Ngotot Pindah IKN untuk Siapa?


TintaSiyasi.com -- Di tengah hiruk pikuk umat yang masih kelabakan ekonomi yang makin sulit akibat pandemi, tidak menyurutkan pemerintah untuk melanjutkan rencananya untuk memindahkan ibu kota negara (IKN). Bagaimana tidak? Pagi-pagi buta, pemerintah telah mengetok Undang-undang IKN yang juga menuai kontroversi setelahnya. 

Tak dinyana-nyana, penolakan UU IKN menyeruak masif dari berbagai kalangan. Tetapi, sampai sejauh ini pemerintah bergeming akan hal itu. Dugaan-dugaan dan analisis-analisis tajam terus diarahkan akan wacana pemindahan IKN tersebut. Salah satunya Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menduga, proyek tersebut dijalankan demi memenuhi hasrat para oligarki. 

Analoginya begini, hidup sedang susah, utang negara juga belum lunas, di saat yang sama. Mengapa pemerintah ngotot pindah IKN? Ada apa? Untuk siapa? Lagi-lagi untuk siapa ini senantiasa dipertanyakan? Apakah benar untuk rakyat? Ataukah muslihat untuk memuaskan syahwat oligarki korporasi? Sungguh ini yang jadi tanda tanya besar?

Memang ada beberapa alasan yang diungkapkan, pindah IKN adalah untuk menciptakan kesejahteraan yang merata. Padahal yang membuat kesejahteraan tidak merata itu bukan IKN, tetapi sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini. Bagaimana bisa rakyat dari Sabang sampai Merauke sejahtera secara merata jika sistem ekonomi yang diterapkan adalah kapitalisme sekuler? 

Secara nyata sistem kapitalisme senantiasa berpihak kepada para korporasi, oligarki, dan para kapitalis asing. Buktinya apa? Undang-undang Omnibus Law yang diketok, sekalipun ditolak dari berbagai kalangan. Belum UU Migas yang menjadi pintu gerbang kapitalis asing mengobrak-abrik alam dan mengeruk sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Masih banyak undang-undang yang dinilai cacat dan tak berpihak kepada rakyat. 

Lalu, alasan untuk menghindari Jakarta yang macet dan banjir. Alasan ini juga tertolak. Karena Kalimantan yang sejatinya wilayah hutan tropis yang subur telah rusak karena ulah korporasi yang tak bertanggung jawab ketika melakukan penambangan di sana. Hal itu, apik didokumentasikan oleh film Sexi Killers yang viral beberapa tahun lalu.

Boleh-boleh saja pindah IKN, tetapi pertimbangan ekonomi harus matang. Bagaimana pindah IKN kalau soal ekonomi tidak berdikari dan berharap datangnya investasi atau utang dari asing? Sungguh ke depan ini berpotensi hanya membebani negara dan memaksa negara untuk menaikkan pajak sana-sini demi menutupi utang dan bunga yang jatuh tempo.

Pandangan Islam

Di dalam Islam, pindah ibu kota adalah hal yang mubah. Dalam pemerintahan Islam pun dulu pernah dilakukan pindah ibu kota negara. Hanya saja, sangat berbeda jauh antara sistem pemerintahan Islam dan yang diterapkan di Indonesia yang lebih bernafaskan kapitalisme. Sistem Islam menempatkan rakyat sebagai pemilik sejati kekuasaan, sementara penguasa posisinya sebagai pemegang amanah umat untuk memimpin dan mengatur mereka dengan syariat Islam.

Negara dalam Islam, yakni khilafah wajib memastikan bahwa seluruh kebijakannya memang didedikasikan untuk kemaslahatan rakyat dan hal tersebut dimungkinkan, jika negara menerapkan seluruh aturan Islam dalam konteks poleksosbudhankam secara murni dan konsekuen atas landasan keimanan dan ketakwaan.

Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang lebih mementingkan segolongan orang semata daripada orang banyak. Kekuasaan dijalankan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, bukan untuk menjalankan amanah rakyat. Padahal, amanah kepemimpinan tersebut akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Manakala mereka lalai (khianat), maka mereka diancam dengan hukuman yang berat sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran." (HR. Tirmidzi).

Prioritas kebijakan khilafah, tegak di atas akidah Islamiyah dan prinsip syariat Islam. Dalam kondisi mewabahnya virus yang mematikan di tengah masyarakat, tentu negara akan fokus dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat.

Negara akan mengupayakan agar rakyat dapat hidup dengan sehat dan terpenuhi kebutuhan atas makanan dan minumannya. Selain itu, negara akan berupaya melindungi kesehatan rakyat dengan memberikan jaminan atas kesehatan mereka, menggratiskan biaya pengobatan, baik sebelum atau saat terjadi pandemi virus.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah membangun mindset dan kepedulian masyarakat atas kebersihan diri dan lingkungan. Khalifah akan melakukan edukasi secara terus-menerus. Di samping itu, negara akan mengumpulkan para pakar dan ilmuwan untuk menemukan obat atau vaksin yang dibutuhkan guna menghentikan wabah virus di tengah rakyat. Hal tersebut didukung dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki khilafah. Ditambah sumber pendapatan negara yang besar di bawah Baitul Mal.

Negara benar-benar hadir dalam setiap masalah yang dihadapi rakyat, bukan sekadar wacana kosong yang terus dijanjikan oleh para pejabat dalam sistem kapitalisme. Jadi, satu-satunya harapan rakyat hanya bisa diwujudkan dalam penerapan Islam di bawah naungan khilafah. Segala bencana dan wabah akan segera ditangani dengan serius dan penuh tanggung jawab oleh khalifah.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas (Mutiara Umat Institute) dan Nabila Zidane (Mutiara Umat Institute)

Posting Komentar

0 Komentar