Islam yang diidam-idamkan.



PENUTUP

Faktor penghambat terbentuknya Persatuan Islam:
1. Gangguan dari negara yang memusuhi Islam.
2. Tekanan dari kaum Muslimin sendiri.
3. Pengaruh pemikiran dari berbagai paham ideologi.
4. Adanya kelompok-kelompok dalam Islam.

Faktor pendukung terbentuknya Persatuan Islam:
1. Keinginan umat Islam untuk meraih kembali kejayaan Islam yang agung.
2. Adanya sinyalemen atau berita gembira dari Allah akan datangnya persatuan setelah perselisihan yang terjadi.

Untuk mewujudkan Persatuan Islam sebagai sarana untuk membangkitkan kembali Peradaban Islam, dibutuhkan sosok-sosok handal yang memiliki karakter hebat sebagai tameng dari umat Islam dalam menghadapi serangan dari musuh-musuh Islam. Sosok handal tersebut terdapat pada Mujahid Islam.

Peran Mujahid Islam dalam menginisiasi terbentuknya Persatuan Islam:
1. Melakukan pendekatan terhadap kelompok-kelompok dalam Islam agar bisa dicapai suatu kesepakatan bersama untuk menyatukan perjuangan.
2. Merumuskan dan menentukan musuh bersama (common enemy).
3. Mengadakan pembicaraan dan musyawarah untuk membuat agenda perjuangan yang akan dipakai sebagai guidance.
4. Membimbing umat Islam untuk menjalani agenda perjuangan.

Mujahid Islam kemudian membentuk kelompok yang disebut Islamic Creative Minority, yang bertugas untuk menggagas munculnya ide-ide kreatif yang bisa dipergunakan sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang dihadapi agar tercipta Persatuan Islam dengan tujuan tegaknya Peradaban Islam yang diidam-idamkan.

Oleh: Christiono
Dosol UNIOL 4.0 DIPONOROGO
 
Pustaka
1. Prof. Dr. Suteki, S. H., M. Hum., "Jihad Politik Umat Islam”, 25 September 2019.
2. Mustafa Kamal, "Tadabbur Qur’an Ali Imran 103, Wajibnya Berjamaah” minanews.net, 28 Mei 2019.
3. Desy Farilasandi, “Ideologi” Kompasiana, 25 Oktober 2019.
4. Ibnu Fatih, "Sunni-Syi’ah Dalam Naungan Khilafah”, ibnufatih.wordpress.com, 5 Agustus 2010.
5. Syaikh Ali Hasan, “Persatuan Dalam Islam”, almanhaj.or.id, 9 Februari 2010.



Posting Komentar

0 Komentar