Jebakan dan Jeratan Masalah Perempuan dan Anak Tanpa Solusi Tuntas dalam Sistem Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- Awal tahun 2023 tepatnya Senin (2/1) Kepolisian berhasil menangkap pemulung, Iwan Sumarno (42), yang menjadi pelaku penculikan anak perempuan bernama Malika Anastasya (MA) berusia enam tahun di Jakarta Pusat, setelah sempat buron. Polisi menemukan keduanya di kawasan Ciledug. Menurut keterangan MA kepada ibunya dalam 26 hari diculik dia dipaksa ikut mulung kesana kesini. Dan karena kecapekan merengek untuk dipulangkan tapi diancam akan dipukul, ditabok dan tidak diberi makan oleh pelaku. 

Penculik pemulung juga terjadi di Semarang, Santoso Budiono alias Wiro (63). Korban adalah WBA (8 tahun) yang diculik pelaku bersama dengan dilarikannya motor ayah WBA setelah menutup warung ayam bakarnya pada 10/1/2023 jam 3.30. Pelaku bahkan tidak memberi makan korban. Pelaku sempat menyuruh WBA untuk memakan daun. Saat ditemukan WBA dalam kondisi lemah dan muntah-muntah karena perlakuan pelaku. Ketika tanggal 11/1/2023 tertangkap pelaku malah menunjukkan gejala bagaikan orang gila agar bebas dari hukuman. Penculikan anak kembali muncul dan meresahkan orang tua. Para penculik bahkan tidak segan melakukan penganiayaan dan kekerasan pada anak untuk menakut-nakuti anak. 

Sementara itu Bunga (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berusia 12 tahun yang tengah hamil 8 bulan diduga akibat kekerasan seksual yang dialaminya, di Kota Binjai, Jumat (6/1). Sementara Berita satu tanggal 7/1/2023 mengangkat tentang korban mutilasi di Bekasi bernama Angela Hindriati Wahyuningsih. Korban masuk daftar orang hilang sejak 2019. Dugaan pelaku adalah MEL (34) yang saat ini sedang diperiksa secara intensif. Korban diduga dibunuh dengan cara dicekik saat keduanya bertengkar pada November 2021. Dua minggu setelah dibunuh, tersangka memutilasi tubuh korban menggunakan gergaji listrik. Potongan tubu korban dimasukkan ke dalam dua kontainer plastik.

Masalah di atas hanya beberapa dari banyaknya masalah yg ada disekitar perempuan dan anak. Bahkan kejahatan oleh anak kepada ortu dan sebaliknya juga banyak. Jika dilihat kriminalitas yang semisal semakin kejam dan amoral. Apalagi jika berkaitan kejahatan dan kekerasan seksual perempuan dan anak di berbagai daerah. Sungguh menyesakkan hingga kita mempertanyakan hati nurani pelaku dan tersangka sungguhkah masih ada? Mengapa kejahatan yang terjadi kian merebak, meluas dan beragam? 


Faktor yang Memicu Kekerasaan dan Kejahatan Anak dan Perempuan yang Terjadi

Berulangnya kasus kejahatan perempuan dan anak membuat kita merumuskan apa saja faktor yang menyebabkan kejadian itu menimpa individu atau keluarga tersebut. Diantara faktornya misalnya :

Pertama. Faktor ekonomi.
Meski tidak dipungkiri faktor ekomomi saat ini menjadi alasan kejahatan di berbagai sektor. Tekanan ekonomi dapat menjadikan gelap mata. Apalagi disaat kondisi kekurangan dan kebutuhan hidup yang mendera. Terjunnya perempuan dan anak diranah publik seperti bekerja membuka peluang atau sisi berinteraksi dengan berbagai hal termasuk peluang kejahatan. Solusi perempuan atau istri bekerja tidaklah sepenuhnya menjadi solusi. Bahkan di beberapa kasus ketidakberadaan sosok ibu dan istri memicu masalah anak misal penculikan, kejahatan seksual anak oleh keluarga dan kerabat dekat, frustasi yang menghantarkan bunuh diri dan tingginya perselingkuhan sertai perceraian keluarga. Apalagi ketika tuntutan kenaikan harga semua kebutuhan hidup. Orang mudah sekali tersulut emosi hanya karena masalah kecil. Lalu kejahatan dan kekerasan terjadi sebagai dampak selanjutnya. 

Kedua. Kurangnya pengawasan dari orang tua.
Di zaman yang semakin modern seperti ini, tingkat pengawasan dari orang tua terhadap anak justru makin berkurang. Apalagi yang berhubungan dengan pengawasan dalam penggunaan gadget, media sosial, dan informasi yang membuat anak terpengaruh. Kejahatan penculikan anak misal yang terjadi pada Malika yang terlihat di CCTV tidak ada paksaan untuk mengikuti penculiknya. Malika dan WBA yang diculik terjadi karena pengawasan orang tua yang pada saat itu berjualan. Kejahatan seksual pun biasanya dipicu adanya pergaulan bebas dan jauhnya dari pengawasan orang tua dan mahram. Meski untuk kesempatan lain misal adanya ikatan pacaran yang juga beberapa orang tua anggap itu wajar dan merestui anaknya pergi berdua. Sebenarnya membuka peluang kejahatan dan kekerasan juga terjadi seperti beberapa kasus saat ini kekerasan dalam hubungan pacaran, pembunuhan karena tidak mau bertanggung jawab dari hasil zina dst.

Ketiga. Kepedulian masyarakat masih rendah.
Selanjutnya, penyebab kekerasan seksual dan kejahatan pada perempuan dan anak terjadi karena tingkat kepedulian masyarakat dan lingkungan sekitar yang sangat rendah. Hal itulah kenapa predator dan penculik anak dapat dengan leluasa mencari korban. Adanya kekerasaan pada perempuan juga acapkali terjadi di ranah publik tapi tidak ada yang membantu korban. Kasus buliying yang menggurita saat ini juga selain faktor lemahnya pengawasan juga kurangnya peka masyarakat. Kesan abai dengan urusan diluar hidupnya saat ini sangatlah kental. Sehingga kejahatan demi kejahatan terjadi di sekitar kita tapi tiada pertolongan yang diberikan. 

Keempat. Hukum tanpa efek jera.
Penegakan hukum yang tidak efektif dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku, bahkan banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual baik umum maupun pada anak – anak khususnya, sering kali proses hukumnya tak ada kejelasan. Hal tersebut, membuat kasus – kasus tindak asusila terkesan di pandang sebelah mata. Yang perlu diperhatikan adalah kekerasan seksual yang dialami oleh anak dapat berdampak dalam jangka panjang, misalnya hilangnya rasa kepercayaan pada orang dewasa, trauma secara seksual, perasaan tidak berguna, dan stigma yang menghantui. Karena dapat berpengaruh secara mental maupun fisik, kasus penyebab kekerasan seksual pada anak harus mendapat perhatian yang serius dari berbagai lingkup, mulai dari keluarga yang dapat melindungi hingga penegakan hukum yang memberikan efek jera terhadap pelaku. Hukuman yang diberikan bahkan bisa nyaris hilang jika pelaku beruang dan dekat dengan penguasa. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.


Solusi yang Sudah Dilakukan Apakah Menuntaskan Masalah?

Membahas perempuan dan anak saat ini pasti akan lekat dengan pembahasan gender dan feminisme. Semua masalah dan derita keduanya akan menyalahkan masalah yang dihubungkan dengan gender. Bahkan program pemerintah juga akan berjalan beriringan dengan feminisme. Contoh dalam rangka memperingati Hari Anak Perempuan Internasional pada tanggal Senin, 11 Oktober 2021. Acara ini menghadirkan beberapa tokoh penting sebagai pembicara, yaitu seperti Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KPPPA selaku Ciput Eka Purwianti, Angelina Theodara yang merupakan Direktur Nasional Wahana Visi Indonesia, Imelda Fransisca selaku Hope Ambassador WVI, Sandra Ratnasari yaitu Editor in Chief Popmama.com, dan Jessica Mila. 

Angelina Theodara menyampaikan beberapa poin penyebab kekerasan pada anak dan perempuan masih terjadi:

Pertama. Indonesia dengan budaya patriarkinya Anggapan perempuan lemah berangkat dari budaya Indonesia yang masih patriarki, memandang bahwa anak laki-laki jauh lebih baik dari anak perempuan. Persepsi yang seperti ini juga terjadi di cina, seperti melakukan pembatasan anak, dan jika tidak mengikuti aturan maka akan diaborsi. Memang, di Indonesia tidak bertindak jauh seperti halnya yang dilakukan Cina, namun faktanya sebagian besar penduduknya masih memandang anak laki-laki jauh lebih tinggi kedudukannya dari anak perempuan. Dalam arti bahwa perempuan merupakan perempuan sub cordinate dari anak laki-laki.

Kedua. Perempuan bukanlah pencari nafkah utama. Diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi di tempat kerja serta kebijakan publik. Menganggap bahwa perempuan bukanlah penyari nafkah utama, mereka hanya pencari nafkah tambahan. Sehingga sering kali terjadi perbedaan gaji untuk pegawai laki-laki jumlahnya lebih tinggi daripada perempuan walaupun jenis dan posisi yang didapatkan sama. Sayang sekali jika ini terus terjadi pada kebijakan publik, karena dalam suatu keadaan bisa saja perempuan menjadi pencari nafkah utama untuk keluarganya.

Ketiga. Stereotype bahwa anak perempuan adalah anak yang lemah. Stereotype anak perempuan lemah berangkat dari banyaknya kejadian dalam sebuah keluarga yang tidak mengutamakan anak perempuan untuk mendapatkan hak sekolah. Kurangnya akses pendidikan entah karena faktor ekonomi atau hal lainnya. 

Luar biasanya lagi ini diamini penguasa dan bahkan menjadi kebijakan negara. Salah satu kerjasama Jokowi untuk mengurangi masalah kejahatan anak dan perempuan Berikut arahan Presiden: 
Pertama. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan.
Kedua. Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak.
Ketiga. Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Keempat. Penurunan pekerja anak.
Kelima. Pencegahan perkawinan anak.
Realitas lapangan hal ini menjadi proyek berulang yaitu sosialisasi oleh pihak terkait misal kepolisian. Tapi hingga saat ini masalah tidak kunjung purna malah bertambah parah. 

Ironis melihat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak makin kompleks dan tidak tertangani. Meski kaum feminis berupaya meminta payung hukum terhadap perempuan dan anak-anak lewat UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hingga kini hasilnya masih nihil. Sejatinya, menjamurnya kasus kekerasan dan kejahatan seksual adalah akibat penerapan kapitalisme yang mendewakan kebebasan individu dan mengabaikan akibat buruknya pada masyarakat. Dalam kapitalisme, aturan dibuat ketika muncul konflik di antara kepentingan individu. Sebagaimana “pemadam kebakaran”, aturan dirumuskan ketika masalah sudah terjadi dan bersifat tambal sulam serta kontradiktif. Sama sekali tidak menyelesaikan masalah dan terus bergulat dengan masalah yang sama.

Tampaknya pula, kaum feminis atau mereka yang bergerak untuk menyelamatkan perempuan dan anak dari kekerasan seksual lupa bahwa persoalan ini justru lahir dari ide kebebasan. Kapitalisme merendahkan perempuan, mengeksploitasi mereka untuk industri iklan, bisnis, dan hiburan. Peredaran minuman keras juga dibiarkan, penyalahgunaan narkoba dan hiburan porno pun marak yang memicu terjadinya pemerkosaan. Mengharapkan kapitalisme dan demokrasi mampu menuntaskan kekerasan seksual layaknya pungguk merindukan bulan. Berharap kebaikan, tetapi tidak jua mendapatkannya. Buktinya, selama kapitalisme diterapkan di berbagai negeri, angka kriminalitas justru makin meningkat setiap tahunnya.


Islam Menyelesaikan Masalah dari Akarnya

Allah telah mengharamkan umat Islam mengambil sistem atau aturan mana pun selain Islam dalam rangka memecahkan setiap problematik hidup mereka. Allah juga telah mengharamkan umat Islam untuk berhukum kepada selain hukum Islam. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengambil sedikit pun segala sesuatu yang berasal dari peradaban Barat yang kapitalistik sebab peradaban Barat lahir dari suatu sudut pandang tentang kehidupan tertentu yang berbeda dengan sudut pandang Islam, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Padahal, kita telah diharamkan untuk mengambil bagian-bagian mana pun dari peradaban barat tersebut, seperti sistem ekonomi, pemerintahan, politik luar negeri, dan lain-lain.

Berikut mekanisme sistem Islam menjaga perempuan dan anak, khususnya lewat sistem pergaulan Islam.

Pertama, perempuan diposisikan sebagai mitra laki-laki dalam kehidupan domestik dan publik. Perbincangan seksual hanya dalam ranah domestik, yakni antara suami dan istri. Interaksi antara keduanya dalam rangka melestarikan manusia pun bukan pandangan seksualitas semata.

Kedua, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan menutup aurat dan menjaga kemaluan mereka. Melarang pertemuan laki-laki dan perempuan tanpa hajah syar'i dan tanpa mahrom. Pergaulan bebas akan dilarang dengan tegas dalam sistem Islam.

Ketiga, Islam memudahkan urusan menikah sebagai sarana sah untuk penyaluran naluri seksual dan menjaga kehormatan masing-masing pasangan. 

Keempat, Islam melarang perempuan tabaruj (memamerkan kecantikan kepada nonmahram) hingga bisa merangsang naluri seksual laki-laki. Kelima, laki-laki dan perempuan dilarang melakukan aktivitas yang merusak akhlak, seperti menjadi SPG yang menonjolkan sisi feminitasnya. Keenam, memerintahkan agar safar (perjalanan) perempuan yang lebih dari sehari semalam untuk ditemani mahram dalam rangka menjaga kehormatannya.

Selain semua itu, media massa dilarang untuk menyebarkan konten porno dan akan ditindak tegas jika terjadi pelanggaran dengan mencabut izin pendiriannya. Khalifah akan menghukum pelaku pelecehan seksual, pemerkosaan, pembunuhan, dan sejenisnya dengan hukuman setimpal sesuai syariat Islam. Semua problematik ini sejatinya saling berkelindan, tetapi berakar pada satu sebab saja, yakni penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal. Sistem ini memang menafikan peran Allah Swt., yakni penerapan syariat Islam dalam kehidupan hingga umat terjauhkan dari berkah, bahkan terus diterpa berbagai krisis.

Hal ini sejalan dengan yang Allah firmankan,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).

Juga firman-Nya:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.'” (QS Thaha: 124-126).


Kesimpulan

Berbagai faktor yang memicu kejahatan sejatinya akan menciptakan kesempatan melakukan kejahatan

Solusi yang saat ini dilahirkan dengan pendekatan feminisme jelaslah sangat salah dan bias gender. Hal itu tidak membawa pada solusi yang sebenarnya

Akar masalah kekerasan dan kejahatan perempuan dan anak adalah buah dari sistem sekuler kapitalisme. Maka kita harus kembali pada sistem Islam. []


Oleh: Retno Asri Titisari
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar