Wahyudi Al-Maroky: KUHP Baru Harus Ada Koreksi Besar

TintaSiyasi.com -- Direktur Pamong Intitute Wahyudi al-Maroky menegaskan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) harus ada koreksi besar, karena spiritnya masih kolonialisme.

“Dan kalau itu cuma diperbaharui, sebenarnya kita tidak keluar jauh dari spirit penjajahan itu sendiri. maka kalau saya menilai KUHP yang baru ini spiritnya masih spirit kolonialisme. Semangatnya masih semangat mengatur dengan gaya Penjajahan. Itu menurut saya harus ada koreksi besar,” katanya di acara KUHP Baru Lanjutkan Penjajahan, Menggusur Pidana Islam di YouTube Bincang Perubahan, Selasa (14/02/2023).

Ia mengatakan, sebagai negeri yang merdeka mestinya konstitusi itu memberi ruang bagi umat Islam, untuk bisa menawarkan konsep-konsep hukum yang memang tidak warisan para penjajah. 

“Dan sebenarnya itu kalau menurut saya bukan langkah maju, langkah hanya menarik sejarah kembali. Karena kan sebelum penjajah Belanda datang itu sebenarnya hukumnya sudah berlaku. Jadi ketika penjajah Belanda datang belum membawa Wetboek itu kan yang berlaku ya hukum Islam yang diterapkan oleh para sultan atau raja-raja Islam,” terangnya.

“Jadi kalau saya bukan hal yang asing ini sebenarnya, hanya mengembalikan kembali kejayaan hukum-hukum yang sifatnya milik kita yang dulu, nenek moyang kita dulu. Jadi, kalau tadi ditawarkan sistem pidana Islam , itu sebenarnya justru itu yang sempat digusur oleh Belanda. Kan dulu Belanda masuk itu bertahap dia menerapkannya, pertama kan ini hanya digunakan Wetboek van Strafrecht itu hanya digunakan untuk mengatur orang-orang Eropa. Kemudian diperluas lagi ke Timur Asing yaitu ada Arab, Cina, India, mereka atur kemudian diperlebar ke seluruh pribumi,” imbuhnya.

Ia menyebutkan, kalau spirit hukumnya itu sudah spirit kolonialisme atau penjajahan, aparat penegak hukumnya akan terseret ke arah sana, baik sengaja atau tidak sengaja. Karena manusia dan masyarakat itu hidup, tumbuh bahkan berkembang sangat dipengaruhi oleh suatu sistem di mana dia hidup dan tumbuh dan berkembang. Kalau hidupnya dalam sistem yang tidak adil, itu akan terpengaruh. 

“Sistem hukum yang adil itu dari mana? Nah, tadi Kalau hukuman itu dibuat oleh manusia, pasti ada kepentingan manusia. Maka hukum yang adil yang memang tidak ada muatan kepentingan-kepentingan manusia tidak berat ke sana kemari, itu hukum yang dibuat oleh Zat yang menciptakan manusia itu sendiri atau Zat yang Maha Adil yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala,” jelasnya.

Ia pun menawarkan sistem hukum Islam, karena memang itu berasal dari Zat Yang Maha Adil yaitu dari Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau yang ditawarkan tadi hukum pidana Islam, itu karena memang Islam berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala hukum-hukumnya sudah jelas. 

“Bahwa hukum kalau mau adil harus memiliki prasyarat adil. Yang pertama memang dari penegak hukumnya sendiri harus punya integritas, punya spirit untuk menegakkan dengan adil. Kedua dia harus punya kafaah atau kemampuan. Kalau tidak punya kemampuan, enggak mungkin dia bisa melakukan keadilan itu,” tambahnya.

Selanjutnya, ia mengatakan memang ada satu yang penting sekali selain dari segi aparat penegak hukumnya, yaitu adalah sistemnya itu sendiri. Kalau sistem hukumnya itu memang sulit untuk adil, maka aparat yang sebaik apa pun dia terpaksa mengikuti ketidakadilan.

“Tinggal kita tantangan berikutnya adalah bagaimana memahamkan ini ke tengah-tengah umat itu. Terjadi kesadaran bahwa ternyata hukum kita selama ini tidak adil karena memang hukumnya tidak berasal dari Zat Yang Maha Adil bahkan dari para penjajah, misalnya,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita

Posting Komentar

0 Komentar