TintaSiyasi.com -- Menyoroti berita terkait warga melayu Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau yang diusir secara represif oleh aparat keamanan gabungan TNI-Polri dan Satpol PP Badan Pengelola (BP) Batam untuk membangun Rempang ECO City (REC), Jurnalis Senior Freedom News Asyari Usman mempertanyakan, mengapa pemerintah Batam mati-matian mendukung REC, untuk siapa?
"Yang perlu kita pertanyakan mengapa pemerintah Batam mati-matian mendukung REC? Ini untuk siapa?" tuturnya kepada Tintasiyasi.com, Sabtu (9/9/2023).
Sangat jelas menurutnya, bahwa REC bukan untuk rakyat kecil. Rakyat kecil hanya kebagian tindakan penggusuran. "Mereka hanya menjadi objek pengusiran," terangnya.
Proyek besar ini, lanjut Asyari, pastilah menjadi sumber uang besar bagi para pemegang kekuasaan. Di lingkungan BP Batam banyak pemegang kekuasaan yang diperlukan oleh REC.
"Tidak hanya BP Batam, para pemegang kekuasaan di tingkat pusat juga berperan," imbuhnya.
Dalam keterangannya, Asyari mengatakan, banyak yang ikut menyukseskan proyek yang bernilai puluhan triliun ini. Termasuk penguasa Polri, TNI, Salpol PP, dan pihak-pihak lain.
Menurutnya, tidak mudah menggerakkan aparat gabungan dalam suatu operasi besar semisal penyerbuan penduduk Rempang. Logistiknya besar, termasuk untuk menurunkan pasukan bersenjata lengkap.
"Ada panser Brimob, kendaraan taktis, kendaraan gas air mata, dan perangkat keras lainnya," bebernya.
Asyari melihat, aparat gabungan ini, tidak akan bergerak kalau tidak digerakkan oleh para petinggi di Polri dan TNI serta Satpol PP. Katanya, pasti ada kesepakatan agar semua aparat bersemangat menumpas perlawanan warga Rempang yang harus diusir dari kampung halaman mereka.
Bisa dibayangkan isi kesepakatan antara pemilik proyek REC dengan pemilik kekuasaan di lingkungan Polri TNI dan Satpol PP Batam.
"Tugas mereka itu harus menindas warga yang menolak, risikonya berat," paparnya.
Sangat logis lanjut Asyari, kalau kemudian orang menduga bahwa proyek ini dibangun untuk orang-orang tertentu, sangat mungkin pula REC akan dijual kepada orang-orang kaya dari China atau dari Singapura. Apalagi pulau ini sudah terhubung ke Pulau Batam dengan jembatan Singapura tidak terlalu jauh.
"Kita tahu Singapura sedang mengalami kesulitan serius untuk menyediakan perumahan bagi rakyatnya, kita juga mendengar bahwa orang-orang dari China juga berminat dan perlu," sambungnya.
Ia menanyakan, apakah REC bertujuan untuk menjawab kesulitan Singapura itu? Sekaligus menjawab minat orang dari China? Menurutnya, pertanyaan seperti ini sah-sah saja dilontarkan.
"Sebab kita saksikan betapa kerasnya keinginan BP Batam untuk merealisasikan proyek ini, sampai-sampai tega menyakiti warga yang menolak kehadiran proyek mahal itu," tegasnya.
Ia menyayangkan, banyak warga yang luka-luka dan ditangkap dalam bentrokan yang terjadi pada 7 September 2023. Tidak hanya luka fisik, warga yang tidak berdaya itu juga mengalami luka psikis yang sangat dalam.
Apalagi ada ultimatum bahwa Rempang harus kosong pada 28 September 2023. "Kalau aparat sudah main ultimatum, berarti proyek ini sangat penting," pungkasnya.[] Faizah
0 Komentar