Tujuan Utama Seluruh Ibadah Adalah Perbaikan Akhlak


TintaSiyasi.com -- Sobat. Kita mempelajari akhlak karena ia merupakan tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Mungkin engkau terkejut. Jangan terkejut dan heran! Rasulullah SAW bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.” (HR. Imam Malik). Aku ingin bertanya kepadamu tentang satu hal, “Mengapa Nabi diutus?” Untuk menjawabnya, Allah SWT berfirman : 

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  

Kami tidak mengutusmu (Wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat alam semesta.” (QS. Al-Anbiya’ (21) : 107).

Sobat. Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya itu, tidak lain adalah memberi petunjuk dan peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Rahmat Allah bagi seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih sayang dan sebagainya, yang diberikan Allah terhadap makhluk-Nya. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Sobat. Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang lain. Seandainya pintu perbudakan masih terbuka, itu hanyalah sekedar untuk mengimbangi perbuatan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin. 

Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan perbudakan disediakan, baik dengan cara memberi imbalan yang besar bagi orang yang memerdekakan budak maupun dengan mengaitkan kafarat/hukuman dengan pembebasan budak. 

Perbaikan-perbaikan tentang kedudukan perempuan yang waktu itu hampir sama dengan binatang, dan pengakuan terhadap kedudukan anak yatim, perhatian terhadap fakir dan miskin, perintah melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Al-Qur'an dan hadis. 

Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa Nabi Muhammad. Tetapi kebanyakan manusia masih mengingkari padahal rahmat yang mereka peroleh adalah rahmat dan nikmat Allah. Ketahuilah, tidak ada rahmat bagi alam semesta kecuali dengan adanya Islam diterapkan di tengah-tengah mereka, tidak ada rahmat bagi alam semesta kecuali dengan akhlak mulia.

Sobat. Sholat menata akhlakmu. Bukankah Allah SWT berfirman :

ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ  

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut (29) : 45).

Sobat. Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad agar selalu membaca dan memahami Al-Qur'an yang telah diturunkan kepadanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan memahami pesan-pesan Al-Qur'an, ia dapat memperbaiki dan membina dirinya sesuai dengan tuntutan Allah. Perintah ini juga ditujukan kepada seluruh kaum Muslimin. Penghayatan terhadap kalam Ilahi yang terus dibaca akan mempengaruhi sikap, tingkah laku, dan budi pekerti orang yang membacanya.

Setelah memerintahkan membaca, mempelajari, dan me-laksanakan ajaran-ajaran Al-Qur'an, maka Allah memerintahkan agar kaum Muslim mengerjakan shalat wajib, yaitu salat lima waktu. Salat hendaklah dikerjakan sesuai rukun dan syaratnya, serta penuh kekhusyukan. Sangat dianjurkan mengerjakan salat itu lengkap dengan sunah-sunahnya. Jika dikerjakan dengan sempurna, maka salat dapat mencegah dan menghalangi orang yang mengerjakannya dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.

Mengerjakan salat adalah sebagai perwujudan dari keyakinan yang telah tertanam di dalam hati orang yang mengerjakannya, dan menjadi bukti bahwa ia meyakini bahwa dirinya sangat tergantung kepada Allah. Oleh karena itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai bacaan surat Al-Fatihah dalam shalat, "Tunjukkanlah kepada kami (wahai Allah) jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat." Doa itu selalu diingatnya, sehingga ia tidak berkeinginan sedikit pun untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar.

Beberapa ulama tafsir berpendapat bahwa yang memelihara orang yang mengerjakan salat dari perbuatan keji dan mungkar itu ialah salat itu sendiri. Menurut mereka, salat itu memelihara seseorang selama orang itu memelihara salatnya, sebagaimana firman Allah:
Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk. (Al-Baqarah/2: 238).

Rasulullah SAW menerangkan keutamaan dan manfaat yang diperoleh orang yang mengerjakan salat serta kerugian dan siksaan yang akan menimpa orang yang tidak mengerjakannya, sebagaimana tersebut dalam hadis: 

Dari Nabi SAW, bahwasanya ia pada suatu hari menyebut tentang shalat, maka ia berkata, "Barang siapa yang memelihara salat, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari Kiamat, dan barang siapa yang tidak memeliharanya, ia tidak akan memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Dan ia pada hari Kiamat bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf. (Riwayat Ahmad dan ath-thabrani dari 'Abdullah bin 'Umar) 

Nabi SAW menerangkan pula keadaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh, lengkap dengan rukun dan syaratnya, tetap pada waktu-waktu yang telah ditentukan. 

Orang yang demikian, kata Nabi, seakan-akan dosanya dicuci lima kali sehari, sehingga tidak sedikit pun yang tertinggal. Rasulullah SAW bersabda:
"Bagaimanakah pendapatmu, andaikata ada sebuah sungai dekat pintu rumah salah seorang dari kamu, ia mandi di sungai itu lima kali setiap hari. Adakah masih ada dakinya yang tinggal barang sedikit pun?" Para sahabat menjawab, "Tidak ada daki yang tertinggal barang sedikit pun." Rasulullah bersabda, "Maka demikianlah perumpamaan salat yang lima waktu, dengan salat itu Allah akan menghapus semua kesalahannya." (Riwayat at-Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Demikianlah perumpamaan yang diberikan Rasulullah SAW tentang keadaan orang yang mengerjakan salat lima waktu dengan sungguh-sungguh hanya karena Allah.

Dari ayat dan hadis Rasulullah yang telah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga sasaran yang hendak dituju oleh orang yang mengerjakan salat, yaitu: pertama, timbulnya keikhlasan; kedua, timbulnya sifat takwa kepada Allah; dan ketiga, selalu mengingat Allah.

Sobat. Shalat hendaknya bisa menimbulkan keikhlasan bagi orang yang mengerjakannya karena dikerjakan semata-mata karena Allah, untuk memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya. Sebagai perwujudan dari ikhlas ini pada diri seseorang ialah timbulnya keinginan di dalam hatinya untuk mengerjakan segala sesuatu yang diridhai Allah. 

Bertakwa kepada Allah maksudnya ialah timbulnya keinginan bagi orang yang mengerjakan shalat itu untuk melaksanakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. 

Dengan shalat seseorang juga akan selalu mengingat Allah, karena dalam bacaan salat itu terdapat ucapan-ucapan tasbih, tahmid, dan takbir. Ia juga dapat merasakan keagungan dan kebesaran Allah.
Allah mengancam orang-orang yang tidak mengerjakan salat dengan azab neraka. Allah juga mengancam orang-orang yang mengerjakan salat karena ria dan orang-orang yang lalai dalam mengerjakannya. Allah berfirman:
(4) Maka celakalah orang yang shalat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, (6) yang berbuat ria, (7) dan enggan (memberikan) bantuan. (Al-Ma'un/107: 4-7).

Senada dengan ayat di atas, Rasulullah SAW bersabda:
Barang siapa yang telah mengerjakan salat, tetapi salatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar, maka salatnya itu tidak akan menambah sedikit pun (kepadanya), kecuali ia bertambah jauh dari Allah. (Riwayat Ibnu Jarir dari Isma'il bin Muslim bin al-hasan).

Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa mengingat Allah itu adalah lebih besar. Maksud pernyataan ini ialah salat merupakan ibadah yang paling utama dibanding dengan ibadah-ibadah yang lain. Oleh karena itu, hendaklah setiap kaum Muslim mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Dengan perkataan lain bahwa kalimat ini menegaskan kembali kalimat sebelumnya yang memerintahkan kaum Muslim mengerjakan shalat dan menerangkan hikmah mengerjakannya.

Ibnu 'Abbas dan Mujahid menafsirkan kalimat "wa ladzikrullah akbar" (mengingat Allah itu adalah lebih besar) dengan penjelasan Rasulullah bahwa Allah mengingat para hamba-Nya lebih banyak dibandingkan dengan mereka mengingat-Nya dengan cara menaati-Nya. Nabi SAW bersabda:
Allah lebih banyak mengingatmu daripada kamu mengingat-Nya. (Riwayat al-Baihaqi).

Hal ini sesuai dengan hadis qudsi Nabi SAW: 
Barang siapa yang mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, dan siapa yang mengingat-Ku bersama-sama dengan suatu jamaah tentu Aku akan mengingatnya dalam kelompok yang lebih bagus daripada mereka. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).

Sobat. Orang yang mengeluarkan zakat akan belajar mengasihi dan bermurah hati. Tujuan zakat adalah untuk menyucikan. Makna menyucikan adalah mendidik dengan akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian sedang berpuasa, maka jangan berbuat kotor dan membentak. Jika dimaki, di ajak berkelahi, katakanlah, “Aku sedang puasa.” Karena itu, engkau tidak boleh berbuat fasik, mencela, menyakiti, dan seterusnya.

Sobat. Kita telah mengetahui bahwa tujuan sholat adalah akhlak. Begitu pula zakat, puasa dan Haji. Sholat, zakat, puasa, dan haji, tidak akan berarti bila tidak diikuti dengan perbaikan akhlak.

Rasulullah SAW bersabda, “Iman itu terdiri atas tujuh puluh cabang lebih. Yang paling tinggi adalah mengucapkan Laa ilaaha illallah, dan yang paling rendah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR Bukhari). Dalam riwayat lain, “Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi). []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku BIGWIN dan Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UI Tribakti Lirboyo

Posting Komentar

0 Komentar