TintaSiyasi.com -- Menanggapi adanya kunjungan Duta Besar (Dubes) Amerika ke markas salah satu Parpol pada Rabu, 15 Februari 2023, Pengamat Politik Internasional Dr. Riyan, M.Ag. mengungkapkan hal yang harus diperhatikan di balik kunjungan tersebut.
“Ada apa di balik kunjungan Dubes Amerika ini, maka perhatikan dua hal," ungkapnya dalam rubrik Kajian Siyasi: Ada Apa di Balik Kunjungan AS ke Parpol Jelang Pemilu, di YouTube Ngaji Shubuh, Senin (20/2/2023).
Pertama, pertemuan politik yang patut dikritisi dan diwaspadai. Kedua, tidak layak narasi negara penjajah terkait Hak Asasi Manusia) HAM dan demokrasi untuk kita dukung.
Ia menjelaskan, alasan untuk mengkritisi dan mewaspadainya dengan beberapa analisis makro. "Di antaranya, pertama, Amerika adalah negara penjajah, apakah patut untuk di dukung?" tanyanya.
Ia menjelaskan, realitas politiknya, Amerika memang negara adidaya, tetapi hakikat yang sesungguhnya diperlihatkan adalah negara penjajah, negara imperialis.
"Kedua, dilihat dari institusinya, dilihat dari pesannya narasi Ham dan demokrasi, jualan usang untuk melemahkan perjuangan syariat Islam," katanya.
“Nah, ini kita ingatkan dari awal, jangan sampai kemudian nanti malah kita menari di atas genderang orang lain yaitu HAM dan demokrasi. Jangan sampai kemudian kita nanti terbawa retorika yang kelihatan manis tapi sesungguhnya itu adalah racun. Padahal, sekali lagi, demokrasi itu dalam sebuah buku dikatakan sebagai ekspor Amerika yang paling mematikan,” lanjutnya.
Ia memaparkan untuk implikasi politiknya, pertama, tetaplah kritis melihat dinamika politik yang terus berkembang dengan standar Islam. "Jangan sampai terlalu banyak bahasa-bahasa simbolik, yang intinya bahasa simbolik itu sebenarnya justru nanti akan membuat komunikasi kita tidak cukup lugas, sehingga bahkan malah difensif. Mestinya, kalau yang datang Dubes Amerika harusnya dikritisi banyak hal, karena ia wakil dari negaranya," jelasnya.
Kedua, yang lebih strategic, menghentikan negara penjajah dengan tegaknya negara Islam. Cara yang lebih strategis untuk menghentikan negara penjajah, butuh negara adidaya baru, yakni dengan tegaknya negara Islam.
"Ini adalah visi yang mestinya dikembangkan dan dikomunikasikan sehingga jangan sampai kemudian nanti justru malah mengikuti apa yang diinginkan negara adidaya, yang hakikatnya itu adalah negara penjajah," paparnya.
“Jadi sekali lagi, tetaplah fokus, jangan sampai justru kita terbawa dengan permainan-permainan yang dilakukan oleh negara-negara besar, walaupun dilakukan dengan cara-cara simbolik tadi,” pungkasnya.[] Isty Da’iyah
0 Komentar