Dalam Sistem Kapitalisme, Pajak Sebagai Alat Eksploitasi

TintaSiyasi.com -- Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim, S.E., M.Si., Ak., C.A., memaparkan hasil pengamatannya berkenaan dengan fakta pajak dalam sistem kapitalisme adalah sebagai alat eksploitasi.

“Saya melihat bahwa kasus pajak ini makin menambah catatan bobroknya sistem ekonomi kapitalis saja. Fakta pajak dalam sistem kapitalisme adalah sebagai alat eksploitasi, rakyat kecil yang menjadi korbannya,” ungkapnya di YouTube PKAD: Pajak Dioptimasi, Pejabat Korupsi dan Rakyat Rugi?! Rabu (01/3/2023).

Ia membeberkan paradigma sistem ekonomi yang diterapkan. “Kenapa sekarang negara menjadikan pajak sebagai pendapatan negara? Karena sistem ekonomi dan politik APBN-nya kapitalis,” koreksinya.

“Walau kemudian sudah direformasi malah makin jauh menjadi semakin kapitalis, sehingga posisi pendapatan negara dari pajak itu hampir 80% bahkan lebih. Sementara dari sumber daya alam itu hanya sedikit. Ke mana sumber daya alam itu? Ternyata sumber daya alam itu banyak dinikmati oleh para kapitalis dengan liberalisasi," imbuhnya.

Ia mencontohkan beberapa bulan yang lalu ada informasi Cina mendapatkan keuntungan dari nikel yang ada di Indonesia. Keuntungannya di atas Rp4500 triliun. Sebelumnya, dari batu bara pendapatannya sampai Rp450 triliun lebih hanya dalam 6 bulan.

“Pada akhirnya di satu sisi masyarakat dipaksa untuk membayar pajak bahkan sampai orang yang melahirkan pun kena pajak, dari beli bahan pokok, beras dan lain-lain dipaksa untuk membayar pajak,” singgungnya.

Ia kembali menyinggung, orang-orang kaya, para kapitalis justru mendapat keringanan terkait dengan pajak. Misalnya pada zaman Sri Mulyani terkait dengan tax amnesty. Kita lihat faktanya justru tax amnesty itu membuktikan ketidakadilan pajak. “Di sisi lain saya kira sumber daya alam yang sebenarnya harus menjadi tumpuan utama APBN, justru malah diserahkan pengelolaannya kepada para kapitalis, sehingga merekalah yang menikmati,” sesalnya.

“Faktor penyebab utama itu adalah sistem yang diterapkan, lalu pelaksanaan sistemnya, yaitu manusianya,” bebernya.

Ia mengamati buruknya sistem buatan manusia yaitu sistem demokrasi kapitalis. “Manusianya itu adalah orang-orang yang minim norma dilihat dari sudut pandang nilai-nilai umum saja,” sebutnya. 

Arim melanjutkan, mereka itu tidak layak menjadi seorang pemimpin. Karena nyaris kepedulian empati terhadap rakyat itu tidak ada. Jangankan bicara dalam norma agama, dalam norma-norma umum saja nyaris tidak ditemukan.

“Coba kita lihat sampai dana bansos juga dikorupsi, ini kan kejahatan luar biasa. Ketika rakyat dihadapkan kepada hal yang sulit tetapi tetap saja dana itu dikorup,” ungkapnya sedih.

Pengamat ini juga optimis bahwa ke depan ada upaya-upaya perjuangan untuk mengubah sistem yang rusak ini. Ia menyebut masih banyak orang-orang amanah yang komitmen untuk mengurus dan menyelamatkan negeri ini agar tidak semakin terpuruk. “InsyaAllah ini masih ada,” yakinnya.

Ia menambahkan, kalau sekarang, justru ironis menjadi pejabat yang kekayaannya luar biasa. Dengan pendapatan yang sebenarnya tidak logis, seolah mengindikasikan dengan jelas bisa jadi dia memanfaatkan jabatannya. "Ini di dalam Islam tidak diperbolehkan," ungkapnya.

Maka, lanjutnya, harus dipahami apa penyebab utama kerusakan hari ini. “Adalah sistem yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan kita, yaitu sistem ekonominya kapitalis, sistem politiknya adalah demokrasi sekuler,” sebutnya.

Begitu bobroknya sistem demokrasi ini, menurutnya orang baik pun akan terbawa buruk. Sampai-sampai ia mencatut apa yang disampaikan pak Mahfud MD bahwa malaikat pun kalau masuk ke sistem demokrasi akan menjadi setan juga. Artinya, problem itu bukan hanya ada di orangnya saja.

“Perubahan akan terjadi kalau umat itu tahu sistem yang baik, di sinilah perlunya kita menyodorkan solusi untuk menggantikan sistem yang rusak ini” tegasnya.

Lalu ia memberi umpan pertanyaan, "Dengan apa?" Arim menjawab, tidak ada pilihan lain bagi seorang Muslim kecuali dengan Islam. Islam adalah sistem terbaik dan sudah terbukti XIV abad diterapkan, baik politiknya maupun ekonominya.

“Ekonominya mampu menyejahterakan. Politiknya juga mampu menciptakan keadilan, ini adalah sistem Islam,” jelasnya.

Untuk itu perlu perubahan yang hakiki. Arim menjelaskan, yang pertama adalah kesadaran masyarakat atas sistem yang diterapkan itu adalah sistem rusak dan ia kira ini sangat mudah untuk memahamkan umat bahwa sistem sekarang itu banyak mudaratnya, kemudian banyak menimbulkan bahaya ketidakadilan dan juga kerusakan. Ia menyebutkan contohnya tentang pergaulan bebas dan penerapan pajak dll. 

“Ada dua syarat utama kesadaran masyarakat atas sistem yang rusak dan kesadaran bahwa ada sistem yang baik, yang kemudian akan menjamin kesejahteraan dan menjamin keadilan sebagaimana janji Allah, 'kalau masyarakatnya beriman dan bertakwa pasti Allah akan turunkan berkah,'” jelasnya.

Lalu ia menyebutkan syarat-syarat yang lain yaitu, kedua, adanya kelompok yang memperjuangkannya agar sistem yang rusak tadi kemudian ditinggalkan, diganti dengan sistem yang baik yaitu syariat Islam. Syarat selanjutnya adalah metode perubahannya, metode perjuangannya. Karena dalam Islam perubahan atau dakwah itu kewajiban. Dan kewajiban adalah ada aturannya, aturan siapa yang harus kita ikuti tiada lain adalah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Bagaimana Rasulullah SAW mengubah jahiliah Makkah kemudian menjadi masyarakat yang sesuai dengan aturan Allah SWT.

Haram Memungut Pajak

Arim menjelaskan, sistem ekonomi Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara. Rasulullah mengatakan, haram memungut pajak, bahkan ditegaskan dalam sebuah hadis dengan ancaman yang luar biasa tidak akan masuk surga penguasa yang memungut pajak secara zalim. Dalam sistem ekonomi Islam yang menonjol bukan pajak tetapi mengolah sumber daya alam.

“Ada tiga kepemilikan sumber daya ekonomi dalam sistem ekonomi Islam itu. Pertama kepemilikan individu, kedua, kepemilikan umum, dan ketiga, kepemilikan negara,” sebutnya. Kemudian dijelaskan olehnya, kepemilikan umum dan kepemilikan negara itu wajib dikelola oleh negara sebagai sumber pendapatan negara untuk sumber pendapatan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara).

Nah, ia menjabarkan bila postur APBN sumber pendapatannya hampir 80% berasal dari pajak, dalam perspektif Islam, katanya, keberadaan pajak dalam konteks Indonesia hari ini, dua-duanya itu menimbulkan kezaliman ketika memungut ada kezaliman di sana. "Kenapa? Karena orang-orang kaya bisa bebas sementara orang miskin dipaksa membayar pajak, ketika pajak terkumpulkan justru alokasi terbesar tidak kembali kepada rakyat yang menikmatinya itu adalah mereka juga para kapitalis," jelasnya.

Lalu kembali ke harta kepemilikan dikatakan Arim, yang menarik dari harta milik umum ini, dalam satu hadis umum disebutkan kata umat, yang artinya manusia berarti Muslim dan non-Muslim, mereka itu berserikat. Artinya bersama-sama memiliki harta kepemilikan umum. "Apa saja? Pertama, sumber air, yang kedua, alkala itu hutan, yang ketiga, anar, sumber energi. Terkait tambang yang jumlahnya besar seperti tambang emas, perak, nikel, batu bara itu mengelolanya tidak diserahkan kepada swasta. Karena itu milik umum. Para ulama mengadopsi pertambangan garam di masa Rasulullah," bebernya.

“Jadi itu sumber utama APBN dalam sistem ekonomi Islam itu, Pertanyaannya apakah cukup?” tanyanya. Ia menyebutkan, dahulu ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pernah mengatakan, kalau tambang ini dikelola dengan benar oleh negara, untuk kepentingan rakyat dengan paradigma riayah itu tiap rakyat, kata dia bisa sampai mendapatkan Rp20 juta per bulan.

Data yang ia dapatkan di tahun 2023 sebenarnya kalau melihat sumber daya alam Indonesia walau dikuras habis begitu lama, tetapi potensinya masih luar biasa. "Jadi datanya sumber daya alam batu bara, gas alam cair, emas, nikel, hasil laut, hutan produksi, itu potensinya kalau dikonversi dalam nilai rupiah per tahun ini, itu didapatkan 7000 triliun, bayangkan! Dari sini apakah data ini logis?" jelasnya.

“Sangat logis! Dari nikel saja, Cina mendapatkan keuntungan di atas Rp4000 triliun diambil dari produksi di Indonesia. Nah, kalau ini dikuasai oleh negara maka tadi ini menjadi sumber utama pendapatan APBN," harapnya.
  
Lalu ia sangat membenarkan, wajar kalau sistem Islam itu tidak menjadikan pajak itu sebagai sumber pendapatan utama. "Kenapa? Karena memang ada pendapatan dari yang lain salah satunya sumber daya alam milik umum tadi, belum milik negara, dan nanti ada kontribusi dari milik individu dalam bentuk zakat," katanya.

Jadi, katanya, ada tambang kecil boleh dimiliki oleh individu tetapi di situ ada humus, zakat. Itu seperlima atau 20% kalau tambang jumlahnya depositnya kecil. Ia mengatakan, sumber alam yang dikelola oleh negara dan politik APBN-nya adalah riayah. Maka negara mengelola sumber alam tadi itu dikembalikan kepada rakyat untuk mengurus rakyat, bukan dengan paradigma bisnis.

"Nah, hari ini ada sebagian sumber daya alam yang dikelola oleh negara paradigmanya bukan riayah. Paradigmanya bisnis. Negara mencari untung dengan memberikan pelayanan terhadap rakyat sehingga makin parah sumber daya alamnya di liberalisasi. Yang masih adapun itu dikelola dengan prinsip bisnis, bukan prinsip riayah. Ini yang membedakan ketika di dalam Islam harta dikelola oleh negara, yang berikutnya itu adalah negara akan mengelolanya dengan tenaga-tenaga yang amanah,” jelasnya.  

“Kemudian, di mana ada korupsi itu betul-betul akan menjadi perhatian dan petugas bekerja yang melakukan korup apalagi terhadap harta milik umum itu akan mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya,” tutupnya. [] Titin Hanggasari

Posting Komentar

0 Komentar