Nasdem Jamin Larang FP1 dan HT1 jika Anis Presiden, Profesor Suteki Beberkan Kekhawatiran

TintaSiyasi.com -- Menanggapi pernyataan Wasekjen Partai Nasional Demokrat (NasDem) Hermawi Taslim yang memastikan bahwa Anies Baswedan akan tetap melarang FPI (Front Pembela Islam) dan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) jika terpilih jadi presiden, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. membeberkan kekhawatirannya.

"Saya khawatir juga, jangan-jangan nanti Anis juga bisa menjadi petugas partai seperti presidennya di PDIP. Statusnya petugas partai. Ambyar itu," tuturnya dikutip Tintasiyasi.com dari kanal Pusat Kajian Analisis dan Data (PKAD), Rabu, 18 Januari 2023.

Sebelumnya tersiar kabar Taslim menyatakan bahwa pelarangan HTI dan FPI adalah bagian dari perjuangan Nasdem selama bertahun-tahun. Selain itu, Taslim mengatakan Nasdem juga akan meneruskan program Presiden Jokowi. 

Menanggapi hal itu, Prof. Suteki mengaku heran karena ternyata Nasdem menjadi insiator di balik pelarangan dua organisasi yang lantang melakukan amar makruf nahi mungkar itu. Selain itu, ujaran Taslim yang akan meneruskan program Presiden Jokowi, menurut Prof. Suteki sama artinya Nasdem menjadi perpanjangan tangan rezim saat ini. Lanjutnya, hal itu berarti jargon restorasi, gerakan perubahan yang diusung Nasdem tak ada bedanya dengan rezim saat ini.
 
"Berarti ini Nasdem juga jadi perpanjangan tangan dari pemerintahan atau rezim yang sekarang. Terus, opo bedane dengan jargon perubahan dan macem-macem itu?" ungkapnya.

Selain itu, dari sisi law and society, landasan yang dijadikan pertimbangan untuk tidak memberi izin kepada ormas Front Pembela Islam (FPI) dan mencabut status badan hukum perkumpulan (BHP) bagi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu dinilai Prof. Suteki tidak kontekstual.

Pertimbangan pelarangan FPI dengan alasan adanya anggota FPI terlibat terorisme dan tindak pidana umum, menurutnya sulit dinalar. Sebab, jika demikian, dasar yang sama bisa digunakan untuk membubarkan organisasi lain yang anggotanya terlibat tindak pidana.

"Coba, umpama itu dikaitkan dengan organisasi tertentu, enggak usah jauh-jauh orpol atau bahkan organisasi pemerintahan, di situ ada garong, begal, pemerkosa, obstruction of justice, dalang pembunuhan. Coba bayangkan, kira-kira organisasi itu mau dibubarkan enggak? Itu nalarnya kan gitu. Itu pakai alasan seperti ini tuh nalar apa enggak?" tuturnya.

Selain itu, mengenai ajaran Islam khilafah yang didakwahkan HTI yang kerap dipermasalahkan hingga berujung pencabutan BHP, tidak ada putusan pengadilan yang menyatakannya bertentangan dengan Pancasila.

"Karena sampai sekarang, soal ajaran Islam, tentang khilafah, apakah pernah ada suatu putusan pengadilan yang menyatakan bahwa khilafah, Islam kaffah, atau ajaran Islam itu bertentangan dengan Pancasila?" ungkapnya.

"Jadi, pertimbangan-pertimbangan seperti itu dari sisi law and society memang tidak kontekstual," pungkasnya.[] Saptaningtyas

Posting Komentar

0 Komentar