TintaSiyasi.com -- Menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud M.D. bahwa L68T kodrat dan tidak bisa dilarang, Pembina Mutiara Umat Institute, Puspita Satyawati, S.Sos. menyatakan sebaliknya.
"Dilihat dari aspek syariat Islam, akal sehat dan nurani, serta mendalami realitas, L68T itu bukan kodrat dan harus dilarang," ulasnya dalam segmen Kritik: L68T Disebut Kodrat Tidak Bisa Dilarang? Terlalu! di kanal YouTube TintaSiyasi, Selasa (23/5/2023).
Puspita memandang, pendapat LGBT itu kodrat, tertolak dari beberapa aspek. Pertama, aspek syariat.
Allah menegaskan, salah satu tujuan syariat adalah memelihara/melestarikan jenis manusia, maka ada syariat pernikahan. Allah pertemukan pasangan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. Dari pernikahan itu Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Ia pun menyitir firman Allah SWT, "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak." (QS. An Nisa': 1)
"Siapakah jenis yang Allah sebutkan? Laki-laki dan perempuan. Bukan dari golongan L68T," ujarnya.
Selain itu, perilaku L68T hukumnya haram dalam Islam dan dinilai sebagai tindak kejahatan/kriminal yang harus dihukum. Ia menjelaskan, pelaku gay (homoseksual) dihukum mati, lesbian dihukum ta'zir (sesuai putusan hakim), dan transgender (waria) diasingkan.
"Bila L68T kodrat dan sesuai fitrah manusia, mana mungkin Allah menghukumi haram dan memberikan sanksi?" cetus Puspita.
Kedua, akal sehat dan hati nurani. Menurut redaktur Topswara.com ini, akal sehat menolak L68T karena secara bentuk kelamin saja wanita dan pria diciptakan berbeda untuk berpasangan dengan tujuan reproduksi. Akal sehat juga sulit menerima alasan hormonal dan adanya perilaku homoseksual pada hewan sebagai pembenar.
"Nurani juga menolak, karena perilaku menggauli sesama jenis adalah menjijikan dan menimbulkan rasa bersalah serta aneh," nilainya.
Ketiga, secara realitas. Bila didalami, katanya, proses seseorang menjadi L68T bukan diakibatkan bawaan lahir atau genetik (bio genic). Namun akibat salah asuh (psycho genic) dan salah budaya/lifestyle (socio genic).
Contoh salah asuh menurutnya, orang tua tidak membekali dengan pendidikan agama, tidak menjalin hubungan baik dengan anak, tidak peduli teman bergaul si anak, memperlakukan anak tidak sesuai jenisnya, serta anak laki-laki kehilangan figur ayah.
"Salah budaya atau lifestyle misalnya bergaul dengan komunitas L68T atau terpapar kampanye massif LGBT dari internet," jelasnya.
Keempat, inkonsistensi pendapat di kalangan L68T terkait kodrat atau bukan. Ia mengungkapkan, pelaku L68T sering menyebut kecenderungan homo dan lesbi bukan sebagai penyimpangan seksual karena pergaulan/lingkungan, tapi lebih kepada variasi preferensi seksual.
"Nah, kita tahu bahwa variasi preferensi seksual pasti bukan bawaan lahir. Sebab baik kata variasi maupun preferensi bernuansa pilihan dan bukan bawaan. Dan ini dipengaruhi oleh pergaulan/lingkungan," urainya.
Puspita menunjuk, dari banyak kasus, L68T bisa berubah/bisa disembuhkan. Ia mencontohkan, beberapa pria transgender yang menjalani operasi kelamin akhirnya memutuskan kembali menjadi pria.
"LGBT itu bukan kodrat tapi menyalahi kodrat sehingga harus dilarang. Agama melarang dan dampak buruknya juga banyak. Maka, jangan pernah menganggapnya sebagai perilaku normal," pungkasnya. [] Alfia Purwanti
0 Komentar